Kronologi penyanderaan tujuh Pegawai KLHK di Riau

Rappler.com

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Kronologi penyanderaan tujuh Pegawai KLHK di Riau

ANTARA FOTO

Menteri Siti Nurbaya Bakar mengatakan titik api di Rokan Hulu, salah satunya berasal dari lahan yang dikuasai PT APSL

JAKARTA, Indonesia – Tujuh pegawai Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sempat disandera sekelompok massa saat usai menyegel kawasan hutan/lahan yang terbakar di daerah Rokan Hulu, Riau, Jumat, 2 September.

“Ada indikasi kuat massa yang menyandera dikerahkan oleh PT APSL,” demikian keterangan tertulis Menteri Siti Nurbaya yang diterima Rappler, Minggu, 4 September.

Menurut Siti, kejadian penyanderaan ini merupakan tindakan melawan hukum yang merendahkan kewibawaan negara apalagi diindikasikan adanya keterlibatan pihak perusahaan.  “Penyidik KLHK dan polisi hutan merupakan aparat penegakan hukum berdasarkan UU mempunyai kewenangan untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan atas kebakaran hutan dan lahan,” kata Siti lagi.

Tim KLHK semula turun ke lokasi, guna menindaklanjuti arahan Menteri LHK untuk melakukan penyelidikan penyebab meluasnya titik api di Riau beberapa waktu lalu yang telah mengganggu masyarakat. Tim juga bertugas menyelidiki laporan mengenai masyarakat yang dikabarkan mengungsi karena asap.

Dari penginderaan satelit terlihat, sumber titik api penyebab asap sampai ke daerah lainnya di Riau, salah satunya berasal dari kawasan yang dikuasai oleh perusahaan tersebut.

”Sejak titik api meluas, saya menegaskan untuk dilakukan penyelidikan di areal yang terbakar. Maka tim dipimpin langsung Dirjen Penegakan Hukum (Gakkum) KLHK, turun ke lokasi di Riau,” ujar Siti.

Sejak titik api mulai meluas di Riau, Menteri LHK meminta Dirjen Gakkum segera menurunkan tim ke lokasi melakukan penyelidikan.

Berikut kronologis lengkap versi KLHK tentang kejadian penyanderaan tim KLHK di areal:

Senin, 29 Agustus

1. Tim pertama turun ke lokasi yang dikuasai PT APSL dan sempat melakukan komunikasi dengan pengelola lahan sebelum masuk ke areal perusahaan. Di lokasi pertama ditemukan areal terbakar mencapai 600 hektar.

2. Tim sempat masuk lebih ke dalam lagi pada areal kebun sawit yang terbakar yang diperkirakan lebih dari 2.000 hektar. Akan tetapi tim mengalami kesulitan karena asap cukup tebal.

Selasa, 30 Agustus

1. Dirjen Gakkum memimpin tim KLHK kembali ke lokasi dan masih menjumpai ada masyarakat yang mengungsi di luar areal terbakar. Mereka telah mendirikan tenda beberapa hari di lokasi pengungsian tersebut.

2. Setelah diselidiki, ternyata mereka merupakan pekerja yang didatangkan dari daerah lain, dan selama ini beraktivitas di dalam areal yang dikuasai perusahaan. Rumah mereka ikut terbakar karena meluasnya titik api di dalam lokasi.

3. Dalam penguasaan secara illegal kawasan yang terbakar tersebut, setelah ditelusuri lebih jauh, PT. APSL diduga memfasilitasi pembentukan tiga kelompok tani untuk mengelola kebun sawit.  Dalam hal ini PT APSL bertindak sebagai ‘Bapak angkat’. 

Masyarakat yang dimaksud tak lain adalah pekerja dari perusahaan itu sendiri yang dibentuk melalui kelompok tani. Dari foto yang didapat, terlihat pengelolaan kebun sawit dilakukan secara profesional dan terkoordinir.

