Yang perlu kamu tahu tentang sunat perempuan, ritual yang mematikan

Ajeng Quamila

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Yang perlu kamu tahu tentang sunat perempuan, ritual yang mematikan
Prosedur sunat perempuan tidak aman. Medikalisasi sunat perempuan hanya beri jaminan keamanan palsu dan tak ada pembenaran medis untuk melakukan hal ini.

Mutilasi genital perempuan, atau lebih dikenal dengan nama sunat perempuan, selalu dipandang sebagai ritual kuno yang umum dipraktikkan di sejumlah negara di Afrika dan Timur Tengah, menurut data World Health Organization (WHO).

Survei global terbaru dari UNICEF untuk pertama kalinya mencatat bahwa kini fenomena ini juga meluas di Indonesia. Survei yang diterbitkan pada Februari 2016 melaporkan bahwa ada 60 juta wanita dan anak perempuan diperkirakan telah mengalami prosedur berbahaya tersebut. 

Hal ini menempatkan Indonesia di peringkat ketiga, setelah Mesir dan Etiopia, dalam hal tingginya kasus sunat perempuan. Ini membuat perkiraan jumlah wanita dan anak perempuan di seluruh dunia yang telah menerima praktik ritual tersebut melonjak ke angka 200 juta (dari sebelumnya 130 juta) di 30 negara yang melakukan praktik mutilasi genitalia pada perempuan sejak 2014.

Tradisi dan agama berkaitan erat dengan praktik sunat perempuan

Mutilasi genital perempuan didefinisikan sebagai segala bentuk prosedur yang melibatkan pengangkatan, pemotongan, atau pembuangan sebagian atau keseluruhan dari alat kelamin eksternal perempuan, atau menimbulkan cedera pada organ genital perempuan untuk alasan non-medis.

Alasan mengapa mutilasi genital perempuan dilakukan, bervariasi dari satu daerah dan yang lainnya, serta dari waktu ke waktu, termasuk mula kombinasi faktor sosial budaya dalam nilai keluarga dan masyarakat, misalnya:

  • Tekanan sosial untuk menyesuaikan diri dengan apa yang orang-orang sekitar telah lakukan turun temurun, serta kebutuhan untuk merasa diterima sebagai anggota masyarakat yang taat dan ketakutan untuk diasingkan dari hubungan sosial.
  • Praktik ini dipandang sebagai bagian dari perayaan pubertas seorang anak perempuan dan penting sebagai warisan budaya masyarakat.
  • Meskipun praktik sunat perempuan tidak menjadi kewajiban dari ritual keagamaan apapun, masih bayak doktrin agama yang membenarkan dan membolehkan praktik ini untuk dilakukan.
  • Dalam banyak masyarakat, sunat perempuan merupakan salah satu prasayarat untuk menikah, dan terkadang merupakan prasyarat untuk memiliki hak reproduksi dan memiliki anak. Masyarakat juga menilai bahwa mutilasi genital akan meningkatkan tingkat kesuburan wanita dan mendorong tingkat keselamatan bayi.
  • Sunat perempuan dipandang sebagai penjamin keperawanan perempuan sebelum pernikahan dan kesetiaan pada pasangan selama pernikahan, juga meningkatkan gairah seksual pria.

Sunat perempuan umum dipraktikkan pada anak perempuan di bawah 11 tahun, terlepas dari bahayanya, karena masyarakat memandang manfaat sosialnya dianggap lebih besar daripada risiko kesehatan di kemudian hari.

Bagaimana prosedur melakukan sunat perempuan?

Mutilasi genital perempuan biasanya dilakukan oleh orang yang dituakan di masyarakat (biasanya, namun tidak selalu, perempuan) yang ditunjuk oleh masyarakat untuk mengemban tugas tersebut, atau dengan bantuan bidan tradisional.

Praktik ini juga mungkin dilakukan oleh tabib atau dukun beranak, tukang cukur laki-laki, atau kadang anggota keluarga sendiri.

Pada kasus tertentu, tenaga medis profesional menyediakan layanan praktik sunat wanita. Hal ini disebut dengan “medikalisasi” sunat perempuan. Menurut perkiraan UNFPA baru-baru ini, sekitar 1 dari 5 anak perempuan menerima perlakuan sunat wanita yang disediakan oleh penyedia layanan kesehatan profesional.

Praktik sunat wanita dilakukan menggunakan pisau, gunting, pisau bedah, potongan kaca, atau bahkan silet. Anestesi dan antiseptik tidak umum digunakan pada prosedur tradisional, kecuali jika dilakukan di bawah pengawasan praktisi medis. 

Setelah prosedur infibulasi (memotong seluruh bagian klitoris, labia minora, dan sebagian labia mayora), kedua kaki perempuan umumnya akan diikat bersama-sama agar anak tak bisa berjalan selama 10-14 hari, yang memungkinkan pembentukan jaringan parut.

Kenapa sunat perempuan dianggap berbahaya?

Terlepas dari kepercayaan masyarakat dan alasan menjalaninya, prosedur sunat wanita tidak aman — bahkan ketika sunat dilakukan oleh penyedia layanan kesehatan terlatih di lingkungan steril.

