Chelsea vs West Ham: Era baru Tim Biru

Agung Putu Iskandar

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Chelsea vs West Ham: Era baru Tim Biru
Derbi London bakal menjadi pembuktian Antonio Conte. Apakah Chelsea bakal kembali mengulang tragedi musim lalu?

 

JAKARTA, Indonesia – Chelsea mengawali musim 2016/2017 dengan aktivitas di bursa transfer tak terlalu jor-joran. Padahal, mereka punya alasan cukup kuat untuk kembali merombak skuat. Musim lalu, mereka menjadi juara bertahan terburuk dalam sejarah Liga Primer.

Namun, manajemen tidak panik. Pembelian terbesar mereka hanya N’Golo Kante yang direkrut dari Leicester City. Selain itu, mereka juga mendatangkan Michy Batshuayi yang dibeli dari Marseille.

Selebihnya, klub berjuluk The Blues itu memanggil kembali sejumlah pemain yang dipinjamkan. Yakni Victor Moses (West Ham), Juan Cuadrado (Juventus), dan Nathaniel Chalobah (Napoli).

Mereka sadar, penyebab terpuruknya Chelsea bukan soal line up pemain. Tapi mentalitas John Terry dan kawan-kawan. Semangat mereka drop justru karena pelatihnya sendiri.

Karena itu, kehadiran manajer anyar Antonio Conte bakal mengisi tugas tersebut.

Dalam hal kepemimpinan, tugas tersebut tak bakal susah bagi legenda Juventus tersebut. Sebab, Conte adalah pemimpin bagi pasukan La Vecchia Signora—sebutan Juventus—di era 1990-an.

Saat menjadi kapten raksasa Italia tersebut, Juve mampu menjadi penguasa negeri sendiri dan Eropa. Dia mampu membawa pulang lima gelar Serie A, satu Copa Italia, dan satu piala Liga Champions ke Turin.

Begitu juga saat menempuh karir kepelatihan. Manajer 47 tahun tersebut mampu memimpin pasukannya hingga mendominasi negeri pisa selama tiga musim beruntun.

Puncaknya, nama Conte memenuhi udara saat tim asuhannya, Italia, mengalahkan Spanyol 2-0 di fase grup dan mampu terus melaju hingga babak perempat final Euro 2016.

Memang, pendekatan Conte kurang lebih sama dengan Mourinho. Dia selalu memperlakukan anak asuhnya dengan keras.

Bahkan, Andrea Pirlo, mantan anak asuhnya di Juventus, punya istilah khusus untuknya. “Dia seperti serigala yang punya dua istri. Satu istri di rumah dan istri lainnya adalah sepak bola,” kata Pirlo dalam bukunya, I Think Therefore I Play.

Para pemain, kata Pirlo, diminta untuk mengerahkan segalanya di lapangan. “Bahkan kalau perlu para pemain harus makan rumput demi agar bisa menang,” tambahnya.

Namun, Conte memiliki nilai lebih dibanding Mourinho. Sesuatu yang membuat karismanya di atas The Special One. Conte adalah pemimpin di lapangan dan dari pinggir lapangan. Kesuksesannya bukan hanya dari berteriak-teriak mengatur pasukan tapi juga berjibaku di lapangan.

Nilai lebih itulah yang membuat dia seharusnya lebih mampu mengatur talenta yang “mogok” bermain bagus musim lalu seperti Eden Hazard dan Cesc Fabregas.

Apalagi, Conte bukan tipikal pemain yang selalu disuplai talenta terbaik. Tim Italia di Euro 2016, misalnya, adalah tim terburuk dalam sejarah Gli Azzurri di major tournament.

Nama Emanuele Giaccherini yang tenggelam di Sunderland mendadak menjadi tulang punggung tim. Begitu juga Graziano Pelle yang hanya mencetak 11 gol di musim 2015-2016 di Southampton.

Mantan pelatih Bari dan Siena itu terbukti mampu memaksimalkan potensi pemain. Di tangannya, para pemain biasa bisa tampil impresif. Sesuatu yang tak mudah dilakukan banyak pelatih.

Conte juga sudah menegaskan garis komandonya. Dia ingin timnya mencontoh juara bertahan Leicester. Mereka memang tak diperkuat pemain fantastis, tapi kebersamaan dan semangat di lapangan mengantarkan mereka meraih gelar.

