Liverpool vs Manchester United: Saatnya ‘the normal one’ mengambil alih panggung

Agung Putu Iskandar

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Liverpool vs Manchester United: Saatnya ‘the normal one’ mengambil alih panggung
Jose Mourinho belum juga menemukan identitas permainan Manchester United. Peluang terbuka lebar bagi Juergen Klopp.

JAKARTA, Indonesia — Jose Mourinho dan Juergen Klopp sejatinya dua pelatih yang sangat kontras. Terutama dalam bagaimana mereka melihat diri mereka sendiri. Mourinho, seperti yang kita semua tahu, adalah seseorang dengan citra diri setinggi langit dan menuntut loyalitas hampir tanpa batas dari pasukannya.

Mourinho juga adalah sosok yang menuntut dominasi, hampir-hampir bertangan besi, dan membangun tembok otoritas setinggi Menara Jam Big Ben. Tak ada yang bisa mengganggu pendapatnya kecuali dia sendiri yang menginginkannya. 

Sebab dia adalah sosok spesial, the special one—gelar yang dia buat sendiri dan dia pakai sendiri. Betapa dia sangat mengagumi dirinya. 

Sebaliknya, Klopp adalah antitesis manajer berpaspor Portugal tersebut. Klopp datang ke Inggris dan tanpa embel-embel apapun untuk membuat orang menghormati dirinya. 

Dia mengaku melatih klub sepak bola dalam sudut pandang seorang fans. Menyemangati pasukannya mati-matian dan larut dalam gelombang emosi di setiap pertandingan.

Dia menyebut dirinya sendiri secara sederhana: the normal one

Namun, si orang biasa ini justru mulai menuai pondasi yang dia bangun di Liverpool sejak musim lalu. Gegen pressing Jordan Henderson dan kawan-kawan mengalami banyak penyempurnaan: lebih cepat, agresif, dan tangguh dalam merebut bola di daerah lawan. 

Strategi membanjiri kotak penalti lawan dengan banyak pemain membuahkan hasil. Produktivitas gol mereka adalah yang terbanyak ketiga di Liga Primer dengan 18 gol, setelah Arsenal dan Manchester City masing-masing 19 gol. 

Liverpool juga mulai memperbaiki salah kekurangan mereka musim lalu: obral tembakan ke gawang lawan namun akurasi alias konversi gol rendah. Hingga pekan ketujuh, klub yang bermarkas di Anfield itu memproduksi tembakan terbanyak kedua di Inggris, 47 tembakan. 

Jumlah attempts itu diikuti conversion rate yang cukup tinggi. Sebanyak 22,5 persen atau setara 18 tembakan berbuah gol. Bahkan rasio konversi tersebut tak bisa diikuti Manchester City (19 persen), Chelsea (16,7 persen), dan Manchester United (15,3 persen). 

Malah pasukan Jose Mourinho kalah agresif dibanding Liverpool. Jika The Reds sudah melepas 47 tembakan, United hanya 41 attempts

Meskipun begitu, persoalan khas dalam gaya bermain tersebut masih kerap muncul Liverpool. Misalnya para pemain yang terlambat turun—terutama sektor sayap. Namun, hal itu tak terlalu menjadi soal. Sebab, musim ini sudah berjalan lancar bagi mereka setelah awal musim yang kurang meyakinkan. 

Setelah kalah melawan Burnley 0-2 dan ditahan Tottenham Hotspur 1-1, laskar Klopp terus mencatatkan streak alias kemenangan beruntun hingga 4 laga. 

Situasi tersebut jelas berbahaya bagi United yang akan menghadapi mereka pada Selasa, 18 Oktober pukul 02.00 WIB dini hari. Apalagi pertandingan digelar di Anfield, kandang Liverpool.

Peluang United bakal semakin sulit karena Liverpool justru tambah bersemangat melawan tim-tim besar. Sudah 3 tim favorit juara jadi korban. Arsenal digasak 4-3, Chelsea 2-1, dan juara bertahan Leicester City dilahap 4-1. 

