Puluhan miliar rupiah uang tebusan dibayar untuk bebaskan sandera Indonesia

Natashya Gutierrez

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Puluhan miliar rupiah uang tebusan dibayar untuk bebaskan sandera Indonesia
EKSKLUSIF. Berdasarkan dokumen yang diperoleh Rappler, menunjukkan Indonesia telah membayar sebesar Rp27, 5 miliar untuk membebaskan 14 sandera. Walau hal itu dibantah berulang kali oleh pemerintah

JAKARTA, Indonesia – Pagi-pagi buta pada Minggu, 18 September, lalu, tiga pelaut Indonesia dihantar ke tepi pantai di Provinsi Sulu di Filipina selatan dan dilepaskan oleh kelompok pemberontak Muslim setelah disandera selama dua bulan.

Pelepasan mereka terjadi dua hari setelah Sandera asal Norwegia, Kjartan Sekkingstad, dilepaskan. Sekkingstad juga disandera oleh Kelompok Abu Sayyaf (ASG) di Sulu selama satu tahun. Dia diculik di sebuah resor di Samal di lepas pantai Kota Davao pada bulan September 2015.

Presiden Filipina Rodrigo Duterte memuji usaha pemimpin Moro National Liberation Front (MNLF) Nur Misuari, Kepala Penasihat Perdamaian Jesus Dureza, dan mantan Gubernur Sulu Sakur Tan untuk pembebasan Sekkingstad dan 3 sandera asal Indonesia.

Tidak disebutkan sama sekali kalau mereka dilepas setelah membayar tebusan ke ASG.

Seminggu sebelum dilantik sebagai presiden pada 30 Jui 2016, Duterte bertemu dengan Duta Besar Norwegia di Manila. Dia berjanji membantu dalam negosiasi untuk pelepasan Sekkingstad.

Tanggal 25 Agustus, Duterte mengatakan uang tebusan sebesar 50 juta peso (P50), setara dengan US$1 juta (Rp13 miliar) telah dibayar untuk pelepasan sandera asal Norwegia tersebut. Pernyataan ini dikonfirmasi oleh seorang intel Filipina kepada Rappler setelah Sekkingstad bebas. Sumber itu mengatakan tebusan sebesar P20 juta atau $418 ribu (Rp5,4 miliar) dibayar ke MNLF, dan P30 juta atau $628 ribu (Rp8,2 miliar) ke ASG.

Sumber yang sama mengatakan P20 juta dibayar untuk pembebasan tiga pelaut asal Indonesia, “walau versi atau skenario resmi mengatakan pembebasan itu dilakukan oleh kelompok MNLF.”

Pendapatan 2016: Rp97,5 miliar

Walau Pemerintah Filipina dan Indonesia telah berulang kali menyangkal membayar tebusan untuk pelepasan warga Indonesia itu, dokumen rahasia inteligen Filipina yang didapat Rappler menunjukkan uang tebusan sebesar P120 juta atau $2,5 juta (Rp32,9 miliar) telah dibayar ke ASG untuk pembebasan 17 sandera Indonesia sejak bulan Mei.

Dan yang lebih mengagetkan adalah jumlah pendapatan ASG dari pembayaran tebusan pada tahun 2016 ini.

Menurut kalkulasi yang dilakukan Rappler, berdasarkan dokumen rahasia tersebut dan pembayaran tebusan terakhir untuk warga Norwegia dan 3 pelaut Indonesia itu, ASG mendapat sekurang-kurangnya P354,1 juta atau $7,4 juta (Rp97,5 miliar) pada tahun ini saja.

Dari jumlah tersebut, sedikitnya P324,1 juta atau $6,7 juta (Rp89,1 miliar) didapat dari pembayaran tebusan untuk pelaut-pelaut dari Asia Tenggara.

 

BEBAS. Letnan Jenderal Mayoralgo dela Cruz, Kepala Westmincom (kedua dari kanan); bersama sandera Indonesia yang dilepaskan (berbaju biru) dan Menteri Pertahanan Indonesia Ryamizard Ryacudu di Kota Zamboanga City pada 18 September 2016. Foto: Rappler.

Bisnis yang menggiurkan

Kelompok Abu Sayyaf adalah sebuah jaringan tidak resmi dari para preman dan militan yang dibentuk 1990an dengan bantuan dana dari jaringan Al Qaeda milik Osama bin Laden.

Mereka beroperasi di pulau-pulau terpencil yang didominasi penduduk Muslim seperti Sulu dan Basilan di Filipina yang mayoritas beragama Katolik. Mereka telah mendapat jutaan dolar dari kegiatan penculikan untuk minta tebusan, dengan orang asing menjadi target utama.

Walau pemimpin mereka belakangan mengikrarkan kesetiaan ke kelompok Negara Islam (ISIS), para analis berpendapat Kelompok Abu Sayyaf masih fokus pada bisnis penculikan yang menggiurkan daripada ideologi agama.

