DPR Papua tolak rencana pangkalan militer di Biak

Kanis Dursin

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

DPR Papua tolak rencana pangkalan militer di Biak
DPR minta pemerintah bangun sumber daya manusia (pendidikan), kesehatan, ekonomi, bukan pangkalan militer.

 

JAKARTA, Indonesia – Dewan Perwakilan Rakyat Papua menolak rencana pemerintah untuk membangun pangkalan militer di Biak karena hanya akan memperburuk pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dan kekerasan di provinsi Indonesia paling timur tersebut.

“Dalam waktu dekat DPRP akan ketemu Menkopolhukam RI (Gen. Wiranto) di Jakarta terkait dengan penolakan pangkalan militer di Biak,” kata Laurenzus Kadepa, anggota Komisi I DPR Papua, kepada Rappler pada Senin, 12 September 2016.

“Yang dibutuhkan rakyat (Papua) bukan pangkalan militer tapi pangkalan sumber daya manusia (pendidikan), pangkalan kesehatan, pangkalan ekonomi, dan pangkalan pembangunan,” kata Laurenzus.

Menurut politisi partai Nasional Demokrat (NasDem) itu, rakyat pernah melakukan demo damai ke DPRP menolak pembangunan pangkalan militer itu. “Jadi kami akan melanjutkan aspirasi itu ke pihak Jakarta agar ada respon,” kata politisi dari .

Dia belum bisa memastikan kapan dan siapa anggota DPR Papua yang akan datag ke Jakarta untuk menyampaikan aspirasi masyarakat tersebut.

Surat penolakan dari anggota DPR Papua terhadapa rencana pembangunan pangkalan militer di Biak, Papua.

Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) Jen. Gatot Nurmantyo mengatakan pada April lalu bahwa pemerintah memprioritaskan pembangunan pangkalan militer di Natuna di Kepulauan Riau, Morotai di Maluku Utara, Saumlaki di Kepulauan Tanimbar, Maluku, dan Biak di Papua sebagai bagian daru usaha untuk mengamankan daerah perbatasan.

“Pulau akan kami jadikan kapal induk. Di pulau-pulau, pesawat tempur dan pesawat transportasi bisa mendarat, kapal bisa, logistik juga bisa. Lalu apa bedanya dengan kapal induk? Daripada beli kapal induk, pulau kami buat jadi kapal induk,” kata Gatot ketika meninjau Lanud Manuhua di Biak Numfor, Papua, April lalu.

Tetapi menurut Laurenzus, masyarakat Papua masih trauma dengan berbagai kekerasan dan pelanggaran HAM yang dilakukan aparat keamanan di Papua.

“Sudah banyak pelanggaran HAM yang diduga aparat militer adalah pelaku, semua itu rakyat masih trauma, dan jika pangkalan militer dibangun akan menambah masalah baru, pelanggaran HAM akan bertambah banyak… Jadi, saat ini bukan saatnya membangun pangkalan militer, tetapi berpikir bagaimana proses penyelesaian atas pelanggaran ham masa lalu itu,” kata Laurenzus.

Pada bulan Mei, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan saat itu, Luhut Binsar Panjaitan, membentuk sebuah tim gabungan dengan tugas untuk menyelesaikan berbagai kasus pelanggaran HAM masa lalu di Papua, tetapi sampai sekarang tim tersebut belum mengumumkan hasil kerja mereka. Tim tersebut mendapat mandat hanya sampai bulan Desember 2016.

 

Menurut Laurenzus, rencana pembangunan pangkalan militer tersebut merupakan langkah “terobosan pemerintah untuk membungkam kebebasan kehidupan masyarakat dan akan memberikan dampak yang kurang baik”.

“Demokrasi harus hidup di dalam tubuh bangsa ini, pasca kepemimpinan Jokowi–JK, janji-janji presiden untuk mensejahterakan orang Papua dan menyelesaikan segala persoalan atau masalah yang terjadi di Papua tidak terwujud,” katanya. – Rappler.com.

BACA JUGA:

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!