4. Saat tim KLHK masuk ke lokasi kebun, ditemukan fakta lahan sawit yang terbakar sangat luas dan masih berasap. Mayoritas merupakan kebun sawit di dalam areal hutan produksi. Artinya semua aktivitas di lokasi tersebut ilegal.

Modus seperti ini biasa digunakan perusahaan yang nakal, di mana mereka menggarap lahan secara ilegal menggunakan dalih dikelola masyarakat, dan berada di lokasi yang tak jauh dari lahan legal mereka.

5. Setelah mendapat fakta awal, tim kembali ke Pekan Baru dan melakukan rapat internal. Diputuskan untuk melakukan tindakan penyelidikan sekaligus penyegelan di lokasi yang dikuasai PT APSL.

Jumat, 2 September

1. Tim turun ke lokasi pada pukul 11.00 WIB. Untuk menuju ke lokasi tersebut harus menggunakan ponton (sejenis transportasi penyeberangan) untuk menyeberangi sungai. Sebelum masuk ke areal PT APSL, tim sudah berkomunikasi dengan perwakilan perusahaan bernama Santoso. Atas izin Santoso pula, mereka dapat melewati portal yang dijaga oleh petugas keamanan perusahaan.

2. ‘PPNS Line’ dan plang KLHK dipasang sekitar pukul 14.00-15.00 WIB. Selama proses itu berlangsung, tim sudah merasa diamat-amati. Karena beberapa kali ada yang lewat menggunakan sepeda motor. Namun tim tetap bekerja mengambil bukti foto lahan yang terbakar serta video menggunakan kamera drone.

3. Fakta lapangan menunjukkan, ada lahan yang memang sengaja dibuatkan ‘stacking’ atau jalur bakar. Artinya lahan yang akan digunakan untuk menanam sawit tersebut, terindikasi kuat memang sengaja disiapkan untuk dibakar. Bahkan saat tim tiba di lokasi, masih ada asap yang mengepul dari lahan berdasar gambut itu.

4. Sekitar pukul 15.00 WIB, tim KLHK memutuskan untuk kembali dengan menggunakan dua mobil. Mereka sempat bertegur sapa dengan seseorang (diduga salah satu manager perusahaan PT APSL inisial A).

5. Usai bertegur sapa, tim KLHK melanjutkan perjalanan. Namun ternyata A dan rekannya yang menggunakan sepeda motor, membuntuti perjalanan mereka. Tim tetap bergerak ke arah lokasi ponton untuk menyeberang pulang, dan menganggap A dan rekannya juga akan sama-sama pulang.

6. Sebelum sampai ke lokasi ponton, tim KLHK tiba-tiba dihadang oleh sekelompok pemuda. Mereka ternyata sudah menunggu sebelumnya dan sengaja menggeser posisi Ponton, sehingga tim KLHK tidak bisa menyeberang. Ponton ini dioperasikan oleh PT. Chevron karena jalan tersebut merupakan jalan inspeksi pipa PT. Chevron.

Satu-satunya jalan keluar dan menuju lokasi yang terbakar memang harus menyeberangi sungai dengan menggunakan ponton.

7. Kelompok massa yang mencegat ini meminta tim KLHK turun dari mobil. Mereka kemudian dibawa ke sebuah tempat tak jauh dari lokasi tersebut. Tim KLHK didesak menghapus foto-foto, video serta mencopot plang yang dipasang di lokasi Karhutla. Dalam waktu sekejap, jumlah massa mencapai 50 orang.

8. Negosiasi terus dilakukan. Tim KLHK menegaskan bahwa mereka sedang menjalankan tugas negara. Namun gerombolan massa tetap tidak menerima dan meminta tuntutan mereka dikabulkan segera. Tim di lapangan terus berkoordinasi dengan Dirjen Gakkum. Selama proses negosiasi tersebut, Dirjen Gakkum juga terus berkoordinasi dengan Menteri LHK.

