Aktivis: 1 demonstran luka ditembak, 1 lagi dianiaya di Papua

Kanis Dursin

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Aktivis: 1 demonstran luka ditembak, 1 lagi dianiaya di Papua
Korban sempat dibawa ke rumah sakit tetapi diungsikan karena merasa tidak aman

JAKARTA, Indonesia – Satu orang demonstran menderita luka tembakan di kepala dan satu lagi mengalami penganiayaan ketika simpatisan kelompok pro-referendum Komite Nasional Papua Barat (KNPB) melakukan protes di Abepura, Papua pada Senin, 15 Agustus.

“Korban yang kena tembakan harus mendapat lima jahitan dan sekarang mereka masih merasa pusing. Mereka tidak bisa istirahat,” kata aktivis Frederika Korain kepada Rappler pada Senin.

Menurut Erika, kedua korban sempat dibawa ke rumah sakit tetapi diungsikan setelah mendapat pertolongan medis karena “merasa tidak aman”.

Kedua mahasiswi tersebut, menurut Erika, ditembak dan dianiaya ketika 800an masa KNPB melakukan long march dari kampus Universitas Cendrawasih ke Lingkaran Abepura untuk memprotes Kesepakatan New York antara Indonesia dan Belanda pada 1962.

“Mereka dihadang dan dianiaya aparat kepolisian,” kata Erika, sambil melanjutkan: “Para demonstran berencana melakukan long march ke Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Papua di Jayapura.”

Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Papua Paulus Waterpauw menyangkal aparatnya melakukan penembakan kepada demonstran.

“Polisi menghadang mereka yang hendak melakukan long march ke Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Papua. Memang sempat terjadi aksi saling mendorong tetapi tidak ada kekerasan,” kata Paulus kepada Rappler.

Dia juga melanjutkan polisi membawa 17 demonstran ke kantor Polresta Abepura untuk dimintai keterangan.

“Tergantung hasil pemeriksaan, mereka bisa saja ditahan,” katanya.

Selain di Abepura, simpatisan dan anggota KNPB di Jayapura juga melakukan demo ke DPR Papua. Namun seperti halnya di Abepura, para demonstran dihadang aparat kepolisian.

“Kami baru saja menemui para demonstran untuk mendengar aspirasi mereka,” kata anggota DPR Papua Laurenzus Kadepa dari Partai Nasional Demokrat (NasDem) kepada Rappler.

Menurut Laurenzus, para demonstran menyebut Kesepakatan New York ilegal dan sarat dengan kepentingan kapitalis, terutama Amerika Serikat.

“Mereka menyebut New York Agreement ilegal karena tidak melibatkan masyarakat Papua,” kata Laurenzus.

Pada 15 Agustus 1962, Indonesia dan Belanda menadatangani sebuah kesepakatan untuk menyerahkan Irian Barat, sekarang Provinsi Papua dan Papua Barat, ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebelum diserahkan ke Indonesia. Kesepakatan itu juga menugaskan Indonesia untuk melakukan referendum bagi masyarakat Papua.

Pada Juli dan Agustus 1969, Indonesia menyelenggarakan penentuan pendapat rakyat (Pepera) di mana masyarakat Papua memilik berintegrasi dengan Indonesia. Namun, kelompok pro-kemerdekaan menuduh referendum tersebut dilakukan di bawah tekanan dan intimidasi aparat keamanan Indonesia dan tidak mewakili aspirasi masyarakat Papua karena hanya diikuti oleh 1,025 orang. – Rappler.com

 

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!