Kelompok tersebut, yang dituduh melakukan serangan teroris terburuk sepanjang sejarah Filipina dan didaftar sebagai organisasi teroris oleh Amerika Serikat, telah menjadi target operasi militer Filipina sejak Agustus lalu.

Beberapa bulan terakhir, kelompok ASG bertanggung jawab atas beberapa penculikan di Laut Sulu – termasuk penyanderaan sedikitnya 24 pelaut asal Indonesia.

Sejak saat itu, 17 orang Indonesia telah dibebaskan – termasuk 3 orang yang dibebaskan minggu lalu – 2 lain melarikan diri, sementara lima orang yang diculik bulan Juni masih disandera. (Pemerintah Filipina pernah mengatakan enam orang Indonesia masih disandera, tetapi tidak jelas dari mana asal satu orang itu).

Berbagai dokumen yang didapat Rappler menunjukkan semua 17 orang yang dilepaskan ASG bebas setelah membayar tebusan.

Menurut sebuah laporan intelijen yang menceritakan penculikan 10 pelaut Indonesia di Tawi-Tawi dari kapal tongkang Brahma 12 bulan Maret lalu, Joel Mirasol, manajer operasi dari The World Mariner Philippines, mendapat telepon dari pemilik kapal Brahma 12 yang mengabarkan kapal tongkang tersebut diserang orang bersenjata yang menculik 10 anak buah kapal (ABK) asal Indonesia.” 

TIBA DENGAN SELAMAT. Sepuluh sandera Indonesia tiba dengan selamat di tanah air setelah membayar tebusan. Foto oleh Santi Dewi/Rappler.

Dalam pembicaraan mereka, para penculik meminta P50 juta dari pemilik kapal sebagai uang tebusan.

Dokumen rahasia lain mencatat penculikan 4 orang pelaut asal Indonesia pada bulan April, dari kapal tongkang Henry. Dokumen itu mengatakan penculikan tidak akan berhenti karena besarnya uang tebusan yang diterima kelompok Abu Sayyaf.

Ke-10 ABK Brahma 12 akhirnya dilepaskan pada 1 Mei tahun ini, sementara 4 ABK tongkang Henry dibebaskan tanggal 11 Mei.

Tebusan yang dibayar

Sebuah dokumen lain, yang mencatat uang tebusan yang dibayar ke ASG dari 2015 sampai kuartal pertama 2016, menunjukkan pelaut Indonesia dilepaskan setelah membayar uang tebusan yang sangat besar.

Laporan tersebut mengatakan tebusan sebesar P50 juta atau $1 juta (Rp13 miliar) dibayar untuk pelepasan 10 ABK kapal tongkang Brahma 12, dan P50 juta lagi untuk membebaskan ABK tongkang Henry.

Sebuah dokumen inteligen menunjukkan betapa menggiurkan bisnis culik-untuk-tebusan dari kelompok ASG ini.

Sampai pertengahan 2016, kata laporan tersebut, uang tebusan yang telah diterima kelompok Abu Sayyaf sudah mencapai P304.151.071,79 ($6.4 juta atau Rp83,5 miliar), hanya dari menyandera pelaut Asia Tenggara di tengah laut.

Dari jumlah tersebut, P100 juta atau $2 juta (Rp27,5 miliar) datang dari uang tebusan untuk membebaskan 14 pelaut Indonesia bulan Mei, sementara P204.151.071,79 atau $4.3 juta (Rp56 miliar) untuk membebaskan 4 pelaut Malaysia yang diculik dari kapal tongkang Massive 6. Mereka dibebaskan pada 8 Juni.

Jumlah tebusan tersebut masih harus ditambah lagi dengan P30 juta yang dibayar untuk membebaskan warga Norwegia, dan P20 juta untuk 3 pelaut Indonesia baru-baru ini.

Jadi totalnya, jumlah uang tebusan yang telah dibayar ke ASG pada 2016 saja sekurang-kurangnya mencapai Rp354.1 juta atau $7.4 juta (Rp97.5 miliar)

Kebijakan tidak membayar tebusan

Dokumen-dokumen inteligen di atas tidak menyebutkan siapa sebenarnya yang membayar uang tebusan itu untuk pelaut Indonesia. Beberapa laporan mengatakan perusahaan yang mempekerjakan mereka malakuan pembayaran, sementara dokumen-dokumen lain menunjukkan pemilik perusahaan atau keluarga korban menjadi orang pertama yang ditelpon para penculik untuk meminta uang tebusan.

Pemerintah Filipina dan Indonesia tetap mengatakan tidak membayar uang tebusan sama sekali, beberapa aparat pemerintah sudah mulai mengakui bahwa mungkin saja uang tebusan telah dibayar oleh pihak-pihak lain.

Pada Senin, 19 September, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menyagkal pemerintah Indonesia membayar tebusan untuk 3 sandera yang dilepas ASG, tetapi mengatakan dia tidak tahu apakah pihak keluarga atau majikan membayar uang tebusan.

