Filipino movies

5 isu yang diprediksi akan dibahas Jokowi dan Duterte

Natashya Gutierrez

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

5 isu yang diprediksi akan dibahas Jokowi dan Duterte

AFP

Indonesia dipilih menjadi negara pertama yang dikunjungi oleh Presiden Duterte secara bilateral


JAKARTA, Indonesia – Presiden Filipina Rodrigo Duterte akan melakukan kunjungan bilateral kenegaraan pertama ke luar negeri sebagai pemimpin negara. Dia dijadwalkan tiba di Jakarta pada pekan ini.

Indonesia yang memiliki populasi 250 juta orang merupakan negara terpadat ke-4 di dunia. Selain itu, mayoritas penduduknya merupakan Muslim sehingga menjadikan Indonesia negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia.

Ditilik dari sejarah kedua negara, baik Indonesia dan Filipina memiliki hubungan yang sangat baik. Maka, tak mengherankan jika Indonesia dipilih Duterte untuk dikunjungi kali pertama saat terpilih menjadi Presiden.

Presiden Joko “Jokowi” Widodo dan Duterte memiliki beberapa permasalahan serupa yang harus diatasi, termasuk perang melawan perdagangan narkoba. Rappler berbicara dengan Dewi Fortuna Anwar, yang menjabat sebagai Direktur Program dan Penelitian di Habibie Centre mengenai isu yang kemungkinan akan dibahas oleh kedua pemimpin ketika bertemu di Jakarta.

Dewi kini juga menjabat sebagai staf ahli bidang politik bagi Wakil Presiden. Berikut adalah 5 topik yang kemungkinan dibahas oleh kedua pemimpin:

1. WNI yang disandera oleh Abu Sayyaf

WNI DICULIK. Sebanyak 10 WNI kini masih disekap oleh kelompok Abu Sayyaf. Foto oleh Rappler

Saat ini masih terdapat 10 warga Indonesia yang disandera oleh kelompok Abu Sayyaf. Bahkan, dalam beberapa bulan terakhir tingkat penculikan di wilayah laut antara Indonesia dengan Filipina kerap terjadi sehingga menimbulkan kekhawatiran yang mendalam.

Pemerintah Indonesia telah menuntut kepada Filipina agar melakukan upaya yang lebih nyata untuk membebaskan 10 warga mereka.

“Saya kira akan menjadi sangat penting untuk memiliki sebuah indikasi yang jelas mengenai apa yang telah dilakukan dengan waktu yang sedemikian singkat untuk memastikan pembebasan mereka,” ujar Dewi.

Lagipula, Dewi melanjutkan, keluarga mereka juga sangat khawatir terhadap keselamatan orang yang mereka sayangi.

“Ini merupakan sebuah isu yang disorot oleh publik Indonesia dan sudah jelas pemerintah terus ditekan untuk membebaskan mereka,” katanya.

Dia menjelaskan, jika Filipina mengaku bisa membebaskan para sandera dengan upaya mereka sendiri, maka penting untuk dibahas oleh kedua pemimpin, apa saja langkah-langkah yang diambil oleh pemerintahan Duterte untuk menjamin keselamatan para sandera. Sebab, jika militer terus menyerang wilayah kekuasaan Abu Sayyaf, maka keselamatan para sandera bisa berisiko.

Alternatif lainnya yang bisa dimanfaatkan oleh Pemerintah Filipina yakni menerima tawaran dari Indonesia untuk mengirimkan pasukan keamanan untuk menyelamatkan para sandera. Tetapi, detail dari opsi tersebut harus dipaparkan dengan jelas kepada Filipina. Sejak awal, Indonesia telah menyatakan sanggup membantu jika Filipina setuju.

“Kami menyadari, menghormati dan peka bahwa Filipina adalah negara berdaulat. Oleh sebab itu, penting adanya sebuah permintaan resmi dari Pemerintah Filipina sebelum Indonesia dilibatkan dalam upaya penyelamatan,” kata Dewi.

2. Keamanan maritim di Laut Sulu

Terkait dengan aksi penyanderaan yang berulang kali terjadi, Dewi mengatakan kedua pemimpin harus berdialog soal bagaimana cara terbaik untuk menerapkan opsi patroli di Laut Sulu, di mana Abu Sayyaf kerap beraksi.

