4 cara supaya karyawan terbaik bertahan lama di perusahaanmu

Jonathan Yabut

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

4 cara supaya karyawan terbaik bertahan lama di perusahaanmu
Apa saja yang membuat karyawan bekerja untuk waktu panjang di satu perusahaan?

JAKARTA, Indonesia – Kita telah melihat bagaimana organisasi kekinian berupaya keras supaya karyawan mereka bekerja lama. Mungkin kamu pernah mendengar perusahaan sekelas Google dan Facebook menawarkan makanan dan layanan pijat gratis, sementara yang lainnya cuti tak terbatas.

Tetapi kunci untuk membuat karyawanmu setia tidak terbatas pada tawaran fisik saja. Penting untuk memperhatikan kebudayaan perusahaan, dan bagaimana mereka diperlakukan atau dihargai. 

Apakah perusahaanmu bekerja keras untuk membuatmu loyal dan bangga? Kalau kamu telah bekerja selama puluhan tahun dengan bahagia, kamu pasti akan menganggukkan kepala saat membaca daftar di bawah ini.

Bila tidak, inilah hal yang harus kamu perhatikan kalau menginginkan sebuah perusahaan yang mempertahankan para pekerjanya dengan serius. 

Karyawan yang bertahan lama adalah mereka yang:

1. Mendapat penghargaan layak sesuai dengan kontribusinya 

Kita semua bekerja karena, di atas apapun, memiliki biaya yang harus dibayarkan. Apakah perusahaanmu membayarmu dengan baik dan setara dengan yang lainnya di industri sama? Apakah kamu diakui saat melakukan yang terbaik dalam pekerjaanmu?

Perusahaan tradisional melihat gaji sebagai ‘biaya’ yang harus diminimalisir ketimbang sebagai investasi yang bisa dipanen dalam jangka panjang. Banyak karyawan dengan potensi luar biasa meninggalkan perusahaan karena mereka tahu kalau bisa dan seharusnya digaji lebih tinggi. 

Penelitian membuktikan berkali-kali –ketika kamu menggaji karyawanmu dengan baik sehingga uang bukan lagi menjadi masalah bagi mereka, namun hal lainnya (seperti pekerjaan, bukan keluarga untuk diberi makan). Ketika uang keluar dari masalah, orang bertanya-tanya akan hal yang lebih relevan untuk perusahaan. Mereka bertanya,  “Bagaimana kami bisa menyelesaikan proyek ini tepat waktu” ketimbang “Mengapa saya harus bekerja secepatnya ketika perusahaan tidak membayar saya.”

Karyawan yang diberi kompensasi sepantasnya untuk usaha mereka tidak hanya bekerjasama dengan baik tetapi mereka juga berkontribusi. Mereka bekerja lebih dari apa yang diberikan karena mereka tahu perusahaan menghargai kontribusi mereka. 

2. Opini mereka dihargai tidak peduli sesederhana apapun

Ketika saya masih seorang management trainee, saya sering merasa dipinggirkan selama rapat kerja karena masih muda dan terlihat tidak memiliki apapun untuk ditawarkan. Sekarang, saya selalu memastikan setiap melihat karyawan baru ataupun anak magang di rapat, untuk menanyakan pendapat mereka dan memperlakukannya sama penting dengan yang lainnya. 

Hierarki di perusahaan memang membentuk strukturnya, namun juga menjadi penghalang komunikasi terbesar. Hal ini membentuk suatu tembok yang membuat orang menjadi ragu untuk memberikan pendapat mereka karena tak ingin dihakimi. Pendapat setiap orang di tempat kerja harus diperhitungkan, bahkan hingga ke salesman dengan ranking terendah yang mungkin lebih tahu pendapat pelanggan ketimbang atasannya yang hanya mendekam di kantor.

Pada tahun 1993, ketika seorang awak pesawat Delta Airlines menyarankan untuk menghilangkan selada dari menu penumpang karena ia sadar tak ada yang memakannya, manajemen dapat menghemat US$ 1,4 juta dalam setahun setelahnya. Ide ini terdengar aneh, namun memberikan hasil yang luar biasa. 

