Jusuf Kalla: Orang menjadi radikal karena dipicu rasa marah dan putus asa

Santi Dewi

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Jusuf Kalla: Orang menjadi radikal karena dipicu rasa marah dan putus asa

ANTARA FOTO

Jusuf Kalla berpendapat dalam memberantas tindak terorisme, yang menjadi kunci yakni mencari tahu penyebab orang melakukan teror dan cara mengatasinya

BALI, Indonesia – Wakil Presiden Jusuf “JK” Kalla mengatakan para pemimpin dunia tidak akan dapat mengatasi tindak terorisme jika tak mengatasi akar permasalahan. Caranya, menurut JK yakni dengan mencari jawaban dari penyebab seseorang melakukan tindak terorisme dan bagaimana cara mengatasinya.

“Justru hal ini malah jarang dibicarakan. Mengapa tindak terorisme itu dapat terjadi? Mengapa mereka bisa melakukan tindak teror dengan modal yang sedikit tetapi korban yang jatuh sangat banyak?” tanya JK ketika menutup KTT International Meeting on Counter Terrorism (IMCT) di Nusa Dua, Bali pada Rabu, 10 Agustus.

Dari pengalamannya menuntaskan konflik di Poso dan Ambon dipicu oleh banyaknya generasi muda yang marah, putus asa dan kehilangan harapan. Di negara Timur Tengah, mereka kemudian membentuk kelompok teroris yakni Al-Qaidah dan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).

“Al-Qaidah datang dari Afghanistan dan ISIS datang dari Irak dan Suriah. Ada kesamaan dari ketiga negara tersebut yakni ketiganya sama-sama negara yang gagal,” kata JK.

Kegagalan di ketiga negara itu, JK melanjutkan, karena didorong dua faktor yakni permasalahan internal dan adanya intervensi negara-negara besar.

“Maka, banyak generasi mudanya yang kehilangan harapan, masa depan, lalu mengungsi dan tidak tahu lagi apa arti hidup. Mereka kemudian menjadi marah. Itu yang sebenarnya yang membuat mereka menjadi radikal,” tuturnya lagi sambil menyebut pemicu teror bukan karena faktor agama.

Jika ditelusuri para pelaku teror, rata-rata memiliki pengalaman pernah berlatih di Afghanistan. Dari sana, mereka melihat sendiri satu bentuk penjajahan yang terjadi di negara Muslim.

“Kita memang marah ketika melihat korban pembunuhan akibat tindakan teror di Belgia dan Paris. Tetapi, justru lebih banyak lagi korban akibat pemboman di Irak dan Suriah tanpa alasan yang jelas. Hal ini lah yang membuat mereka menjadi marah,” kata JK.

Pola terorisme baru

Jika dalam metode teror sebelumnya negara-negara Eropa yang kerap dijadikan sasaran aksi, tetapi kini, negara dengan mayoritas penduduk Muslim pun tidak luput. Beberapa aksi teror yang terjadi di Madinah, Jeddah, Jakarta dan Istanbul dipicu karena pelaku marah dan ingin menegakkan hukum syariah.

“Kemudian setelah marah dan menebar teror, mereka berharap bisa mencapai surga dengan jalan pendek. Mereka tidak mencari uang atau kedudukan politik,” katanya.

Dari pengalamannya, JK kemudian mengatakan kepada para pelaku konflik di Ambon dan Poso bahwa tidak ada satu pun yang bisa masuk ke surga usai membakar masjid dan membunuh orang.

“Saya katakan kepada mereka, bahwa mereka semua akan masuk neraka jika melakukan hal itu,” ujar JK yang disambut senyum para tamu.

Hal lain yang dia cermati yakni mengenai pola serangan terorisme yang semakin berkembang. Jika pada satu dekade lalu, serangan teror dilakukan dengan membajak pesawat, maka kini pesawat itu bisa ditabrakan ke gedung dan mengakibatkan jatuhnya korban jiwa.

Pola lainnya yakni seperti kejadian teror di Nice, Perancis yang dapat menewaskan 84 orang hanya dengan menabrakan truk ke arah kerumunan orang.

“Pelaku diketahui bukan seorang ahli agama. Jadi, bukan agama yang menyebabkan aksi itu, tetapi karena kemarahan, keputusasaan dan kehilangan harapan akibat kerusakan yang terjadi di negara asalnya,” tutur JK. – Rappler.com

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!