“Bahkan, usai digelar pertemuan trilateral yang melibatkan Filipina, Indonesia dan Malaysia dan rapat koordinasi patroli, Abu Sayyaf tetap beraksi. Bahkan, mereka mulai menyasar warga Indonesia,” ujar Dewi.

Hal tersebut, kata dia, tidak dapat diterima. Kedua pemimpin harus memastikan aksi pencegahan yang diambil efektif.

“Upaya yang lebih keras harus dilakukan dari pihak Filipina untuk memberantas Abu Sayyaf dan memastikan keamanan maritim di wilayah itu,” tuturnya.

Pada tahun ini, sebanyak 24 kru kapal asal Indonesia dan beberapa dari Malaysia telah diculik ketika tengah berlayar di area tersebut. Pada bulan Mei, Indonesia, Malaysia dan Filipina sepakat untuk menggelar patroli terkoordinasi di wilayah perairan yang justru tidak membuat nyali Abu Sayyaf menciut.

Duterte telah memerintahkan militer untuk menghancurkan kelompok Abu Sayyaf dan menyatakan situasi darurat nasional pasca terjadi aksi ledakan di kota Davao, Pulau Mindanao.

3. Perang melawan narkoba dan Mary Jane

PERANG LAWAN NARKOBA. Baik Presiden Joko "Jokowi" Widodo dan Presiden Rodrigo Duterte sama-sama dikritik mengenai cara mereka mengatasi perdagangan narkoba. Foto oleh Ben Nabong/Rappler

Baik Jokowi dan Duterte mengklaim negara mereka dalam kondisi darurat perang melawan narkoba. Namun, cara pendekatan yang dipilih oleh kedua pemimpin untuk mengatasi isu tersebut justru menuai kritik dari berbagai pihak termasuk komunitas internasional.

Kedua pemimpin diduga juga akan membahas cara terbaik untuk menghentikan peredaran narkoba.

Jokowi dikritik oleh publik karena menghidupkan kembali hukuman mati bagi terpidana kasus narkoba, sementara Duterte dikecam karena meningkatnya aksi pembunuhan tanpa melalui peradilan di Filipina. Aksi pembunuhan itu disebut-sebut oleh banyak pihak terkait dengan kampanyenya melawan perdagangan narkoba.

Namun, di lain pihak satu warga Filipina kini menjadi terpidana mati karena terlibat kasus narkoba. Oleh sebab itu, Duerte mengatakan akan berbicara dengan Jokowi mengenai kasus Mary Jane Veloso. Mantan Walikota Davao itu akan memohon pengampunan bagi perempuan berusia 31 tahun tersebut.

“Saya hanya akan meminta kepada Widodo dengan cara paling sopan dan terhormat. Dan jika permohonan tersebut tidak didengar, saya siap untuk menerimanya. Alasannya sederhana, saya tidak ingin meragukan sistem keadilan di Indonesia,” ujar Duterte sebelum bertolak ke Laos untuk menghadiri KTT ASEAN.

4. Penegakan hukum di Laut China Selatan

AKTIVITAS REKLAMASI. Aktivitas reklamasi yang diduga dilakukan Tiongkok di area yang tengah disengketakan di Laut China Selatan (LCS). Foto oleh Ritchie Tongo/Pool/EPA

Kedua pemimpin diprediksi juga akan membahas mengenai sikap Tiongkok yang semakin agresif di kawasan Asia Tenggara. Tiongkok mengklaim hampir seluruh area di Laut China Selatan, bahkan hingga ke tepi pantai Filipina dan negara lainnya di ASEAN. Di sisi perdagangan area tersebut sangat strategis karena digunakan sebagai jalur perdagangan.

Tiongkok pun mengabaikan hasil pengadilan tribunal internasional yang dikeluarkan pada bulan Juli lalu di Den Haag. Pengadilan internasional menyatakan klaim Tiongkok di area LCS tidak sesuai aturan hukum internasional. Pembangunan pulau buatan di wilayah perairan juga dianggap ilegal.

