Ketika 4 orang lebih kaya dari 100 juta orang miskin di Indonesia

Ursula Florene

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Ketika 4 orang lebih kaya dari 100 juta orang miskin di Indonesia

AFP

“Tahun 2016, kekayaan kolektif 4 milyuner ini sebanyak US$ 25 milyar, lebih banyak dari 40 persen populasi termiskin—atau sekitar 100 juta orang.”

JAKARTA, Indonesia – Indonesia masuk dalam 10 besar negara dengan kesenjangan ekonomi terparah. Berada di peringkat 6, lembaga Oxfam menemukan kalau 4 orang terkaya di tanah air memiliki harta lebih banyak dari akumulasi kekayaan 100 juta orang termiskin di Indonesia.

“Tahun 2016, kekayaan kolektif 4 milyuner ini sebanyak US$ 25 milyar, lebih banyak dari 40 persen populasi termiskin—atau sekitar 100 juta orang,” kata Direktur Advokasi dan Kampanye Oxfam lntemasional Steve Price Thomas dalam peluncuran laporan bertajuk ‘Menuju Indonesia yang Lebih Setara’ pada Kamis, 23 Februari 2017.

Dalam peluncuran yang berkerjasama dengan International NGO Forum on Indonesia Development (lNFlD) ini turut hadir Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri.

Oxfam juga menemukan 49 persen dari total kekayaan Indonesia dikuasai hanya oleh 1 persen warga terkaya—termasuk 4 milyuner yang disebutkan sebelumnya. Sisanya harus dibagi-bagi dengan 51 persen sisanya, tentu dengan nominal yang tidak merata.

“Dalam 20 tahun terakhir kesenjangan antara kaum super kaya dan penduduk lainnya di lndonesia tumbuh lebih cepat dibanding di negara-negara lain di Asia Tenggara,” kata Steve.

Penyebab ketimpangan

Kajian Oxfam dan INFID di lapangan menemukan, penyebab kesenjangan sosial di Indonesia sangat kompleks dan berlapis-lapis. Mulai dari penyebab struktural hingga dampak kebijakan pemerintah. Berawal dari sistem pasar yang terbentuk setelah krisis moneter 1997, mereka yang memiliki akses puncak rantai ekonomi dipastikan selalu bisa mendapatkan bagian terbesar dari pertumbuhan pasar.

Selain itu, ada juga ketimpangan gender, salah satu bentuk kesenjangan yang paling tua, yang masih kental di Indonesia. Di mana masih banyak pekerja perempuan menerima gaji ataupun tunjangan dengan nominal lebih sedikit ketimbang pria untuk jabatan yang sama.

“Bayaran rendah dan lapangan pekerjaan yang tidak pasti bagi mereka di bagian bawah (miskin), memperpanjang kesenjangan dan mencegah pekerja mengangkat diri mereka keluar dari kemiskinan,” kata Country Director Oxfam Indonesia Budi Kuncoro.

Infrastruktur yang tidak merata juga berperan dalam melanggengkan kesenjangan. Mereka yang tinggal di daerah dengan jalanan rusak, tidak berlistrik, dan lain-lain tentu kesulitan memperbaiki nasib.

Kepemilikan tanah pun tak kalah penting, ketika sebagian besar ruang di Indonesia berada di bawah kekuasaan perusahaan bear ataupun orang kaya. Manfaatnya hanya dirasakan oleh mereka, ketimbang tersebar ke masyarakat lain yang juga membutuhkan.

Sistem pajak juga gagal memainkan perannya untuk mendistribusikan kekayaan, maupun memenuhi anggaran layanan publik yang berpotensi mengurangi kesenjangan. Thomas menilai, sistem perpajakan yang buruk membuat perusahaan dan orang kaya menikmati rendahnya pajak atau menyembunyikan uang mereka di tax haven. Wajib pajak miskin justru terbebani dengan perilaku orang-orang kaya ini.

Data IMF menyebutkan potensi pendapatan pajak Indonesia sebesar 21,5 persen dari GDP. “Artinya bisa menambah anggaran kesehatan 9 kali lebih besar,” kata Direktur INFID Sugeng Bahagijo.

Namun, capaian Indonesia saat ini hanya 13 persen dari GDP—atau terendah kedua di seluruh Asia Tenggara.

Pendapatan pajak, lanjutnya, sangat penting untuk membiayai layanan publik yang mencakup seluruh warga Indonesia. Seperti misalkan, akses terhadap pendidikan yang penting untuk memastikan tenaga kerja bisa mendapatkan kemampuan lebih dengan pendapatan yang tinggi.

Bila keadaan ini terus berlanjut, maka pemerintah akan kesulitan dalam memerangi kemiskinan, dan mengancam kemakmuran Indonesia secara keseluruhan. Kesenjangan yang terus melebar juga dapat menyebabkan ketidakstabilan sosial, yang ujungnya berdampak pada terhambatnya pertumbuhan ekonomi.

Upaya pencegahan

Dengan kondisi yang parah, Thomas menilai masih ada harapan untuk Indonesia. “Presiden Joko Widodo memiliki kesempatan untuk membuktikan Indonesia dapat menjadi negara yang memimpin perjuangan global melawan ketimpangan,” kata dia.

Beberapa cara yang direkomendasikan adalah, pertama, memperbaharui kebijakan pajak di Indonesia. Sugeng menjelaskan, supaya sistem menyesuaikan dengan potensi ekonomi dan prinsip pembagian beban serta manfaat yang adil.

Kedua, memulihkan dan memberikan penekanan atas pembangunan sumber daya ketenagakerjaan Indonesia. Caranya, dengan memberdayakan perempuan serta masyarakat miskin untuk berpartisipasi dalam kegiatan perokonomian. Mereka juga harus mendapatkan layanan dan akses untuk mata pencaharian.

“Pertahankan juga upah layak,” kata Thomas.

Budi juga menyoroti pentingnya upaya pemerintah untuk memberikan kesempatan sama bagi semua rakyatnya. Ia menjabarkan dalam hal akses terhadpa pendidikan, kesehatan, hingga lapangan pekerjaan yang menjamin.

“Masyarakat dapat pendidikan lebih baik, pekerjaan lebih baik, income lebih baik,” kata dia.–Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!