9. Demi keselamatan tim KLHK yang disandera, plang akhirnya disepakati untuk dicabut akan tetapi tim KLHK meminta yang melakukan pencabutan adalah pihak penyandera. Pencabutan plang dilakukan oleh pihak penyandera.

10. Begitu juga dengan foto-foto yang disimpan di dalam kamera digital, semua dihapus dengan disaksikan para penyandera. Namun  data foto dalam kamera drone berhasil diselamatkan.  Dari kamera drone inilah, bukti foto dan video luasan lahan yang terbakar, termasuk rumah pekerja (diklaim sebagai masyarakat) yang terbakar, berhasil didapatkan.

(BACA: FOTO: Sisa kebakaran hutan dan lahan di Rokan Hulu)

Selama proses negosiasi, tim KLHK yang disandera, diinterogasi dan mendapatkan berbagai intimidasi. Massa yang jumlahnya semakin banyak (lebih dari 100 orang) juga mengeluarkan ancaman. Tim KLHK diancam akan dipukuli, dilempar ke sungai, dibunuh dengan cara dibakar dan ancaman lainnya.

Jumlah massa terlihat dimobilisasi karena adanya pergerakan kendaraan yang membawa massa.

Tim KLHK (Polhut) juga terus diprovokasi untuk menggunakan senjata.  Namun atas perintah Menteri LHK yang terus berkoordinasi melalui telepon dengan Dirjen Gakkum, meminta tim KLHK yang tengah dikepung ratusan massa itu untuk tetap tenang, sabar dan tidak terprovokasi dengan menggeluarkan senjata.

Dirjen Gakkum atas arahan menteri juga melakukan koordinasi dengan Danrem sebagai Komandan Satgas Karhutla dan Kasrem.

11. Setelah tuntutan penghapusan foto, video dan pencabutan plang KLHK dipenuhi, negosiasi awalnya berakhir damai setelah turun pemuka kampung atau ninik mamak. Sekitar pukul 18.00 WIB, tim KLHK sebenarnya sudah sempat bersalaman dengan para ninik mamak untuk berpamitan. Namun begitu hendak keluar, mereka kembali dihadang.

Massa mengancam akan membebaskan tujuh orang tim KLHK tersebut, jika Menteri LHK Siti Nurbaya bisa hadir langsung di lokasi. Hingga saat ini masih didalami motif dan muatan apa hingga penyandera  meminta menghadirkan Menteri LHK.

12.  Situasi kembali memanas, tim KLHK kembali disandera gerombolan massa. Berbagai upaya negosiasi tetap gagal dilakukan. Sekitar pukul 24.00 WIB, Kapolres dan timnya akhirnya tiba di lokasi kejadian.

13. Setelah proses negosiasi lanjutan hingga Sabtu, 3 September pukul 2.30 dinihari  disepakati tujuh tim KLHK dibebaskan namun kendaraan berupa dua unit mobil berikut barang-barang, harus ditinggal di lokasi. Tim KLHK kemudian beristirahat di kantor Polsek.

14. Tim KLHK akhirnya dievakuasi menggunakan truk Dalmas dengan pengawalan aparat kepolisian.

Sabtu, 3 September 

1. Menteri LHK melakukan koordinasi dengan Kapolda Riau. Pada pukul 10.00 WIB, Ketua Tim KLHK bersama dengan Kapolres kembali bertemu dengan penyandera untuk mengambil barang-barang dan dua unit mobil yang masih tertahan.

2. Setelah melakukan pembicaraan cukup panjang, akhirnya mobil dan barang yang masih ditahan oleh penyandera dapat dilepaskan.

Menteri LHK Siti Nurbaya sangat menyayangkan kejadian penyanderaan tersebut. Ditegaskannya, tim KLHK memiliki otoritas sesuai UU, untuk melakukan penyelidikan di lokasi Karhutla.

