UNFPA: praktek sunat perempuan harus berakhir pada 2030

Rappler.com

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

UNFPA: praktek sunat perempuan harus berakhir pada 2030
Direktur Eksekutif UNFPA Babatunde Osotimehin mengatakan dampak dampak fisik dan trauma emosional yang dirasakan para korban dapat berlangsung seumur hidup.

JAKARTA, Indonesia — Sunat perempuan (FGM), masih menjadi masalah global. Data United Nations Fund for Population Activities (UNFPA) menyebutkan ada 200 juta perempuan di seluruh dunia yang pernah menjalani ritual ini.

Direktur Eksekutif UNFPA Babatunde Osotimehin mengatakan dampak dampak fisik dan trauma emosional yang dirasakan para korban dapat berlangsung seumur hidup. “Ini merampok hak otonomi atas tubuh anak perempuan dan melanggar hak asasi,” kata dia seperti dilansir dari situs resmi UNFPA pada Senin, 6 Februari 2017.

Sejak 2008, UNFPA dan UNICEF telah memperjuangkan program penghapusan sunat perempuan di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Pada 2015, mereka merumuskan rencana jangka panjang hingga 2030.

Pada tahun 2016, sebanyak 2900 komunitas yang mewakili 8,4 juta penduduk negara di bawah program UNFPA-UNICEF telah menyatakan untuk menghapus praktek sunat perempuan. Pada 2017, Osotimehin menginginkan proses yang lebih cepat pada komunitas yang belum terjamah.

“Artinya, kita harus menyerukan pada pemerintah untuk membuat kebijakan hukum yang melindungi hak perempuan serta menghentikan FGM,” kata dia. Akses bantuan terhadap mereka yang terancam disunat sekaligus penyintas.

Ia juga meminta pemerintah merangkul keluarga dan komunitas yang melihat sunat sebagai kewajiban. Osotimehin menganjurkan supaya komunitas ini diberi informasi lengkap terkait bahaya praktek sunat, sekaligus keuntungan dari penghentian.

“Marilah kita buat generasi saat ini menghentikan sunat perempuan—dengan melakukan ini, kita telah menyumbang untuk dunia yang lebih baik dan sehat untuk semuanya,” kata dia.

Sunat perempuan adalah praktek kebudayaan yang menjadi simbolisasi hak mereka atas tubuh sendiri. Ritual ini dapat berlangsung secara simbolis, maupun pemotongan bagian alat kelamin wanita secara nyata. Belum ada penelitian yang menyebutkan keuntungan medis dari praktek ini; bahkan cenderung berbahaya bagi kesehatan dan reproduksi perempuan.

Hingga saat ini, 200 juta perempuan dari 30 negara pernah menjadi korban sunat perempuan. Meski jumlah terbanyak berasal dari negara-negara di Afrika, Asia, Amerika Latin, dan Saudi Arabia. Indonesia termasuk di dalamnya.—Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!