Pekan ASI sedunia: Angka pemberian ASI di Indonesia masih rendah

Yuli Saputra

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Pekan ASI sedunia: Angka pemberian ASI di Indonesia masih rendah
Pemberian ASI eksklusif dapat mencegah penurunan gizi anak, buruknya gizi anak, hingga tumbuh pendek

 

BANDUNG, Indonesia — Setiap tahunnya, Pekan Air Susu Ibu (ASI) Sedunia diperingati pada minggu pertama bulan Agustus. 

Pada tahun ini, acara yang merupakan tindak lanjut dari Deklarasi Innocenti tahun 1990 di Florence, Italia, itu mengambil tema “Breastfeeding A Key to Sustainable Development”, di mana menyusui menjadi kunci untuk tercapainya 17 Sustainable Development Goals (SDGs) yang targetnya tercapai pada 2030. Di antaranya menghilangkan kemiskinan, ketidakadilan, dan menghadapi perubahan iklim.  

“Pekan ASI Dunia 2016 merupakan langkah awal agar semua pihak bekerjasama dan menunjukkan bahwa pembangunan berkelanjutan dapat dicapai melalui perlindungan, promosi dan dukungan menyusui,” kata Konselor Menyusui yang juga Leader La Leche League (LLL) Indonesia, Fatimah Berliana Monika Purba, kepada Rappler, Kamis, 4 Agustus.

La Leche League (LLL) adalah organisasi internasional non-profit, non-sektarian yang didedikasikan untuk mengedukasi dan memberikan informasi, dukungan, dan penguatan untuk wanita yang ingin menyusui.

Monika mengatakan dukungan semua pihak terhadap ibu menyusui sangat penting untuk kesuksesan menyusui hingga usia anak mencapai 2 tahun.

Sayangnya, masih banyak yang belum memahami bahwa menyusui itu bukan hanya keterlibatan antara ibu dan anak saja, tapi juga perlu keterlibatan suami, anggota keluarga, tenaga dan fasilitas kesehatan, rekan kerja dan tempat bekerja, masyarakat, pemerintah, dan pembuat kebijakan. 

Dukungan dari suami dan anggota keluarga bisa berupa meyakinkan bahwa ibu dapat menyusui dan memberikan ASI, dan membuat ibu nyaman seperti memijat, membantu mengurus bayi, dan melakukan pekerjaan rumah tangga bila diperlukan. 

Dukungan dari tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan adalah memberikan penjelasan mengenai manfaat menyusui dan pemberian ASI, menjelaskan teknik-teknik dasar menyusui, dan mendukung ibu terus memberikan ASI setiap kali kontrol.

Bagi ibu bekerja, dukungan dari rekan kerja dan tempat bekerja juga sangat penting. Seringkali kegagalan menyusui berawal saat ibu menyusui mulai bekerja.

Dukungan yang diperlukan adalah menyediakan ruang laktasi yang nyaman dan memenuhi syarat, mendukung dan melindungi hak para pekerja wanita yang menyusui untuk memerahkan di tempat kerja, dan memberikan cuti melahirkan yang memadai sesuai undang-undang.  

Menciptakan lingkungan yang ramah bagi ibu menyusui juga turut berkontribusi pada keberhasilan menyusui. Apalagi bila hal itu didukung oleh kebijakan dari pemerintah yang menguatkan terwujudnya kondisi tersebut. 

Sebagai pembuat kebijakan, pemerintah dan anggota legislatif bisa membuat aturan atau penyediaan fasilitas yang memudahkan ibu menyusui di tempat umum, seperti menyediakan ruang laktasi yang  memadai lebih banyak dan merata di tempat-tempat umum, serta kebijakan yang melindungi hak ibu terutama Ibu pekerja dalam memberikan ASI dan memberikan sanksi tegas kepada yang melanggar.  

Pemerintah juga harus lebih gencar melakukan edukasi dan promosi ASI ke semua daerah terutama daerah-daerah terpencil.  Selain itu, pemerintah secara tegas mengimplementasikan International Code for Breastmilk Substitute dari WHO sehingga berbagai pelanggaran yang dilakukan oleh para produsen susu formula dapat dihentikan dan ditindaklanjuti.

“Karena itu, setiap minggu pertama bulan Agustus setiap tahun dijadikan sebagai Pekan ASI, yang dilaksanakan untuk meningkatkan kesadaran semua pihak tentang pentingnya ASI bagi bayi dan diperlukannya dukungan bagi ibu dalam mencapai keberhasilan menyusui bayinya” ujar Monika.

Data Badan Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan rata-rata angka pemberian ASI eksklusif di dunia hanya 38 persen. Indonesia adalah salah satunya. 

Di Indonesia, ungkap Monika, angka pemberian ASI masih rendah. Berdasarkan data yang dikumpulkan International Baby Food Action Network (IBFAN) 2014, Indonesia menduduki peringkat ke tiga terbawah dari 51 negara di dunia yang mengikuti penilaian  status kebijakan dan program pemberian makan bayi dan anak (Infant-Young Child Feeding).  

Ini menunjukkan, pemberian ASI sebagai makanan pertama bayi masih kurang. Padahal, lanjut Monika, penurunan gizi anak hingga menyebabkan anak bergizi kurang hingga buruk dan tumbuh pendek (stunting) dapat dicegah sedini mungkin dengan pemberian ASI eksklusif dan MPASI yang benar.

“Hal ini menunjukkan masih besarnya tantangan yang perlu dihadapi, masih kurangnya komitmen bersama semua pihak dalam melakukan upaya-upaya perlindungan, promosi dan dukungan terhadap pemberian asupan bayi,” kata Monika.—Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!