”Apalagi ditemukan bukti lapangan bahwa ada ribuan hektar sawit terbakar di hutan produksi yang belum dilepas izinnya atau dengan kata lain, kebun sawit di areal tersebut ilegal,” jelas Menteri Siti.

”Diduga kuat aktivitas ilegal ini difasilitasi pihak perusahaan dengan mengatasnamakan masyarakat melalui kelompok tani,” Siti menambahkan.

Dari foto-foto dan video lapangan yang berhasil diselamatkan filenya, terlihat lahan terbakar yang begitu luasnya. Sejauh mata memandang, kawasan yang tadinya merupakan hutan gambut, sudah berubah menjadi kebun sawit.

Pada kawasan yang siap tanam, terlihat sisa sengaja dibakar dan beberapa titik yang sudah terbakar masih menyisakan asap mengepul.

”Dengan insiden ini, penyelidikan pada PT APSL akan menjadi prioritas utama kami. Karena ada tiga hal penting yang melibatkan perusahaan ini. Pertama, aktivitas perambahan kawasan hutan. Kedua, pembakaran lahan. Ketiga, penyanderaan. KLHK akan mengusut dan menindaknya secara tegas sesuai dengan kewenangan yang ada,” tegas Menteri Siti.

Siti juga memastikan, kejadian penyanderaan tidak akan mengurangi ketegasan KLHK dalam menindak pelaku Karhutla yang melibatkan pihak korporasi atau perusahaan lainnya. Pembakar hutan atau lahan harus dibuat jera agar tidak mengulangi perbuatannya yang membuat masyarakat menderita dan menurunkan kewibawaan negara di mata masyarakat dan di mata dunia internasional. Apalagi dilakukan oleh korporasi yang sekaligus mendalangi perambahan kawasan hutan, secara illegal.

Berdasarkan UU, KLHK berwenang menjatuhkan sanksi administratif seperti paksaan pemerintah, pembekuan izin dan pencabutan izin, melakukan gugatan perdata serta penegakan hukum pidana.

KLHK telah menjatuhkan sanksi administratif pada 34 perusahaan terkait Karhutla. Selain itu mengeluarkan peringatan keras pada 115 perusahaan. Serta sekitar 15 perusahaan dalam proses pengadilan/perdata.

Kebakaran lahan hutan terjadi lagi tahun ini di kawasan provinsi Riau.

”Kejadian penyanderan ini justru menjadi penyemangat kami, untuk maju terus menindak tegas para pelaku Karhutla. Termasuk korporasi nakal yang menyalahi aturan. Ketegasan ini penting demi menjaga Indonesia,” tegas Menteri Siti.

Untuk membenahi kawasan hutan yang diubah fungsi, KLHK saat ini telah melakukan moratorium (penghentian sementara) secara menyeluruh izin pengelolaan lahan gambut dan izin pembukaan kebun sawit.

”Izin yang ada kita evaluasi dan terus diawasi agar tata kelolanya benar-benar memperhatikan lingkungan. Sedangkan untuk izin baru, kami hentikan sementara,” kata Siti.

Masyarakat mengkritisi masih berlangsungnya kebakaran hutan di Riau. Apalagi belum lama ini beredar foto yang menunjukkan pejabat Polda Riau tengah “kongkow” dengan petinggi korporasi perusahaan sawit.

Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Provinsi Riau mengecam Polda Riau yang mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) untuk 15 dari total 18 perusahaan diduga pembakar lahan yang terjadi pada 2015 lalu.

“SP3 kasus tersangka 15 korporasi di Riau menunjukkan melemahnya komitmen negara melawan asap dan menjadi preseden yang buruk terhadap kinerja penegakan hukum untuk menuntaskan persoalan asap yang terjadi selama ini,” kata Direktur WALHI, Riau Riko Kurniawan dalam keterangan pers.  – Rappler.com

 

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!