Memainkan lagu-lagu Benyamin Suaeb di hadapan warga Jerman

Yuli Saputra

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Memainkan lagu-lagu Benyamin Suaeb di hadapan warga Jerman
Cakrawala Mandala Dvipantara akan tampil di Frankfurt Book Fair pada 19-23 Oktober untuk memperkenalkan budaya Betawi

BANDUNG, Indonesia — “Tribute to Benyamin” menjadi salah satu repertoar yang akan dibawakan Cakrawala Mandala Dvipantara (CMD) saat tampil di Frankfurt Book Fair (FBF), Jerman, pada 19-23 Oktober mendatang. 

Ada 5 lagu karya seniman Betawi, Benyamin Suaeb, yang akan dinyanyikan di depan publik Jerman itu, di antaranya Kompor Mleduk, Nonton Koboy, Nasi Timbel, Rokok, dan Hujan Gerimis.

Lagu terakhir akan dibawakan dengan gaya Keroncong ala kelompok musik yang lahir di Bandung ini.

Pemain sekaligus Music Director CMD, Bintang Manira Manik, menjelaskan Benyamin dipilih karena sesuai tema FBF yang pada tahun ini bertemakan kesenian Betawi. Selain itu, Bintang mengaku, merindukan sosok Benyamin sebagai seniman yang nyeleneh.

“Lagu Benyamin kami bawakan atas dasar rasa kerinduan kami dengan rocker nyeleneh Indonesia, sekaligus memperkenalkan salah satu legend musik Indonesia,” kata Bintang. 

CMD adalah kelompok musik yang beranggotakan 9 seniman muda berbakat dengan latar belakang musik tradisional dan modern.  Grup ini baru dua bulan terbentuk, namun telah memikat hati kurator pertunjukan FBF 2016, Endo Suanda, yang kemudian memilihnya untuk mengisi pertunjukan di FBF 2016 selama lima hari.

“Saya punya tanggungjawab siapa yang saya undang. Orientasi saya lebih ke anak muda. Saya paham anak muda yang sering tidak mendapat kesempatan,” kata Endo. 

Tidak hanya itu saja, Endo menilai, kemampuan personel CMD juga tidak bisa dipandang sebelah mata. Meski umurnya masih muda, bahkan dua di antaranya masih berusia 18 tahun, mereka memiliki pengalaman panjang dalam bermusik. Tidak heran jika dalam waktu yang singkat, CMD telah menyiapkan sekitar 45 lagu atau komposisi untuk tampil di FBF 2016.

Salah satu komposisi yang akan dibawakan adalah Raag of Javadwipa yang berisi lima judul lagu, yakni Ritus, Amba, Tarek Pukat, The Dance of Faun, dan Al Ufuk. Lagu-lagu tersebut diciptakan dengan latar belakang kisah-kisah nusantara. 

Seperti Amba yang menceritakan tentang kisah cinta rumit antara tokoh pewayangan, Dewi Amba dan Bisma. Atau, Tarek Pukat dari Aceh yang merupakan nyanyian para nelayan untuk menyambut ikan-ikan yang masuk ke jarring.

Selain itu, komposisi musik Raag of Javadwipa juga sangat kental dengan “Indonesia” karena dibawakan dengan menggunakan alat musik tradisional, seperti kecapi, suling, tarawangsa, dan dogdog, yang diperkaya juga dengan alat musik modern, bass dan biola.

“Kaum muda ini memiliki minat besar dalam menggali dan menghidupkan khazanah lama tinggalan leluhur kita. Karena itu, dari musik-musik CMD ini, kita akan mendengar banyak ‘suara’ yang familiar dan aneh, yang lama dan baru, yang ringan dan berat, yang menghibur dan mengajak merenung,” kata Endo.

“Saya percaya ini bisa merepresentasikan Indonesia kepada masyarakat Jerman.”

Selain melalui musik, ciri Indonesia juga akan ditampilkan melalui kostum yang bermotif batik dan lurik. Namun desain kostum sendiri masih menjadi PR besar bagi personil CMD karena harus disesuaikan dengan kondisi di Jerman yang suhunya mencapai 5 derajat celcius. Apalagi dalam lima hari itu, CMD akan tampil pagi, siang, dan malam setiap harinya.

“Kostum akan tetap merepresentasikan Indonesia tapi tetap diusahakan agar kami tidak kedinginan,” ujar Safina Tiara Nadisa, satu-satunya personel perempuan di CMD.

Selama lima hari tampil di FBF 2016, CMD akan menghadirkan keragaman budaya Indonesia lewat pertunjukan musik yang ditampilkan. Selain komposisi Raag of Javadwipa, akan dihadirkan pula lima lagu keroncong, juga blues ala Indonesia. 

Rasa Indonesia semakin lengkap dengan pertunjukan pencak silat Betawi oleh dua pesilat dari perguruan Inti Raga Silibet, Dani Silibet dan Asril Umay. Aksi pencak silat itu akan diiringi pula oleh permainan musik CMD.

Setelah manggung di FBF 2016, CMD akan tampil di Wiesbaden pada 27 Oktober dan akan dilanjutkan dengan pertunjukan di UN Day, di Bonn pada 29 Oktober.

Kurang dukungan pemerintah 

Meski mengemban misi kebudayaan bagi negara, namun keberangkatan CMD ke beberapa kota di Jerman kurang mendapat dukungan dari pemerintah Indonesia.  

Endo mengungkapkan, pemerintah, melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan hanya memberikan uang transportasi, akomodasi, dan sedikit honor. Namun, kata Endo, pemerintah tidak menyediakan dana bagi proses persiapan dan latihan menjelang keberangkatan ke Jerman.

“FBF adalah yang menanganinya Kemendikbud, di-support secara full untuk berangkat, akan ada honor juga. Yang luar biasa tidak ada adalah untuk biaya latihan dan produksi,” ungkapnya.

Penggalangan dana pun dilakukan, di antaranya dengan menjual merchandise dan mengunggah proyek mereka di situs urun tangan, www.kitabisa.com. Selain itu, Endo mengajak komunitas Jendela Ide untuk berkolaborasi mengumpulkan dana dan dukungan dari sejumlah pihak yang peduli.

Koordinator Jendela Ide Indonesia Foundation, Marintan Sirait, mengatakan pihaknya menyambut baik ajakan untuk mendukung dan memfasilitasi para musisi muda.  Jendela Ide memang telah sejak lama berkolaborasi dengan para musisi muda.

“Misi budaya ini tentunya bukan sekadar rangkaian pertunjukan bagi mereka, tetapi harus menjadi sebuah kesempatan bagi musisi untuk berorientasi, berefleksi, dan memunculkan inspirasi baru. Harapannya suatu saat nanti, mereka dapat mewarnai kancah music dunia, dengan kekayaan eksplorasi musik nusantara,” kata Marintan. —Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!