4 hal yang perlu kamu tahu soal penembakan Dubes Rusia di Turki

Rappler.com

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

4 hal yang perlu kamu tahu soal penembakan Dubes Rusia di Turki

AFP

Pelaku penembakan mengarahkan senjata ke pengunjung pameran sambil mengucapkan kalimat "jangan lupakan mengenai Suriah, jangan lupakan mengenai Aleppo"

JAKARTA, Indonesia – Duta Besar Rusia untuk Turki, Andrei Karlov tewas usai ditembak seorang pria ketika tengah membuka pameran foto berjudul “Rusia seperti dilihat oleh warga Turki” di ibukota Ankara pada Senin, 19 Desember. Pembunuhan dilakukan oleh seorang pria berjas sambil meneriakan “jangan lupakan Aleppo” selang beberapa hari aksi protes di Turki terhadap keterlibatan Rusia dalam konflik di Suriah.

Rusia memilih untuk mendukung Presiden Bashar Al Assad yang ingin dilengserkan oleh kelompok pemberontak. Akibatnya, warga yang bermukim di Aleppo ikut menjadi korban dari pertempuran di antara kedua pihak.

Berikut 4 hal yang perlu kamu ketahui mengenai aksi penembakan Dubes Rusia:

Bagaimana serangan itu terjadi?

Berdasarkan potongan rekaman video yang tersebar luas ke publik, Dubes Karlov ditembak dari belakang ketika tengah membuka pameran fotografi Rusia di sebuah ruang pameran di ibukota Ankara. Dari beberapa foto terlihat Dubes Karlov tengah berdiri di podium untuk memberi kata sambutan. Tetapi, tiba-tiba dia terjatuh dan tak sadarkan diri.

Sementara, di belakangnya berdiri si pelaku yang mengenakan jas hitam, kemeja putih dan berdasi. Pria itu kemudian meneriakan kalimat “Allahu Akbar” dan berbicara dalam Bahasa Arab soal kesetiaannya terhadap aksi jihad.

Kemudian, sambil memegang senjata, pelaku berbicara kepada pengunjung pameran yang merasa ketakutan dengan kalimat “jangan lupakan mengenai Suriah, jangan lupakan mengenai Aleppo. Semua yang ikut serta dalam tirani ini akan bertanggung jawab”. Para tamu yang mendengar kalimat itu memilih untuk berlindung di balik meja di area pameran.

Menurut laporan kantor berita pemerintah, Anadolu, pelaku berhasil dilumpuhkan dalam sebuah operasi di dalam area pameran usai terjadi baku tembak selama 15 menit

Pelaku seorang polisi

Kementerian Dalam Negeri Turki menyebut pelaku bernama Mevlut Mert dan berusia 22 tahun. Dia bekerja di Ankara sebagai personil kepolisian anti huru-hara selama 2,5 tahun terakhir.

Tidak diketahui dengan jelas apakah saat itu dia tengah bertugas di ruang pameran atau tidak. Belum diketahui juga bagaimana caranya Mert bisa membawa senjata ke dalam ruang pameran.

Sementara, Walikota Ankara, Melih Gokcek sudah mengeluarkan pernyataan yang spekulatif melalui akun Twitternya dengan mengatakan pelaku kemungkinan memiliki kaitan dengan kelompok Fethullah Gulen yang saat ini tengah berada di Amerika Serikat. Gulen dituding oleh Pemerintah Turki sebagai otak di balik operasi kudeta terhadap Presiden Recep Tayyip Erdogan.

Belum diketahui apakah aksi pembunuhan terhadap Dubes Karlov dilakukan seorang diri atau berkelompok. Sejauh ini belum ada kelompok yang mengklaim bertanggung jawab. Tetapi, peristiwa ini akan semakin menambah beban bagi Pemerintah Turki, pasca terjadi serangan bom bunuh diri yang dilakukan oleh kelompok ISIS atau militan Kurdi.

