PON Jabar 2016: Aturan Wild Card berkuda diprotes

Yuli Saputra

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

PON Jabar 2016: Aturan Wild Card berkuda diprotes
Tuan rumah dianggap kurang sportif

BANDUNG, Indonesia – Sembilan kontingen Cabang Olahraga (Cabor) Berkuda pada Pekan Olahraga Nasional (PON) XIX/2016 Jabar menolak aturan “Wild Card” bagi joki dan kuda tuan rumah.

“Saya mewakili sembilan Pengprov PORDASI lain keberatan atas Wild Card,” kata Tubagus Deni Sunardi, Tim Advokasi KONI DKI Jakarta, saat jumpa pers di Hotel Patrajasa, Jalan Ir. H. Djuanda Kota Bandung, Senin 19 September 2016.

Kesembilan kontingen yang menolak aturan “Wild Card” yaitu Jawa Timur, Riau, Kalimantan Selatan, Nusa Tenggara Timur, Sumatera Barat, Sulawesi Utara, Sulawesi Barat, Kalimantan Barat, dan DKI Jakarta.

Aturan Wild Card yang diprotes itu tertuang dalam Technical Hand Book (THB) cabang olahraga berkuda Berkuda Pacuan Khusus. Pada Sistem Pertandingan angka 8 huruf a tertulis: “Tuan rumah mendapat 2 Wild Card yang otomatis lolos ke final setiap kelasnya.”

Dengan aturan ini, tuan rumah akan menempatkan 10 ekor kudanya di final tanpa melalui babak penyisihan. Tentu saja ini akan memperkecil peluang provinsi lain meraih kemenangan. Aturan ini, menurut Deni, tidak sesuai dengan aturan yang berlaku.

“Harusnya THB dibahas bersama dengan seluruh Pengprov (Pengurus Provinsi) PORDASI (Persatuan Olahraga Berkuda Seluruh Indonesia) dan selanjutnya diputuskan melalui Rakernas (Rapat Kerja Nasional). Tapi itu tidak pernah dilakukan oleh Pengurus Pusat (PP) PORDASI,” katanya.

Lebih jauh Deni menilai aturan Wild Card menyederai sportivitas, nilai yang semestinya dijunjung di tinggi di ajang PON Jabar 2016 ini.

Hal senada disampaikan Ketua Umum PORDASI DKI Jakarta, Alex Asmasoebrata. ALex mengatakan aturan Wild Card tidak dikenal dalam pertandingan berkuda. Bahkan, dia tidak menemukan aturan tersebut di organisasi olahraga berkuda dunia.

“Selama saya memimpin organisasi ini, gak ada yang langsung ke final,” kata Alex yang juga hadir dalam acara jumpa pers tersebut.

Pihaknya, Alex melanjutkan, sudah menyampaikan protes ke PP PORDASI sejak 6 bulan lalu. Namun, tidak pernah ditanggapi. Sementara, aturan Wild Card itu tetap dimasukkan dalam THB dengan alasan sudah ditandatangani oleh Ketua PB PON.

Tuan rumah tidak adil

Selain dinilai tak adil dalam aturan Wild Card, tuan rumah juga dianggap tak berlaku sportif dalam penempatan kuda para peserta. Hal ini diungkapkan Ketua Bidang Legalitas dan Advokasi Kontingen Riau, Sonny Dahlan.

Sonny mencontohkan ada kontingen lain yang mendapatkan kandang kuda di lokasi pacuan kuda di Nusa Wiru Pantai Pangandaran yang udaranya panas. Sedangkan kuda tuan rumah ditempatkan di Lembang yang udaranya dingin.

Padahal kondisi panas bisa membuat kuda stress dan kecapekan. Situasi ini sangat merugikan kontingen lain. Sonny juga mengatakan, PON bukan hanya ajang untuk menjadi juara umum, tapi yang penting menjunjung tinggi sportifitas.

“Kami juga pernah menjadi tuan rumah dan memberikan perlakuan yang sama kepada kontingen lain. Kami berharap agar pihak penyelenggara tetap berpegang pada rules of the games, khusus cabor berkuda,” kata Sonny.

Mereka berencana menggugat permasalahan Wild Card ini ke Dewan Hakim PB PON, jika perlu sampai ke Badan Arbitrase Olahraga Indonesia (BAORI). “Karena aturan ini sangat menciderai nilai-nilai sportifitas,” demikian tulis mereka dalam surat pernyataan yang ditandatangani 9 perwakilan kontingen cabor berkuda.

Jawaban Aher

Ketua Umum PB PON XIX/2016 Jabar yang juga Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan, menyatakan, protes yang disampaikan 9 kontingen cabor berkuda adalah protes yang terlalu dini.

Pasalnya, technical meeting untuk menentukan sistem pertandingan belum dibahas dan disepakati. “Wild Card itu baru tertulis di Technical Hand Book. Segala urusan itu akan diselesaikan di technical meeting. Technical meetingnya baru besok,” kata Aher, sapaan Ahmad Heryawan.

Aher juga mengatakan jika Technical Hand Book itu dibuat dua tahun lalu dan saat itu tidak ada yang protes. Namun ia sudah menduga aturan Wild Card itu akan diprotes oleh kontingen lain. Tapi ia mengaku heran, tidak ada protes saat aturan itu tercantum dalam technical Hand Book.

Aher menduga protes Wild Card sengaja dimunculkan sebelum technical meeting digelar untuk menekan pihak tertentu. Tapi Heryawan mengaku tidak tertekan.

“Ah tidak (tertekan). Karena gini, kalau ada hal-hal yang tidak pas silakan dikoreksi, disepakati bersama-sama di technical meeting,” katanya. Soal jadi atau tidaknya aturan Wild Card diterapkan, Heryawan menyerahkannya pada hasil kesepakatan di technical meeting. –Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!