“Ada rasa kebersamaan yang luar biasa di antara pemain. Setiap orang selalu siap menolong rekannya karena mereka tahu, mereka juga akan dibantu saat membutuhkan pertolongan,” katanya seperti dikutip BBC.

Karena itu, menilai Chelsea hanya dari nama-nama pemain barunya adalah kesesatan yang nyata.

“Pemain bagus memang penting. Tapi yang juga tak kalah penting adalah menciptakan semangat yang tepat,” katanya.

Conte bakal menunjukkan bagaimana kinerjanya dalam membangkitkan performa pasukannya. Yakni dalam laga perdana Chelsea musim ini melawan West Ham, Senin, 16 Agustus, pukul 02.00 WIB dini hari di Stamford Bridge.  

Menunggu kepastian formasi

Sayangnya, pekerjaan paling rumit justru baru dimulai Conte: menentukan formasi terbaik tim.

Di laga pramusim, Chelsea berkali-kali berganti sistem. Mulai dari 4-1-4-1, 4-2-3-1, hingga 4-2-4. Tapi, tak ada yang memuaskan Conte. Formasi suksesnya di Euro 2016, 3-5-2 justru tak pernah dilakukan di Chelsea.

Dan eksperimen itu belum berakhir bahkan hingga laga West Ham tinggal dalam hitungan hari.

Banyak yang menganggap formasi ideal Chelsea adalah 4-1-4-1. Sistem tersebut membuat mereka bisa memaksimalkan peran Kante. Pemain Perancis tersebut bisa dipasang sebagai palang pintu pertahanan sebelum para pemain lawan menyerbu kuartet bek.  

Apalagi, tugas tersebut bukan sesuatu yang asing bagi Kante. Di Leicester, Kante kerap bermain sebagai satu-satunya gelandang yang membantu pertahanan saat timnya diserang—meski mereka bermain dengan formasi 4-4-2.

Selain itu, formasi tersebut juga bisa menutupi kelemahan Kante. Pemain 25 tahun tersebut kurang memiliki visi menyerang. Saat ikut membantu serangan pun, akurasi tembakannya payah. Karena itu, menempatkan Kante sebagai gelandang yang fokus bertahan adalah pilihan paling tepat.

Lagi pula, dengan formasi 4-1-4-1, empat gelandang sudah lebih dari cukup untuk membantu serangan.  

Belum selesai dengan formasi, Conte juga harus menghadapi fakta bahwa Slaven Bilic—manajer West Ham—musim lalu adalah pelatih debutan yang cukup bagus. Dia mampu membawa The Hammers finis di posisi ketujuh dan meraih poin tertinggi dalam sejarah klub tersebut.

Padahal, baru musim lalu pelatih berpaspor Kroasia itu merumput di Liga Primer.

Bilic bakal lebih siap menghadapi liga ini karena beberapa pemain utamanya tetap setia bertahan di London. Dimitri Payet yang gilang gemilang musim lalu dan di Euro 2016 tetap bertahan. Begitu juga Diafra Sakho, Aaron Cresswell, dan Cheikhou Kouyate.

Bahkan, musim ini Bilic mendapatkan tenaga baru. Andre Ayew berlabuh ke West Ham dari klub lamanya, Swansea.

Sayangnya, para pemain utama tersebut tak bisa dimainkan. Hanya Ayew yang bisa tampil. Namun, Bilic masih bisa memasang Andy Caroll sebagai penyerang tengah dengan Sofiane Feghouli sebagai winger kanan.

Tanpa Payet, West Ham bakal sulit menembus pertahanan Chelsea. Apalagi, kuartet pertahanan Chelsea bakal full team. Kapten Terry bakal memimpin tiga rekannya, Cesar Azpilicueta, Gary Cahill, dan Branislav Ivanovic menjaga gawang Thibaut Courtois.

Bilic kini tinggal berharap kebersamaan timnya bisa menghambat laju Chelsea.

“Ada pemain yang datang dan itu membantu kekuatan tim. Kami berharap kami bisa terus berkembang karena kami terus bersama sejak musim lalu,” kata Bilic. —Rappler.com

BACA JUGA:

 

 

 

 

 

 

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!