Keputusan Aprindo Gratiskan Kantong Plastik Berbayar Menuai Kritik

Uni Lubis

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Keputusan Aprindo Gratiskan Kantong Plastik Berbayar Menuai Kritik

ANTARA FOTO

Pengusaha ritel modern seharusnya peduli kepada lingkungan. Pemerintah diminta segera terbitkan aturan komprehensif terkait sampah plastik.

 

JAKARTA, Indonesia –  “Sejak 1 Oktober kami menggratiskan kantong kresek plastik. Arahan dari pusat, Bu,” kata Nina, kasir di gerai Alfamart yang berada di kawasan Jakarta Timur, Selasa 4 Oktober 2016. Tak jauh dari situ berdiri gerai Indomaret.  Salah seorang karyawan di sana mengatakan, pihaknya mulai menggratiskan kantong belanja plastik sejak 1 Oktober 2016.  

Dua gerai ritel modern yang jejaringnya tersebar luas di hampir semua kota ini mengikuti sikap Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) yang sejak 1 Oktober memutuskan untuk menghentikan uji coba kantong plastik berbayar.  Sejak 21 Februari 2016 mereka mengenakan Rp 200 per kantong plastik kepada konsumen.

“Setelah mempertimbangkan secara masak dampak yang berkembang, kami memutuskan menggratiskan kembali kantong plastik di seluruh ritel modern mulai 1 Oktober hingga diterbitkannya Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang berkekuatan hukum,” kata Ketua Umum Aprindo Roy N. Mandey, dalam keterangan kepada media akhir September lalu.

Sikap Aprindo ini menuai kritik. Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik (GIDKP) menilai seharusnya niat baik Aprindo untuk menyelamatkan lingkungan bukan bergantung dengan adanya paksaan berupa peraturan dari pemerintah. Menurut GIDKP, sejak uji coba kantong plastik berbayar di berbagai gerai modern pada 22 Februari 2016 lalu, bertepatan dengan Hari Peduli Sampah Nasional, hasilnya cukup signifikan.   

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya saat memperpanjang uji coba mengatakan ada penurunan rata-rata 30 persen penggunaan kantong plastik di sejumlah kota. Uji coba yang dimulai di 22 kota dan satu provinsi meluas menjadi uji coba secara nasional. Kementerian LHK mencatat ada beberapa kabupaten/kota yang membuat peraturan terkait pembatasan kantong plastik. Termasuk Kota Banjarmasin yang melarang penggunaan kantong plastik di ritel modern pada 1 Juni lalu.

Menurut laporan dari Badan Pengelola Lingkungan Hidup (BPLH) Kota Bandung, terdapat pengurangan kantong plastik sebesar 42 persen sejak diberlakukannya kantong plastik berbayar. Hal serupa terjadi di Kota Balikpapan yang menyatakan pengurangan penggunaan kantong plastik sebesar 45 persen. DKI Jakarta pun sedang menyiapkan peraturan mengenai kantong belanja ramah lingkungan, salah satunya akan melarang penggunaan kantong plastik.

“Ada bukti efektifitas, dan ada momentum yang semakin meningkat di masyarakat tentang kesadaran perlunya pengurangan kantong plastik. Dukungan Aprindo sangatlah penting dalam menjaga momentum tersebut, sehingga sayang sekali bila mereka hengkang dari komitmen mereka di tengah jalan,” kata Rahyang Nusantara, Koordinator Harian GIDKP. 

Konsumen disarankan membawa tas belanja

GIDKP mengharapkan Aprindo mendukung pengurangan sampah plastik dengan mengingatkan konsumen untuk membawa tas belanja sendiri. Aprindo juga perlu membuktikan niat baiknya dengan menyerahkan data pengurangan kantong plastik, sesuatu yang hingga kini masih belum dilakukan oleh asosiasi tersebut.

“Hingga saat ini, ritel modern belum melaporkan data pengurangan kantong plastik seperti yang tercantum di Surat Edaran No.SE.8/PSLB3/PS/PLB.0/5/2016 tanggal 31 Mei 2016 tentang Pengurangan Sampah Plastik Melalui Penerapan Kantong Belanja Plastik Sekali Pakai Tidak Gratis dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK),” kata Tiza Mafira, Direktur Eksekutif GIDKP.