“Banyak persiapan yang harus kami lakukan. Tapi kami akan siap. Kami akan mencoba segalanya dan saya sangat optimis dengan peluang besar ini,” kata Klopp seperti dikutip Sports Mole

Klopp tanpa beban melawan Mourinho 

Beban manajer asal Jerman itu bakal jauh lebih ringan dibanding United. Mantan manajer Borussia Dortmund itu juga tidak memiliki catatan buruk melawan Mourinho. Sepanjang lima kali bentrok dengan mantan manajer Real Madrid itu, Klopp justru 3 kali menang dan hanya sekali seri. 

Bersama Liverpool, dia membabat Chelsea 3-1. Ketika sedang menukangi Dortmund, dia mengalahkan Los Blancos 3-2 dan 2-1, kalah sekali 2-3, dan seri 2-2. Karena itu, Mourinho bukanlah mimpi buruk bagi dirinya. Begitu juga United. Kejayaan mereka yang sedang hilang tak membuat nyali sang manajer dan pasukannya ciut.

“Kami tidak terlalu memikirkan United,” kata Klopp

Sebaliknya bagi United. Mourinho terus “ditagih” performa meyakinkan tim berjuluk Setan Merah itu. Hingga Liga Primer memasuki pekan ketujuh, dia belum juga menemukan formasi ideal tim.

Wayne Rooney yang menjadi langganan starter di awal musim kini tergusur. Paul Pogba yang sebelumnya “hanya” jadi gelandang bertahan kini mulai dibebaskan perannya. Didorong lebih ke depan dan membangun inisiatif serangan.

Posisi winger dalam format 4-2-3-1 juga berubah-ubah. Terkadang Juan Mata sebagai kepercayaan Mourinho di sektor kanan, tapi beberapa kali Henrikh Mkhitaryan menempati posisi itu. Begitu juga Anthony Martial dan Marcus Rashford yang kerap dipasang bergantian. 

Satu-satunya pemain yang tak tergantikan hanya ujung tombak Zlatan Ibrahimovic dan, tentu saja, kiper David De Gea. 

Situasi itu jelas menunjukkan bahwa Mourinho belum menemukan the winning team United. Dia masih terus mencari format terbaik. 

Masalahnya, sepak bola tidak bisa menunggu terlalu lama. Manchester City sudah “menghukum” proses transisi lambat Mourinho itu dengan kemenangan 2-1 di Old Trafford. Diikuti Watford sepekan berikutnya dengan skor telak 3-1.

Situasi tersebut sampai membuat legenda United Paul Scholes ikut berkomentar. Menurut dia, Mourinho dalam kebingungan dengan line up tim. Padahal, bukan pemain-pemain murah yang dibeli jawara terbanyak Liga Primer itu musim ini. 

“Ada kegamangan dalam menentukan komposisi  pemain,” kata Scholes seperti dikutip BBC

Mourinho jelas tak terima dengan tuduhan seperti itu. Dia menyadari, dengan rekam jejak mentereng (juara di 4 negara berbeda), performa United membuat dia bisa semakin terdesak. Kapasitasnya pelan-pelan mulai diragukan karena unsur “magis” dia mulai habis. Para suporter diam-diam mulai menagih hasil yang lebih baik.

Lelaki kelahiran Setubal itu terus berusaha meredakan tekanan yang dialamatkan kepadanya. Menurut dia, proses pencarian permainan United adalah hal yang wajar. 

“Dalam sepak bola, kita kadang menghadapi tragedi. Yakni dalam sebuah laga besar kamu mengalami kekalahan. Itu hal biasa jika kamu menganggapnya sebagai lelucon,” katanya seperti dikutip BBC

Lantas, apakah tragedi itu akan kembali hadir saat United menghadapi Liverpool? Tentu fans tak akan setuju jika kekalahan melawan musuh bebuyutan dianggap hal yang biasa-biasa saja. Bahkan lelucon. —Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!