Evaluasi Indonesia di Olimpiade Rio: Angkat besi jangan jadi ‘anak tiri’

Mahmud Alexander

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Evaluasi Indonesia di Olimpiade Rio: Angkat besi jangan jadi ‘anak tiri’

EPA

Pemerintah harus mulai menyusun skala prioritas untuk mengembangkan cabang olahraga yang berpotensi medali.

JAKARTA, Indonesia — Raihan medali Indonesia di ajang Olimpiade Rio de Janeiro 2016 memang meleset dari target awal: dua emas. Target di angkat besi meleset.

Meski demikian, hasil 1 emas dan 2 perak di seluruh cabang olahraga sudah lebih baik dari Olimpiade London 2012. Satu emas dari bulu tangkis berhasil mengembalikan tradisi emas Indonesia di Olimpiade.

Karena itu, Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi menolak disebut gagal. Baginya, satu emas dan dua perak jauh melonjak dibanding Olimpiade 2012 yang gagal menyumbangkan satu pun medali emas. 

Indonesia hanya mendapatkan 1 medali perak dan 1 perunggu di Olimpiade London empat tahun lalu.

“Ini adalah hadiah terbaik. Target kami bisa membawa pulang emas dan hasil ini menunjukkan supremasi Indonesia untuk meraih emas. Mengembalikan tradisi emas sudah tercapai,” katanya.

(BACA: Indonesia sukses selesaikan misi ‘Menjemput Emas’ di Olimpiade Rio)

Imam justru memandang ada peluang untuk memperbaiki torehan medali di ajang Olimpiade Tokyo pada 2020 mendatang. Raihan di cabor atletik, angkat besi, dan bulu tangkis, memungkinkan meningkat pada empat tahun ke depan.

Di balik semua itu, mau tidak mau, harus diakui bahwa ada target emas yang tak bisa tercapai oleh Eko Yuli Irawan. Kekecewaan pun ditunjukkan oleh Eko dan pelatihnya usai dijemput dalam kepulangan ke Tanah Air beberapa waktu silam.

“Kami sebenarnya kurang puas, karena kami yakin bisa emas. Lawan ternyata luar biasa, bisa meraih medali di luar dugaan dan hitung-hitungan,” kata Eko.

Persiapan selalu kurang

Di balik pernyataan itu, sejatinya ada beberapa cabor yang awalnya mengeluhkan persiapan. Mereka tak mendapatkan perlengkapan tepat sesuai waktu. Karena itu, pembenahan yang harus dilakukan adalah dalam manajemen persiapan. 

“Bukan menyesalkan, tapi memang sempat ada keterlambatan perlengkapan, atletik pun sempat jauh-jauh hari minta lapangan standar, dibangunnya malah jelang keberangkatan,” tutur sumber yang tak mau disebut namanya.

Ia membandingkan dengan negara-negara lain. Umumnya atlet Olimpiade sudah dipersiapkan sejak jauh-jauh hari. Ia mencontohkan dengan Thailand yang langsung melakukan persiapan panjang, dengan program terstruktur setelah Olimpiade London 2012.

Indonesia baru melakukan pergantian Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas (Satlak Prima) pasca Suwarno ‎pada Oktober 2015 atau tak sampai setahun dari Olimpiade Rio. Program pun baru disusun ala kadarnya. Dikebut dalam beberapa bulan saja.  

Belum bisa ulangi Sydney 2000

Raihan medali Indonesia memang masih belum sesuai harapan di Olimpiade kali ini. Ketua Satlak Prima Sutjipto bahkan berani sesumbar, Indonesia sebenarnya menarget tiga emas, tapi gagal.

Ucapan ini berbanding terbalik dengan saat akan berangkat ke Brasil, yang mengincar‎ dua emas.

Meski bisa meraih emas, capaian jumlah medali atlet Indonesia pada Olimpiade kali ini masih kalah dibanding Olimpiade-Olimpade sebelumnya. Total Indonesia meraih 3 medali, satu emas dan dua perak.

Menghitung ke belakang, pada 2012 di London, Indonesia kehilangan tradisi emas. Mereka hanya meraih 2 medali, yakni satu perak dan satu perunggu.

Di Olimpiade Beijing 2008, Indonesia mengoleksi 5 medali, dengan satu emas, satu perak, dan tiga perunggu. Torehan itu lebih baik ‎dari Olimpiade Athena, Yunani 2004, yang mengoleksi 4 medali dengan rincian satu emas, satu perak, dan dua perunggu.

Torehan medali terbanyak Indonesia adalah ‎di Olimpiade Sydney 2000. Saat itu, 6 medali didapatkan pasukan Merah Putih dengan satu emas, tiga perak, dan dua perunggu.

Di Olimpiade Atalanta 1996, Indonesia mengumpulkan 4 medali, yakni satu emas, satu perak, dan dua perunggu. Rekor medali emas dalam satu edisi Olimpiade sejauh ini hanya terjadi sekali yakni pada edisi 1992, di Barcelona.

Saat itu, dua emas, dua perak, dan satu perunggu menjadi capain skuat Merah Putih. Ini lonjakan yang signifikan, setelah Indonesia mampu untuk kali pertama meraih medali Olimpiade di Seoul pada 1988, dari cabor panahan dengan medali perak.

Pelatnas angkat besi perlu direalisasikan

Bulu tangkis menyumbang medali di Olimpiade, itu adalah hal yang wajib dan harus dilakukan oleh cabang tepok bulu tersebut.

Dari era kemerdekaan, sampai saat ini, prestasi di cabor itulah yang memang sangat bisa dibanggakan Indonesia, meraih medali tertinggi di ajang olahraga terakbar sejagat.

Namun, yang menarik perhatian dan layak untuk diperjuangkan adalah membangun prestasi mentereng dari cabor lain. Melihat raihan medali di Olimpiade, tanpa dipelatnaskan seperti Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI) di Cipayung, ternyata angkat besi bisa meraih medali.

Tidak juga seperti panahan yang belum bisa berprestasi tinggi lagi sejak 2008, tapi angkat besi begitu konsisten. Mereka meraih banyak medali dan tak pernah absen menyumbangkan pundi-pundi prestasi bagi Indonesia di Olimpiade.

Yang perlu digaris bawahi, tanpa ‎Pelatnas, sejauh ini capaian angkat besi luar biasa. Di Olimpiade, Indonesia telah mengoleksi 30 medali total. 19 medali berasal dari cabor bulu tangkis, 10 angkat besi, dan hanya satu dari panahan.

Bayangkan, bagaimana kalau angkat besi memiliki Pelatnas sepanjang tahun, dengan program jangka panjang berkesinambungan dan tempat yang layak serta menetap?

Banyak fasilitas yang dimiliki oleh pemerintah, bisa dimanfaatkan oléh angkat besi. Di Cibubur, misalnya. Lokasi tersebut sangat dekat RS Olahraga Nasional, fasilitas latihan juga memadai. Sejumlah alat sport science juga tersedia, akses pun mudah.

Pengelolaan Pelatnas cabor angkat besi terpusat seperti Pelatnas Cipayung. Dengan 10 medali dan saat ini menyumbangkan perak berturut-turut, Pelatnas Angkat Besi bisa dimulai demi menghadapi Olimpiade Tokyo 2020.—Rappler.com 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!