Kemacetan membuat kita semakin cepat tua

Maria Isabel Garcia

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Kemacetan membuat kita semakin cepat tua
Polusi udara merusak pelindung alami kita: kulit kita

JAKARTA, Indonesia — Kemacetan tak hanya membuat kita menghabiskan berjam-jam di jalan, tetapi juga membuat kita rentan terkena penyakit seperti kanker dan menyebabkan kita semakin cepat tua. 

Asap beracun dari kendaraan bermotor menyebabkan penyakit paru-paru, termasuk kanker, sebagaimana merokok berkaitan dengan kanker paru-paru. Hubungan langsung ini telah lama diketahui dalam literatur medis. 

Inilah mengapa semua proyek yang menggunakan batu bara harus menginformasikan keterangan ini sebanyak mereka menggembar-gemborkan keuntungan penggunaan sumber daya yang relatif murah itu.

Polusi udara juga banyak berperan dalam merusak tameng alami kita: kulit kita.

Kulit kita bukanlah sekadar sesuatu yang kita perlihatkan dalam selfie-selfie glamor. Ini adalah pertahanan pertama kita antara lingkungan dengan organ dalam tubuh. 

Kerusakan kulit berarti melemahkan pertahanannya dan menyebabkan peradangan, alergi, dan dalam kemungkinan terburuk, kanker, serta meruntuhkan pertahanan kesehatan atas sistem tubuh lainnya. Inilah mengapa kesehatan kulit adalah salah satu penanda biologis terkait penuaan.

Secara umum masyarakat diajarkan bahwa mataharilah penyebab permasalahan kulit, tetapi penelitian medis mengungkap penyebab-penyebab sebenarnya dan matahari hanyalah satu di antara mereka.

Penelitian yang dipublikasikan pada Mei ini telah menginvestigasi dan menemukan bahwa polusi udara yang sebagian besar disebabkan kemacetan, khususnya di perkotaan, serta operasi pertambangan, utamanya pertambangan batu bara di daerah pinggiran, merusak organ terbesar kita — kulit kita.

Kemacetan lalu lintas menghasilkan lingkungan yang kaya akan asap beracun yang menembus kulit kita sehingga menyebabkan kulit menua lebih cepat dari seharusnya. Penelitian tersebut menemukan bahwa baik kulit orang Kaukasian maupun Asia yang terpapar asap kendaraan bermotor sama-sama menjadi ada bercak hitam dan kerutan yang sebelumnya tak ada. Kita menjadi semakin cepat tua karena kemacetan jalan.

Sebelum penelitian ini muncul, ada investigasi sejenis yang menemukan komponen-komponen polusi udara menyebabkan kita mengalami permasalahan kulit dan kesehatan lainnya.

Jadi apa sebenarnya yang ada dalam “udara mematikan” yang kita, khususnya kita yang tinggal di kota, hirup?

  1. Asap, debu, dan aerosol (atau “materi partikel”) yang dikeluarkan mobil, banyak pabrik serta pembangkit listrik (khususnya yang bertenaga batu bara);
  2. Polycyclic aromatic hydrocarbons (PAH): apa yang diproduksi batu bara, mesin diesel serta pembakaran hal-hal organik, termasuk rokok;
  3. Oksidasi (nitrogen oksida, sulfur dioksida, karbon monoksida) yang dikeluarkan mobil, serta proses-proses industrial maupun alami (aktivitas vulkanis dan kebakaran hutan);
  4. Senyawa organik mudah terbakar yang berasal dari larutan yang dipakai di mobil serta emisi dari proses-proses industrial yang ketika bercampur dengan sinar matahari dan beroksidasi, berubah menjadi kabut asap foto-kimiawi; serta
  5. Ozon yang diproduksi proses-proses industrial tertentu, kendaraan serta cara lain yang membakar bahan bakar.

Setiap bahan utama tersebut ditemukan secara negatif memengaruhi cara kulit kita merespons sebagai tameng terhadap dampak merugikan polusi udara. 

Bagi kita yang hidup di perkotaan, ironis rasanya terjebak di kemacetan jalan dan melihat billboard yang mengiklankan kulit mulus, sementara kita tahu bahwa kita, yang terjebak kemacetan dan menghirup udara yang mematikan, adalah orang-orang yang paling rentan terhadap kerusakan kulit. 

Dan menurut para ahli, beberapa perawatan kecantikan, seperti face scrubs, mungkin lebih berbahaya karena kita menghilangkan penghalang yang seharusnya melindungi diri kita. Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!