Medikalisasi sunat perempuan hanya memberikan jaminan keamanan palsu dan tidak ada pembenaran medis untuk melakukan hal ini.

Mutilasi genital perempuan memiliki implikasi serius bagi kesehatan seksual dan reproduksi perempuan.

Tingkat keseriusan dampak dari sunat wanita akan bergantung pada sejumlah faktor, termasuk jenis prosedur, keahlian dari praktisi, kondisi lingkungan (kesterilan dan keamanan tempat praktik dan peralatan yang digunakan), dan tingkat perlawanan dan kesehatan umum dari masing-masing individu yang menerima prosedur tersebut. 

Komplikasi dapat timbul pada semua jenis mutilasi genital, namun yang paling berbahaya adalah infibulasi, alias sunat wanita tipe 3.1.

1. Komplikasi yang mungkin menyebabkan kematian

Komplikasi langsung termasuk nyeri kronis, syok, perdarahan, tetanus atau infeksi, retensi urin, ulserasi (luka terbuka yang sulit sembuh) pada area kelamin dan kerusakan pada jaringan di sekitarnya, infeksi luka, infeksi kandung kemih, demam tinggi, dan sepsis. Pendarahan hebat dan infeksi bisa menjadi sangat serius untuk menyebabkan kematian.

2. Kesulitan untuk hamil atau komplikasi saat melahirkan

Beberapa wanita yang menerima prosedur sunat perempuan mungkin akan kesulitan untuk hamil, dan mereka yang bisa hamil dapat mengalami komplikasi saat melahirkan. Sebuah penelitian terbaru menemukan bahwa, dibanding wanita yang tidak pernah menjalani prosedur sunat wanita, mereka yang menerima prosedur ini menghadapi peluang yang lebih besar untuk membutuhkan prosedur operasi caesar, episiotomy, dan masa rawat inap di rumah sakit yang lebih panjang, serta pendarahan pasca-persalinan.

Perkiraan terbaru dari WHO, UNICEF, UNFPA, Bank Dunia, dan UNDP melaporkan bahwa di sejumlah negara dengan tingkat kejadian sunat wanita tertinggi di dunia juga memiliki rasio kematian ibu yang tinggi, dan tingginya jumlah kematian ibu.

3. Kematian bayi saat dilahirkan

Wanita yang menjalani prosedur infibulasi lebih mungkin untuk menjalani proses persalinan yang lebih lama dan penuh hambatan, kadang menyebabkan kematian bayi dan fistula obstetri. Janin dari ibu yang pernah mengalami mutilasi genital memiliki peningkatan risiko yang signifikan terhadap kematian saat lahir.

4. Konsekuensi jangka panjang

Konsekuensi jangka panjang termasuk anemia, pembentukan kista dan abses (benjolan bernanah akibat infeksi bakteri), pembentukan jaringan parut keloid, kerusakan pada uretra yang berakibat pada inkontinesi urin berkepanjangan, dyspareunia (hubungan seksual yang menyakitkan), disfungsi seks, peningkatan risiko terhadap penularan HIV, dan juga efek psikologis lainnya.

5. Trauma psikis

Anak yang menerima prosedur sunat wanita di usia yang sudah cukup besar dapat mengalami trauma yang menyebabkan sejumlah masalah emosional dalam hidupnya, termasuk:

  • Depresi
  • Kecemasan
  • Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD), atau bayangan reka ulang terhadap pengalaman tersebut yang berkepanjangan
  • Gangguan tidur dan mimpi buruk

Stres psikologis dari pengalaman tersebut mungkin akan memicu gangguan perilaku pada anak-anak, yang berhubungan erat dengan hilangnya kepercayaan dan insting kasih sayang terhadap pengasuhnya.

Dianggap tindak penganiayaan anak dan melanggar HAM

Di beberapa negara, prosedur mutilasi genital perempuan dilakukan selama masa awal kehidupan bayi, yaitu beberapa hari setelah kelahiran. Pada kasus lain, prosedur ini akan dilakukan saat masa kanak-kanak, periode menjelang pernikahan, setelah pernikahan, saat kehamilan pertama, atau menjelang persalinan yang pertama.

Dr. Babatunde Osotimehin, direktur eksekutif UNFPA, menandaskan bahwa praktik sunat wanita merupakan pelanggaran hak asasi manusia terhadap hak untuk hidup, integritas tubuh, dan kesehatan pribadi. Lebih lanjut, Osotimehin menegaskan bahwa segala bentuk mutilasi genital perempuan merupakan tindakan penganiayaan anak.

Budaya dan tradisi adalah tulang belakang dari kesejahteraan manusia, dan argumen seputar kebudayaan tidak bisa digunakan untuk membenarkan kekerasan terhadap manusia, laki-laki dan perempuan.

Segala bentuk mutilasi genital perempuan dengan metode apapun tidak dapat diterima dari perspektif kesehatan masyarakat, dan merupakan pelanggaran etika kedokteran. —Rappler.com

Tulisan ini berasal dari HelloSehat.com, sebuah situs kesehatan yang menyediakan informasi terpercaya yang mudah diakses oleh seluruh masyarakat Indonesia.

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!