Tiza Mafira juga mempertanyakan komitmen Aprindo yang tercantum dalam Surat Edaran No. S.1230/PSLB3-PS/2016 tanggal 17 Februari 2016 tentang Harga dan Mekanisme Penerapan Kantong Plastik Berbayar dari KLHK yang belum dijalankan, yaitu memberikan insentif kepada konsumen, melakukan pengelolaan sampah, dan melakukan tanggung jawab sosial perusahaan.

Pemerintah pusat perlu terbitkan regulasi terkait sampah plastik

GIDKP juga mengingatkan peran penting pemerintah dalam membuat regulasi. “Rancangan Peraturan Menteri yang sedang dalam proses penyusunan harus segera diterbitkan dan disosialisasikan. Isi dari Rancangan Peraturan Menteri sudah komprehensif dan sebenarnya banyak menjawab pertanyaan dari masyarakat,” kata Tiza.

Isi Rancangan Peraturan Menteri tentang pengurangan kantong plastik disampaikan pertama kali pada Rapat Pengurangan Sampah Plastik di Banjarmasin pada 7 September 2016. Dalam Rancangan tersebut antara lain diatur kewajiban pelaku usaha untuk mendorong konsumen menggunakan tas belanja pakai ulang, mewajibkan pelaku usaha membebankan biaya untuk setiap lembar kantong plastik yang masih diminta oleh konsumen, dan menyediakan insentif bagi konsumen yang membawa tas belanja pakai ulang, serta mekanismenya. Keputusan Aprindo memicu diskusi dalam kelompok komunikasi “Pojok Iklim”.   

Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah dan Limbah B3, Tuti Hendrawati Mintarsih mengatakan, pihaknya tengah menunggu terbitnya keputusan menteri.  “Draf sudah dibahas dengan pemerintah daerah, akan dibahas dengan peritel, dan sektor terkait lainnya,” kata Tuti.  Rappler sudah meminta izin mengutip diskusi ini, termasuk pernyataan Dirjen Tuti.  

Tuti mengatakan, ketika program uji coba dilakukan sejak 21 Februari 2016, ada penurunan sekitar 20-80 persen dalam penggunaan kantong plastik di kota-kota yang ikut uji coba. “Untuk yang periode nasional akan dievaluasi segera.  Evaluasi secara online sudah dimulai akhir September,” ujar Tuti.  Periode nasional dilakukan sejak Mei 2016.  Tuti juga menceritaka pengalamannya berbelanja di sebuah peritel modern besar di kawasan Jalan Gadjah Mada, Jakarta. “Minggu lalu saya ke Grand Lucky, saya perhatikan 9 dari 10 pembelanja membawa kantong belanja sendiri,” kata Tuti.

Wirausahawan yang aktif di situs www.pedulibumi.com Ananda Mustadjab Latif menyarankan agar aturan kantong plastik berbayar juga diterapkan di pasar tradisional.  “Di pasar tradisional justru banyak digunakan plastik berbahaya yang jumlahnya mungkin lebih banyak dibanding yang digunakan di lingkungan Aprindo,” kata Nanda. 

Nanda juga mengingatkan perlunya pengelolaan sampah yang benar, begitu juga upaya mengubah pola hidup masyarakat dalam menyikapi sampah.  “Sejak dikeluarkannya UU Sampah No 18 tahun 2008 pengelolaan sampah belum berubah, begitu juga pola kebiasaaan masyarakatnya,” kata Nanda.

Tuti mengatakan bahwa pihaknya sudah membuat peta jalan pengelolaan sampah. Sosialisasi sudah dilakukan ke pihak pengelola kegiatan, hotel, restoran, juga produsen barang konsumsi, tentang pentingnya menggunakan bahan  kemasan yang aman dan ramah lingkungan.  “Aturan kantong plastik berbayar juga akan diberlakukan di pasar tradisional.  Tapi kita mulai di peritel modern dulu,” kata Tuti.

Dalam 10 tahun terakhir jumlah timbunan kantong sampah plastik terus meningkat.  Setidaknya ada 9,8 miliar lembar kantong plastik digunakan oleh masyarakat Indonedia setiap tahunnya.  Dari jumlah itu 95 persen adalah  plastik yang tidak dapat didaur ulang dan menjadi sampah. Sampah plastik yang dibuang ke laut dapat berakhir sebagai racun di tubuh manusia. Nelayan yang melaut di Pantai Selatan sering menemukan penyu yang mati karena sampah plastik. – Rappler.com

 

 

 

 

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!