Kebijakan baru LPDP menuai kontroversi

Sakinah Ummu Haniy

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Kebijakan baru LPDP menuai kontroversi
Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) dinilai diskriminatif terhadap pengidap HIV/AIDS

JAKARTA, Indonesia (UPDATED) — Baru-baru ini lembaga pemberi beasiswa, Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP), menuai kontroversi.

Pasalnya, lembaga yang dikelola oleh Kementerian Keuangan itu menuliskan “Melampirkan Surat Keterangan Sehat dari Unit Pelayanan Kesehatan yang menyatakan Pendaftar bebas dari HIV/AIDS, TBC, dan Narkoba” sebagai persyaratan untuk mendaftar LPDP khusus untuk program Beasiswa Indonesia Timur dalam poin 9. 

Program Beasiswa Indonesia Timur baru dibuka pada 16 Januari yang lalu.

Persyaratan ini menimbulkan kritik dari Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBH Masyarakat) yang menganggap LPDP telah membatasi dan mengurangi kesempatan Orang Dengan HIV dan AIDS (ODHA) untuk mendapatkan kesempatan yang sama untuk meraih beasiswa. Kebijakan ini juga dianggap melanggar hak asasi manusia.

“Jaminan pemenuhan hak atas pendidikan tanpa diskriminasi dapat ditemukan pada Pasal 28 C ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan Pasal 12 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Lebih khusus, berdasarkan UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, penyelenggaraan pendidikan harus dilakukan secara demokratis, tidak diskriminatif, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural dan kemajemukan bangsa,” demikian tertera dalam rilis yang dikeluarkan LBH Masyarakat pada Senin, 6 Februari.

Selain melanggar konstitusi dan undang-undang, persyaratan tersebut juga dinilai bertentangan dengan Konvensi UNESCO yang telah diratifikasi mengenai Menentang Diskriminasi dalam Pendidikan yang menyebutkan bahwa segala bentuk diskriminasi yang bertujuan untuk meniadakan atau merusak kesetaraan dalam pendidikan harus dihapuskan.

Tak hanya dianggap diskriminatif terhadap ODHA, persyaratan ini juga dianggap melanggar hak warga Indonesia bagian timur karena peraturan tersebut hanya berlaku bagi Pendaftar program Beasiswa Indonesia Timur, sementara bagi program lainnya tidak diberlakukan.

Oleh karena itu, LBH Masyarakat meminta LPDP untuk mencabut poin tersebut dari persyaratan bagi program Pendaftar Beasiswa Indonesia Timur.

Kata penerima beasiswa

Seorang penerima beasiswa LPDP yang tidak ingin disebut namanya merasa bahwa peraturan baru ini sangat diskriminatif dan tidak sesuai dengan tujuan lembaga itu.

“Kebijakan bebas HIV dan AIDS untuk mendaftar beasiswa adalah diskriminatif dan tidak sesuai dengan tujuan LPDP untuk memajukan negeri dan tidak sesuai dengan hak atas pendidikan bagi semua orang yang ada di dalam konstitusi,” katanya.

Menurutnya, LPDP juga telah melanggar Peraturan Menteri Kesehatan No. 21/2013 yang dimaksudkan untuk menghapus diskriminasi terhadap ODHA.

“Kebijakan ini juga tidak sesuai dengan Permenkes No. 21/2013 yang dimaksudkan untuk meniadakan diskriminasi terhadap ODHA, dan beresiko meningkatkan stigma terhadap ODHA dan grup-grup rentan HIV/AIDS,” ujarnya.

Penerima beasiswa yang sedang menempuh studi di luar negeri ini merasa bahwa peraturan tersebut tidak berdasar, apalagi mengingat fakta bahwa menderita HIV tidak berdampak pada berkurangnya tingkat inteligensi seseorang.

Terakhir, ia sangat menyayangkan peraturan LPDP yang kontroversial ini.

“LPDP seharusnya merangkul ODHA dan orang dengan penyakit lainnya untuk tetap mengejar mimpi meraih pendidikan, karena bidang keilmuan kesehatan publik masih membutuhkan banyak ahli.”

LPDP menjawab

Setelah menuai kecaman, akhirnya pihak LPDP buka suara. Direktur Beasiswa LPDP Kemenkeu Abdul Kahar mengatakan bahwa persyaratan tentang tes kesehatan HIV dan AIDS serta penyakit lainnya tersebut datang dari beberapa gubernur di Indonesia bagian Timur.

“Itu permintaan dari pemerintah daerah, gubernur sendiri yang meminta. Jadi, bukan kami yang secara langsung menetapkan,” kata Abdul pada Selasa, 7 Februari

Selain itu, Abdul juga menuturkan bahwa surat keseterangan sehat tersebut juga selaras dengan aturan yang diberlakukan oleh beberapa negara tujuan pendidikan.

Sementara Direktur Utama Badan Layanan Umum (BLU) LPDP, Eko Prasetyo, mengungkapkan pihaknya telah menerima masukan masyarakat dan akan mengusulkan penghapusan persyaratan tersebut.

“Kemungkinan akan seperti itu [dicabut]. Tapi kami laporkan dulu ke Menteri Keuangan,” ujar Eko sesuai pertemuan terbatas bersama Presiden Joko “Jokowi” Widodo di Kompleks Istana Kepresidenan.

Tak hanya LPDP

Ternyata tak hanya beasiswa LPDP yang diskriminatif terhadap para ODHA. Beasiswa pemerintah Korea Selatan juga sempat diboikot oleh kampus-kampus ternama Amerika Serikat karena mensyaratkan bebas HIV dan AIDS kepada para pendaftarnya.

Pada Mei 2016 lalu, Princeton University menghapus halaman dalam situsnya yang memuat iklan tentang Korean Government Scholarship Program (KGSP). Hal serupa juga dilakukan oleh Boston University, UCLA, Standford University, dan University of Portland.

Sementara Ohio State University juga menghapus halaman tentang program beasiswa lainnya, Teach and Learn in Korea, yang juga menolak pendaftar yang positif mengidap HIV dan AIDS.—Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!