Perlukah hubungan homoseksual dipidanakan?

Rappler.com

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Perlukah hubungan homoseksual dipidanakan?
Apa dampak sosialnya jika MK mengabulkan uji materi KUHP tentang kekerasan seksual?

JAKARTA, Indonesia — Mahkamah Konstitusi (MK) akan melanjutkan sidang uji materi terhadap pasal 284, 285, dan 292 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang kekerasan seksual.

Permintaan ini diajukan oleh Aliansi Cinta Keluarga (AILA) Indonesia, dengan harapan mempidanakan kaum homoseksual.

“Kita menyaksikan kemerosotan moral terus terjadi,” kata Ketua AILA Rita Hendrawaty Soebagio, awal Agustus ini. 

Dalam ketentuan pidana yang berlaku saat ini, hubungan seks dinyatakan ilegal jika melibatkan anak kecil yang belum cukup umur, dan berlaku baik bagi homoseksual maupun heteroseksual.

Namun dalam uji material yang diajukan oleh AILA, MK diminta untuk mengubah pasal 284, agar hukuman tersebut berlaku bagi semua umur, khususnya terkait homoseksualitas. 

Sejauh ini, uji materi telah 4 kali disidangkan dan menghadirkan para saksi ahli yang mendukung para pemohon. Mereka menyebut jika homoseksualitas dapat menularkan penyakit kelamin dan merupakan penyakit kejiwaan.

Selama sidang, pembahasan lebih sering menyinggung hubungan homoseksual. Padahal, dalam permohonan disebut juga tentang hubungan heteroseksual.

Upaya mempidanakan LGBT?

Meski demikian, Rita menolak jika disebut berupaya mempidanakan kaum homoseksual. Ia mengaku hanya ingin meluaskan pengertian dari perzinahan.

“Dari dulu, itu sudah pidana. Kami sekadar ingin memperluas pengertiannya saja,” katanya.

Sebelumnya, pidana hanya dijatuhkan jika pemaksaan hubungan terjadi dengan anak di bawah umur, termasuk sesama jenis.

Namun, AILA berupaya agar hubungan homoseksual, meskipun cukup umur, juga dipidanakan. Dalam KUHP saat ini, perilaku homoseks bukan kejahatan apabila pelaku dan korban sama-sama sudah dewasa.

Dalam hal ini, perzinaan berlaku juga untuk pelaku kumpul kebo; perkosaan berlaku juga bagi pemerkosaan sesama laki-laki, dan homoseks berlaku juga bagi korban yang sudah dewasa.

Apakah tepat ke MK?

Direktur Litigasi Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM, Yunan Hilmy, menilai pengajuan uji materi ke MK kurang tepat

Menurutnya, pemohon bukan hanya sekadar mengubah substansi ketentuan pidana perzinahan, pemerkosaan, dan homoseksual.

“Tetapi mengarah pada perubahan sistem pidana di Indonesia yang merupakan kewenangan pembentuk Undang-Undang (legislative review),” kata Yunan.

Ia menyarankan para pemohon untuk menyampaikan pemikiran terkait masalah perzinahan, pemerkosaan, dan homoseksual kepada pemerintah dan DPR. Sebab, problematika Rancangan KUHP tidak dapat diselesaikan secara tuntas melalui uji materi di MK.

“Untuk itu, pemerintah meminta MK menolak permohonan ini dan menyatakan Pasal 284, Pasal 285, Pasal 292 KUHP tidak bertentangan dengan UUD 1945,” tutur Yunan.

Dampak sosial

Aktivis hak sipil dan kewargaan, Lies Marcoes, mengatakan, bila MK mengabulkan gugatan ini, akan ada dampak sosial yang luar biasa.

“Nantinya orang bisa seenaknya menggrebek, main hakim sendiri, dan melakukan kekerasan apa saja terhadap kaum LGBT atau yang mereka anggap LGBT, dengan alasan menegakkan ketentuan hukum KUHP,” kata Lies.

Dampak ini sudah terlihat lewat TAP MPRS XXV/1966 tentang Marxisme/Leninisme yang digunakan beberapa kalangan setiap kali menentang atau membubarkan acara terkait tragedi 1965 atau yang dituding sebagai alat propaganda komunisme.

Namun, Rita memiliki pandangan lain. Ia mengakui agresivitas memang mungkin terjadi, namun uji materi bertujuan untuk mengurangi tindakan main hakim sendiri.

“Justru yang kami khawatirkan adalah masyarakat main hakim sendiri karena tidak ada perangkat yang cukup. Tapi kalau perangkatnya cukup masyarakat mestinya memiliki kesadaran hukum, bahwa proses pengadilan dan hukum bisa ditempuh,” kata Lies.

Bagaimanapun juga, negara harus benar-benar mengkaji kasus ini dengan teliti. Pemerintah harus memperhitungkan kesiapan penjara; juga apakah patut bagi kejaksaan, kepolisian, dan kehakiman untuk mencampuri ranah pribadi warganya.

Menurutnya, Indonesia masih memiliki segudang masalah lain yang lebih mendesak, daripada mengusik orientasi seksual masyarakat. —Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!