Dewi memprediksi kedua pemimpin akan berdiskusi mengenai cara Indonesia dan Filipina serta negara ASEAN lainnya bisa memperkuat kerja sama dan pilar keamanan serta politik ASEAN.

“Kita semua sangat khawatir mengenai perpecahan di dalam ASEAN yang dapat memicu pertengkaran antar anggota negara ASEAN atau digunakan oleh negara lain yang lebih besar demi kepentingan mereka,” kata Dewi mengomentari kegagalan para pemimpin ASEAN untuk mengeluarkan pernyataan bersama mengenai LCS di bulan Juli lalu.

Empat anggota ASEAN yakni Vietnam, Filipina, Malaysia dan Brunei, saling mengklaim area di Laut China Selatan. Sebagian besar anggota ASEAN ingin tetap menekan Tiongkok agar Negeri Tirai Bambu menghentikan pembangunan di wilayah tersebut. Tetapi, Tiongkok kerap dianggap memecah ASEAN dengan menawari Laos dan Kamboja bantuan finansial dan perdagangan.

Dewi juga mengatakan pentingnya bagi negara-negara ASEAN untuk tetap berpegang teguh pada hukum internasional dan mendorong pembentukan Kode Tata Kelakuan Baik (COC) di kawasan Laut China Selatan.

“Kami tidak berpihak kepada siapa pun yang mengklaim teritori di sana. Itu terserah kepada negara claimant, tetapi kami sebagai negara kepulauan khawatir, apa yang terjadi di negara tetangga dan bagaimana hal tersebut akan berpengaruh terhadap Indonesia dan ASEAN,” katanya lagi.

5. Kerjasama ekonomi

KERJASAMA ASEAN. Kerjasama ekonomi di kawasan ASEAN diduga menjadi salah satu topik yang akan dibicarakan antara Jokowi dengan Duterte. Foto oleh Hoang Dinh Nam/AFP

Kedua negara kini tengah membangun dan meningkatkan perekonomian masing-masing. Terlebih masyarakat Komunitas ASEAN sudah resmi dimulai sejak awal tahun.

Dewi berpendapat topik ini jangan hanya sekedar didiskusikan di pertemuan ASEAN saja, tetapi juga di tingkat bilateral. Sebab, suksesnya masyarakat ASEAN akan melibatkan pemerintahan semua negara anggota di berbagai tingkatan.

“Indonesia dan Filipina harus kembali menghidupkan kerjasama di Pulau Sulawesi, Kalimantan dan Filipina selatan,” tutur Dewi.

Dia mengatakan konektivitas di area tersebut harus diberikan perhatian khusus karena sejalan dengan prioritas pembangunan ekonomi di kedua negara.

“Ini sesuai dengan prioritas ekonomi sosial dan secara politik. Memang, salah satu kelemahan dari Filipina yakni terletak di wilayah selatan. Jika ada kerjasama yang lebih baik di wilayah perbatasan maka kesejahteraan warga di area tersebut akan meningkat,” Dewi memaparkan.

Keamanan di wilayah itu pun juga akan lebih kohesif.

Perekonomian Filipina telah tumbuh sebesar 7 persen pada kuarter kedua tahun 2016. Fakta itu menjadikan Filipina sebagai negara dengan pertumbuhan ekonomi tercepat di kawasan ASEAN. Kini, para investor tengah menentikan apakah tim ekonomi pilihan Duterte bisa meneruskan pencapaian tersebut.

Pemerintahan Duterte berjanji untuk meningkatkan anggaran di bidang infrastruktur. Hal tersebut juga menjadi indikasi akan adanya utang negara yang meningkat.

Sementara, perekonomian Indonesia tumbuh 5,18 persen, jauh lebih tinggi dari yang diperkirakan. Jokowi kini tengah fokus untuk meningkatkan pembangunan infrastruktur, penyederhanaan regulasi dan birokrasi. – dengan laporan Santi Dewi/AFP/Rappler.com; Foto oleh Roslan Rahman/AFP

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!
Face, Happy, Head

author

Natashya Gutierrez

Natashya is President of Rappler. Among the pioneers of Rappler, she is an award-winning multimedia journalist and was also former editor-in-chief of Vice News Asia-Pacific. Gutierrez was named one of the World Economic Forum’s Young Global Leaders for 2023.