Menanti Handika dibebaskan militer Turki

Fariz Fardianto

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Mahasiswa Indonesia, Handika Lintang, dituduh mendukung gerakan kudeta di Turki.

Warga Istambul mengibarkan bendera Turki untuk menentang upaya kudeta terhadap President Recep Tayyip Erdogan (16/06). Foto oleh WERNER/EPA

SEMARANG, Indonesia – Supartiningsih resah membayangkan nasib anaknya, Handika Lintang, yang kini berada di dalam sel tahanan di Turki. Handika ditangkap militer Turki pada awal Juni 2016 karena dituduh mendukung gerakan kudeta yang dilancarkan Fethullah Gulen.

“Saya baca suratnya yang dikirim dari Turki. Handika meyakinkan saya kalau dia tetap tenang selama ditahan. Dia malah kepengin melanjutkan kuliahnya di Turki sampai dapat ijazah,” kata Supartiningsih kepada Rappler di pendopo Pemerintah Kabupaten Wonosobo, Rabu 5 Oktober. 

Handika bersama ratusan mahasiswa lain dari berbagai negara diciduk militer Turki karena diduga turut mendukung kudeta yang digerakkan ulama Turki bernama Fethullah Gulen pada Jumat, 15 Juli. 

(BACA: Kisah pelajar Indonesia yang tertangkap di Turki karena diduga pendukung Fethullah Gulen)

Saat itu baku tembak sempat terjadi antara kelompok militer loyalis Fethullah Gulen dengan militer Turki pendukung Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan di Istambul. Namun tak sampai 24 jam kemudian kudeta berhasil digagalkan.

Presiden Recep Tayyip Erdogan kemudian melakukan pembersihan dengan menangkap tak kurang dari enam ribu orang yang diduga mendukung gerakan Fethullah Gülen. Handika Lintang salah satunya.

Semula Handika akan disidangkan pada Oktober ini. Namun otoritas Turki kemudian memutuskan mengundurkan jadwal sidang hingga pertengahan November 2016. Kabar ini didapat Supartiningsih dari staf Kementerian Luar Negeri yang menemuinya pada 27 September.

Dari mereka Supartiningsih juga mendapatkan kepastian jika Kementerian Luar Negeri akan mengirimkan tim ke Turki untuk mengawal kasus Handika. “Saya dikasih tahu sama pihak kementerian kalau mereka pekan ini telah terbang ke sana untuk mengawal proses pembebasan Handika Lintang,” katanya kepada Rappler, Rabu 5 Oktober 2016. 

Meski anaknya akan mendapatkan pengawalan dari tim Kementerian Luar Negeri, Supartiningsih tetap merasa cemas. Sebab saat ini situasi politik di Turki masih belum sepenuhnya stabil. Apalagi putranya ditahan di kota Gaziantep, tak jauh dari perbatasan Turki-Suriah. 

Supartiningsih juga tak habis pikir kenapa pemerintah Turki menangkap dan menahan putranya kendati keterlibatan Handika dalam mendukung Fethullah Gulen masih diragukan. Kini, sembari menunggu angin segar dari Turki, ia hanya bisa berdoa.

Menggalang dukungan

Sementara itu kerabat dekat dan para alumni Asrama Bilingual Semesta Semarang, tempat Handika pernah mengenyam ilmu hingga SMA, tak tinggal diam. Mereka menggalang dukungan ke seluruh pihak.

“Saya bersama teman-teman sampai sekarang masih menggalang dukungan baik melalui Facebook maupun aksi secara nyata karena Handika butuh dukungan moril,” kata Husein Abdullah, alumni Asrama Bilingual Semesta Semarang, saat dihubungi.

Selain itu, para alumni juga menghimpun dana untuk meringankan beban teman-temannya yang kesulitan membiayai proses pemindahan kuliah dari Turki ke tanah air. Sebab, setelah kudeta yang gagal di Turki, status mereka tak lagi jelas.

Setra Genyang Wicana adalah salah satunya. Alumni Semesta ini sempat menikmati program beasiswa Pasiad. Namun dua bulan terakhir ini ia bingung. Sebab, semua beasiswa yang memakai nama Pasiad kini dihentikan tanpa ada solusi apapun.

Secara otomatis ia tak bisa lagi melanjutkan kuliah di Universitas Gaziantep. Status pendidikannya pun terkatung-katung. “Yang jadi masalah apakah ibu saya rela ngirim saya ke Turki lagi atau enggak. Padahal saya hampir lulus kuliah,” kata Setra.

Pihak Asrama Bilingual Semesta menyebutkan hingga kini terdapat 280 alumninya yang mendapat beasiswa Pasiad tak bisa lagi berkuliah di Turki. Sebab, pemerintahan Turki dibawah kendali Presiden Recep Erdogan telah memutus jaringan beasiswa yang diberikan kepada mereka.

Para donatur Pasiad hampir 99 persen telah ditangkap dan dijebloskan penjara oleh pemerintah Turki. Dengan kata lain, status pendidikan mereka jadi tidak jelas. Bahkan, beberapa mahasiswa Indonesia kini masih terkatung-katung di Turki.

Nur Rochim, juru bicara Asrama Bilingual Semesta, menyebutkan ada tiga opsi yang ditawarkan kepada para alumninya bila tetap ingin berkuliah, yakni memindahkan kampus ke Indonesia, tetap di Turki, atau mengulang kuliah di Indonesia.

“Kami di Semarang tidak bisa melakukan apapun kecuali menunggu perkembangan terkini kasusnya Handika dan masalah-masalah yang dihadapi alumni di sana,” katanya.—Rappler.com

 

 

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!