Tepuk tangan meriah menyambut film ‎Wiji Thukul di Swiss

Jennifer Sidharta

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Tepuk tangan meriah menyambut film ‎Wiji Thukul di Swiss
Wiji Thukul adalah seorang aktivis, penulis puisi, dan seorang ayah yang berkontribusi dalam perkembangan demokrasi di Indonesia

JAKARTA, Indonesia Tepuk tangan panjang menyambut berakhirnya film Istirahatlah Kata-Kata di Locarno International Film Festival, Swiss pada Selasa, 10 Agustus.

Film tentang penyair Wiji Thukul itu memang menjadi salah satu film yang dilombakan dalam sesi Cineasti del Presente dari festival film internasional Locarno.

Sesi Cineasti del Presente dirancang khusus untuk pembuat film pemula yang berkompetisi untuk film pertama atau kedua.

Film Istirahatlah Kata-Kata diputarkan untuk pertama kalinya pada Selasa pukul 11:00 waktu Swiss (atau 16:00 WIB waktu Jakarta). 

Lebih dari 500 orang menonton film garapan sutradara Yosep Anggi Noen tersebut.

 

Istirahatlah Kata-Kata yang berjudul internasional Solo, Solitude adalah film kedua Yosep. Pada 2012, ia berkompetisi dengan film panjang “Vakansi yang Janggal dan Penyakit Lainnya”.

Saat memberi pengantar sebelum film diputarkan, Direktur Artistik Locarno International Film Festival, Carlo Chatrian, mengatakan Wiji Thukul adalah seorang “aktivis, pembuat puisi, sekaligus sosok Ayah yang berkontribusi dalam perkembangan demokrasi di Indonesia”.

Didampingi institusi negara

Di Locarno, Sutradara Yosep Anggi Noen, Produser Yulia Evina Bhara, dan Marissa Anita, pemeran istri Wiji Thukul (Sipon) dalam film Istirahatlah Kata-Kata, didampingi Direktur Produksi Film Negara dan perwakilan Kementerikan Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, Ahmad Mahendra (Kasubdit Program Evaluasi dan Dokumentasi Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya).

“PFN sangat mendukung film ini bisa tayang di Indonesia kepada publik luas, diterimanya Istirahatlah Kata-Kata di Locarno International Film Festival, membutikan Indonesia  kaya akan cerita kemanusiaan yang bisa dikembangkan oleh para pembuat film lainnya. Film ini harus tayang di bioskop Indonesia,” kata Abduh dalam siarany persnya.

Dalam sesi tanya jawab, Anggi menyatakan ia bisa membuat film berkat Wiji Thukul selaku salah satu pejuang demokrasi.

“Tanpa terbukanya ruang demokrasi pada tahun 1998 di Indonesia, mustahil bagi saya untuk bisa dapat memperlihatkan film ini kepada anda semua. Di dalam film ini saya memberikan ruang untuk puisi-puisi Wiji Thukul bisa terdengar lagi. Saya juga ingin menunjukkan perjalanan hidup seorang sastrawan yang mendiami hidup dan kata-kata,” kata Anggi.  

Seorang penonton kemudian menanyakan apakah generasi muda Indonesia tahu tentang Wiji Thukul.

“Untuk itulah film ini dibuat, agar kami dan generasi muda Indonesia belajar tentang sejarah, bahwa demokrasi diperjuangkan oleh banyak orang dan salah satunya adalah Wiji Thukul,” kata Yulua.

 

Senada dengannya, Marisa Anita menyatakan suara Wiji Thukul dahulu, pada tahun 1980 hingga 1990an, sangat terdengar. Ia berharap dengan film Istirahatlah Kata-Kata, generasi muda juga bisa mendengar suara sang aktivis melalui puisi-puisinya.

Film Istirahatlah Kata-Kata diproduksi bersama oleh Muara Foundation, Partisipasi Indonesia, KawanKawan Film dan LimaEnam Films. Film berdurasi 97 menit ini direncanakan ditayangkan di bioskop Indonesia menjelang akhir tahun ini. – Rappler.com  

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!