Korban adalah diplomat veteran

Andrei Karlov merupakan diplomat veteran yang membantu memulihkan hubungan antara Moskow dan Ankara yang memburuk usai kejadian penembakan jet tempur Sukhoi oleh militer Turki. Karlov yang berusia 62 tahun ditunjuk oleh Presiden Vladimir Putin untuk bertugas di ibukota Ankara sejak tahun 2013 lalu. Saat itu kedua negara tengah berupaya untuk meningkatkan hubungan perdagangan, walaupun Rusia dan Turki juga terlibat dalam konflik di Suriah.

Sebelum bertugas di Ankara, Dubes yang mengenakan kacamata itu menghabiskan sebagian besar waktunya untuk membangun hubungan diplomatik di negara di Semenanjung Korea. Karlov pernah bertugas di Kedutaan Rusia di Korea Utara dan Korea Selatan. Dia kembali ditugaskan di negara yang dipimpin Kim Jong-un itu pada periode tahun 2001-2006.

Dampak terhadap hubungan kedua negara

Aksi penembakan terjadi di malam jelang pertemuan penting antara 3 Menteri Luar Negeri di Moskow yaitu Menlu Turki, Rusia dan Iran untuk membahas mengenai konflik di Suriah. Menlu Turki, Mevlut Cavusoglu mendengar berita penembakan ini di atas pesawat ketika tengah terbang menuju ke Rusia untuk pertemuan tiga pihak.

Dalam konflik di Suriah, Moskow dan Turki mengambil sikap yang berseberangan. Ankara memilih mendukung kelompok pemberontak yang ingin menjungkalkan Presiden Suriah, Bashar Al Assad. Sedangkan Moskow justru membela Assad dan menganggap aksi yang tidak sah jika ingin menjatuhkan Presiden Suriah tersebut, lantaran dia terpilih melalui proses pemilu.

Keterlibatan Rusia dalam konflik di Suriah menyebabkan aksi unjuk rasa dan protes di Turki. Sebagian umat Muslim di Indonesia juga menggelar aksi protes serupa pada Senin, 19 Desember di depan gedung Kedutaan Rusia. Sementara, di Turki aksi unjuk rasa dilakukan di depan gedung Konsul Jenderal di Istanbul.

Mereka beranggapan Rusia ikut bertanggung jawab atas pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang terjadi di kota Aleppo.

Walaupun peristiwa memilukan ini dikecam oleh berbagai pihak, namun Turki dan Rusia memilih untuk tidak terprovokasi. Putin dan Erdogan berjanji hubungan kedua negara tidak akan terpengaruh karena Dubes Rusia dibunuh.

“Kami tidak akan membiarkan serangan ini mempengaruhi hubungan Turki-Rusia. Tindak kejahatan yang dilakukan jelas-jelas merupakan sebuah provokasi yang ditujukan untuk menghancurkan normalisasi hubungan Rusia-Turki dan proses perdamaian di Suriah,” ujar Kementerian Luar Negeri Turki.

Dalam pandangan beberapa pengamat, yang paling kena dampak dari aksi pembunuhan Dubes Karlov malah Suriah. Seorang pengajar di bidang keamanan dan pembangunan di King’s College, London, Inggris, Domitilla Sagramoso, menilai Rusia akan merespons dengan cara biasa yang sudah mereka lakukan.

“Mereka akan semakin meningkatkan keterlibatan militer mereka di Suriah. Mereka tidak akan membom Turki akibat peristiwa ini, tetapi saya pikir mungkin justru membahayakan Suriah,” ujar Sagramoso.

Kepala Program Rusia dan Eurasia di lembaga think tank, Catham House, James Nixey mengatakan Moskow akan menggunakan serangan ini untuk mengklaim bahwa mereka berada di pihak yang sama dengan Ankara dalam melawan aksi terorisme.

“Rusia akan menggambarkannya sebagai upaya yang lebih luas dalam mengantisipasi serangan teror. Dalam pandangan saya, Rusia tidak akan menyalahkan Turki atas peristiwa itu, tetapi justru menggunakannya untuk keuntungan mereka yang lain,” kata Nixey.

Bahkan, bisa saja aksi pembunuhan itu berdampak terhadap kebijakan pengungsi yang kini berlangsung di kota Aleppo.

“Simpati warga Rusia akibat peristiwa itu akan berkurang. Jelas, militer Rusia menginginkan adanya aksi pembalasan,” kata Nixey lagi. – dengan laporan AFP/Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!