Pendapatan turun, pengemudi Gojek mogok di Semarang

Fariz Fardianto

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Pendapatan turun, pengemudi Gojek mogok di Semarang
Para pengemudi merasa diperas habis-habisan oleh pihak manajemen

SEMARANG, Indonesia – Gelombang mogok massal pengemudi Gojek terjadi di Semarang pada Senin siang, 15 Agustus, pasca perusahaan pengojek online yang berpusat di Jakarta itu berubah status menjadi start-up unicorn.

Ribuan pengemudi mula-mula datang secara serentak dari segala penjuru jalan raya menuju kantor cabang Gojek di Jalan Kalibanteng. Setibanya di lokasi pukul 13:30 WIB, mereka yang memakai jaket hijau khas Gojek merapat ke halaman kantor Gojek.

Tak lama kemudian, mereka menyatakan sikap untuk berhenti melayani orderan penumpangnya mulai hari ini.

“Sudah tiga hari terakhir, tarifnya diturunkan dan itu jelas mempersulit kita saat mengejar bonus tiap tarikan. Ya, sama saja tenaga kita diperas habis-habisan. Makanya kita berhenti kerja seperti yang dilakukan di seluruh Indonesia,” ujar Arko Saharudin, seorang driver Gojek kepada Rappler.

Ia mengatakan Gojek telah melakukan keputusan tanpa melibatkan para drivernya. Imbas dari penurunan tarif itu membuat penghasilannya tergerus sampai 50 persen.

“Saya itung-itungannya, dari semula bisa meraup pendapatan Rp 120 ribu sehari ditambah bonus Rp 80 ribu. Sekarang mau cari bonus pun sangat susah, karena pihak manajemen memberi bonus dilihat dari performa tiap driver,” ungkap Arko.

Selain di Semarang, gelombang mogok massal dalam kurun waktu yang sama muncul di Makasar, Denpasar, Kalimantan, Yogyakarta, Solo hingga Bandung.

Diakuinya, keputusan sepihak dari PT Gojek Indonesia sangat merugikan dirinya.

Driver lainnya yang menolak dikutip namanya mendesak kepada perusahaan segera memberi penjelasan terkait motif dibalik penurunan tarif tersebut. “Lebih baik mereka jelasin apa maksud dari semua ini. Saya rasa keputusannya sangat tidak masuk akal dan merugikan saya,” katanya.

Anto Heriyawan, pengojek online lainnya lalu merinci penurunan tarif yang berimbas pada bonus yang diterimanya tiap hari. “Tadinya enak, Mas, dapat bonus sekali narik Rp 15 ribu, tapi tiga hari terakhir ini mentok terima bonus Rp 7.000,” paparnya.

Akibat kebijakan ini, ia seperti dipaksa menerima kebijakan perusahaan, karena jika menolak mengorder penumpangnya bakal terkena suspend.

“Makanya, kita dalam posisi terjepit. Padahal ini pegangan hidup saya karena masih menghidupi dua anak dan seorang istri,” keluhnya.

Ia pun merasa dipaksa kerja dibawah tekanan dengan upah sangat minim. Untuk sekali jalan saja, ia seringkali nombok lantaran harus mengeluarkan ongkos tambahan untuk parkir, paket internet seluler hingga kebutuhan mendesak lainnya di jalan raya. – Rappler.com.

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!