Sentimen serupa disampaikan oleh Menteri Komunikasi Filipina Martin Andanar yang mengatakan, “Saya ingin menekankan lagi pemerintah tetap pertahankan kebijakan tidak membayar uang tebusan. Tetapi, bila pihak ketiga atau keluarga korban membayar uang tebusan, kami tidak tahu.”

MNLF kecipratan uang tebusan

Sementara itu, baik Pemerintah Filipina maupun Indonesia telah secara terbuka memuji MNLF atas bantuan mereka – tetapi berbagai dokumen menunjukkan MNLF juga mendapat bagian dari uang tebusan yang dibayar ke ASG.

SANDERA YANG DIBEBASKAN. Presiden Rodrigo Duterte berterima kasih kepada MNLF untuk pelepasan Kjartan Sekkingstad (duduk, kedua dari kiri), dan tiga warga negara Indonesia. Foto oleh Manman Dejeto/Rappler

Selain sumber inteligen yang mengatakan MNLF menerima P20 juta untuk membantu membebaskan warga Norwegia itu, sebuah laporan rahasia lain mengatakan MNLF berbagi keuangan dengan ASG guna membatu membeli senjata dan amunisi.   

Laporan itu juga memberi peringatan akan kemungkinan serangan teroris skala besar seperti pengepungan Zamboanga oleh MNLF pada 2013.

MNLF juga membantu membebaskan 14 pelaut Indonesia bulan Mei.

Keterlibatan MNLF muncul ketika Duterte berusaha menghidupkan kembali negosiasi damai dengan kelompok tersebut. Duterte mengatakan sebelumnya dia sedang berencana berbicara dengan Misuari sebagai bagian dari usaha untuk mencapai perdamaian dengan kelompok-kelompok yang bertikai di Filipina, tetapi kemudian melakukan klarifikasi minggu lalu bahwa dia akan menunggu sampai 2017 karena Misuari sepertinya belum siap untuk melakukan negosiasi saat ini.

Surat perintah penangkapan terhadap Misuari, pemimpin MLNF yang berumur 77 tahun, masih berlaku. Misuari dituduh melakukan makar dan pelanggaran hukum kemanusian internasional berkaitan dengan pengepungan Kota Zamboanga pada 2013 yang menewaskan 200 orang dan memaksa ribuan orang lain mengungsi, banyak di antara mereka masih hidup di tempat evakuasi di kota tersebut.

Duterte telah memberi Misuari jaminan dia tidak akan ditangkap atau ditahan.

Misuari merancang serangan Zamboanga sebagai protes atas keputusan Pemerintahan Aquino saat itu untuk melakukan pembicaraan dengan kelompok sempalan MNLF, yaitu Moro Islamic Liberation Front (MILF). (Baca: Gov’t, MILF sign historic peace plan)

Misuari dan kelompok MNLF telah menandatangani kesepakatan damai dengan pemerintahan Ramos; dan dia pernah terpilih menjadi gubernur Daerah Otonomi Muslim Mindanao. Kelompok MNLF juga diberikan posisi di pemerintahan dan jutaan uang untuk proyek-proyek kesejahteraan.

Namun demikian, beberapa anggota MNLF terlibat dalam kegiatan penculikan beberapa tahun terakhir, terkadang bersama-sama dengan ASG.

Penculikan terus berlangsung

Duterte telah bersumpah untuk mengeliminasi Kelompok Abu Sayyaf dengan memerintahkan militer Filipina untuk menghancurkan kelompok tersebut bulan Agusuts setelah ASG memenggal sandera kedua asal Kanada. Militer telah mengirim 8.000 tentara ke Sulu dan kehilangan 15 orang dalam sebuah pertempuran bulan Agustus lalu.

Sebuah dokumen inteligen yang membeirikan estimasi kondisi Kelompok Abu Sayyaf sepertinya benar.

Dokumen tersebut mengatakan pembayaran uang tebusan meningkatkan kegiatan penculikan untuk tebusan dari kelompok Abu Sayyaf di Sulu.

Dokumen itu mencatat strategi kelompok tersebut telah berubah dari penculikan di Provinsi Zamboanga ke pembajakan dan penculikan kapal-kapal di perairan internasional dan mengingatkan penculikan tidak akan berhenti karena mereka sangat tergantung pada pembayaran uang tebusan.

Laporan tersebut menambahkan pemberitaan mengenai pemenggalan kepala para sandera telah berhasil meyakinkan para pihak untuk membayar uang tebusan. – Rappler.com

 

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!
Face, Happy, Head

author

Natashya Gutierrez

Natashya is President of Rappler. Among the pioneers of Rappler, she is an award-winning multimedia journalist and was also former editor-in-chief of Vice News Asia-Pacific. Gutierrez was named one of the World Economic Forum’s Young Global Leaders for 2023.