Geliat pabrik semen usai ‘dihentikan’ Jokowi

Fariz Fardianto

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Geliat pabrik semen usai ‘dihentikan’ Jokowi
Perusahaan mengatakan Presiden menghentikan penambangan karst di Pegunungan Kendeng, bukan pembangunan pabrik

SEMARANG, Indonesia – Presiden Joko ‘Jokowi’ Widodo berjanji kepada 9 perempuan dari Kendeng,  Jawa Tengah untuk menghentikan semua izin pembangunan pabrik semen di wilayah mereka. Tetapi di lapangan, PT Semen Indonesia tetap melanjutkan proyek mereka. 

Bahkan jika tidak ada aral melintang, PT Semen Indonesia berencana meresmikan uji coba pabrik semen pada September nanti.

Sigit Wahono, Kepala Biro Komunikasi PT Semen Indonesia, mengatakan pihaknya menghormati keputusan Presiden Jokowi yang menginginkan pabrik semen di kaki Pegunungan Kendeng itu berhenti beroperasi.

Tetapi ia mengklaim yang dihentikan ialah izin penambangan karst di Pegunungan Kendeng, bukan tahap pembangunan pabriknya.

“Kita hormati proses itu. Tapi kan (yang diminta berhenti) segala izin penambangannya, bukan pembangunannya,” katanya kepada Rappler usai kunjungan ke lokasi pabrik semen di Rembang pada Selasa, 23 Agustus.

“Ya, kita kelarkan dulu pabriknya dan untuk eksplorasi lahannya kita hentikan dulu, sembari mengawal Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS),” ujarnya.

Ia menganggap penentuan KLHS pada eksplorasi pabrik semen berada di tangan Pemerintan Provinsi Jawa Tengah dan Pemerintah Pusat. Ia pun berjanji tak akan turut campur dalam masalah tersebut. “Pabrik tetap. Tambangnya dihentikan,” kata Sigit.

Ia menerangkan perusahaannya tak mau asal menghentikan operasional pabrik semen mengingat semua proses investasi lahan dan kontruksinya sudah setengah jalan.

Alhasil, PT Semen Indonesia sebagai pemilik pabrik semen di Bumi Kendeng justru menargetkan proses eksplorasi bisa berjalan sesuai rencana pada akhir Desember 2016. “Karena pengerjaan sudah jalan semua,” katanya.

Langkah PT Semen Indonesia yang tetap ngotot melanjutkan pendirian pabrik semen di Kendeng mengingkari kesepakatan resmi yang telah dijalin Presiden Jokowi lewat utusannya, Juru Bicara Presiden Johan Budi, dan Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki dengan 9 Kartini Kendeng.

Saat bertatap muka di Istana Negara, keduanya sepakat merumuskan penghentian semua izin proyek terkait pembangunan selama setahun hingga ada Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) tuntas.

Head of Enginnering Project PT Semen Indonesia Heru Isra Wijayanto berdalih atas apa yang ia lakukan di atas tanah Kendeng adalah hal positif. Sebab, pabrik semen akan merangkul tenaga kerja dari Indonesia. “Investasi kita Rp 4,4 triliun dan akan dikerjakan swakelola,” terangnya.

Pabrik semen akan menyedot hampir 80 persen bahan baku kapur, pasir besi hingga pasir silika yang didapatkan dari Tanah Kendeng. “Dan semua informasinya sudah ada di lapangan,” papar Heru lagi.

Pencuri kayu jadi buruh pabrik semen

Sementara itu, aksi penolakan pabrik semen hingga saat ini masih berlanjut. Di Rembang, sebagian warga di Desa Trimbangan Kecamatan Bulu yang berada di ring-1 pabrik semen masih tinggal di tenda perjuangan.

Narti salah satunya. Ia bersikukuh menolak pabrik semen lantaran telah merusak ekosistem alam di kampungnya. Atas itulah, ia akan terus bergiliran dengan warga lainnya agar tiap hari dapat menghuni tenda perjuangan.

“Saya pokoknya tak mau ada pabrik. Dulu memang (orang pabrik) pernah ke sini. Saya malah disuruh pulang tapi saya ndak mau. Kita ndak ada yang mbayar kok,” jelasnya.

Namun lain halnya dengan Syakir, pria 40 tahun yang tinggal di Trimbangan. Baginya pabrik semen sedikit membantu perekonomian keluarganya. Ia yang semula bekerja sebagai pembalak liar, kini memilih bekerja menjadi sopir truk di lokasi pabrik semen.

“Maaf kalau saya cerita, kerjaan saya dulu “mblandong”. Istilahnya jadi pencuri kayu. Penghasilannya ya enggak pasti,” katanya.

Syakir hanyalah satu dari puluhan bahkan ratusan warga Kendeng yang mendukung pabrik semen. Akibatnya, warga di kampungnya terbelah antara pro dan kontra dengan proyek tersebut.

Syakir menyampaikan bekerja di pabrik semen kini jadi gantungan hidupnya. Ia yang tamatan sekolah dasar itu semula meminta pekerjaan sebagai sopir proyek pengurukan untuk pembangunan pabrik. “Dan kini saya dipercaya untuk ikut serta mbangun pabrik,” katanya.

Saat ini, Syakir mengantongi upah Rp 5 juta sebulan dari mengemudikan truk proyek. “Saya dapat dampak positif dari proyek pabrik. Mungkin, yang lainnya juga seperti saya,” tuturnya.

Sedangkan Dwi Joko Supriyanto, tokoh Tegaldowo, membenarkan bila masih ada warganya yang tetap menolak pabrik semen. Warga yang menolak itu akhirnya menyemen kakinya di depan Istana Negara Jakarta. Pun demikian dengan pendirian tenda perjuangan di pintu masuk pabrik.

Ia berpendapat jumlah warganya yang mendiami tenda perjuangan, tak lebih dari 5 persen dan kebanyakan para ibu di kampungnya. – Rappler.com.

BACA JUGA:

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!