Ketika kita menungajukan kalau pendapat semua orang dihargai, kita membentuk budaya di mana kontribusimu, tidak peduli seberapa membosankannya saat dipresentasikan, atau disampaikan secara santai lewat WhatsApp, dapat berarti besar. Kami memberitahu kalau mereka mengetahui sesuatu yang berharga yang tak pernah didengar pihak manajer, kami akan mendengarnya dan menghargainya.

3. Didorong untuk mengambil keputusan mereka sendiri 

Saya dulu membenci guru yang gemar mendikte bagaimana bentuk tugas saya: jarak tepi, jenis huruf, juga warna sampul bukunya. Saya benci hal ini karena saya tahu bisa menyelesaikan tugas tanpa perlu menggunakan format seperti itu.

Saya lulus dengan perasaan yang sama saat memasuki dunia korporasi. Ketika standarisasi sangat penting untuk memastikan kualitas, tidak ada orang yang menginginkan atasan yang berkeliling seperti helikopter dan memeriksa semua yang kamu kerjakan.

Bagi manusia, pekerjaan yag paling merendahkan adalah menjadi seperti robot melakukan instruksi yang berulang-ulang. Karyawan bertalenta suka mengerjakan apa yang mereka lakukan karena memiliki otonomi untuk melakukan yang seharusnya. Ketika kamu mendorong seseorang untuk bekerja dengan kreativitas dan caranya sendiri, ia akan merasa termotivasi untuk memberikan lebih; karena keringat dan tenaganya yang dipertaruhkan. 

“Saya percaya kamu, dan tahu kamu akan memberikan yang terbaik” adalah pesan yang diberikan perusahaan ketika memotivasi pekerjanya.

Siapa yang tidak mau bertahan lama untuk itu?

4. Perusahaan menjadi tempat untuk bekerja dan bermain 

Kita sangat terobsesi dengan keseimbangan hidup dan kerja sejak bertahun-tahun lalu. Maka, kehidupan personal dilihat sebagai sesuatu yang hanya dinikmati ketika berada di luar gedung kantor.

Saat ini, mereka yang tercerahkan berbicara tentang integrasi hidup dan kerja, sebuah proses memenuhi kebutuhan sekaligus aspirasi seseorang di tempat kerja.

Kita menghabiskan sedikitnya 8 jam sehari di kantor – tidak bisakah kita menuntaskan satu keinginan pribadi saat mengenakan kemeja dan celana bahan? Tentu kita bisa. 

Pekerjaanmu tidak seharusnya hanya mengisi dompetmu, namun juga menginspirasimu untuk menjadi seseorang yang lebih baik: untuk keluarga, masyarakat, atau perusahaan impianmu kelak ketika berhenti bekerja. Karyawan yang tinggal lama di suatu perusahaan memiliki eksekutif senior yang mementori mereka untuk berbicara dengan penuh kepercayaan diri.

Mereka memiliki departemen HR yang rajin mengadakan kelas Zumba atau program sosial yang meningkatkan ketahanan seseorang. Karyawan ini bertahan karena mereka menghabiskan waktu lama di perusahaan untuk menemukan makna sesungguhnya di balik slip gaji. Bagaimanapun juga, bukankah memiliki tujuan lah yang membuat kita hidup selama ini? 

Penghujung hari

“Berikan mereka alasan untuk tinggal, dan mereka akan tinggal” adalah nasihat yang selalu saya berikan pada orang-orang HRD yang khawatir dengan persaingan mencari karyawan bertalenta saat ini. Dalam pengalaman saya, hal ini benar. 

Ingat, meninggalkan pekerjaanmu untuk pindah ke tempat baru adalah proses yang tidak mengenakkan dan mahal bagi karyawan –apakah kamu pikir orang-orang mau berpindah-pindah kerja setiap tahunnya? Sebagian besar dari kita tidak mau.

Manusia adalah makhluk sosial yang menginginkan stabilitas. Kita akan tinggal ketika kta menemukan alasan untuk itu. Tetapi alasan tersebut tidak muncul secara tiba-tiba. Organisasi, lebih dari siapapun, adalah pengaruh terkuat untuk kebahagiaan karyawan dan kesuksesannya.

Dan seperti pasangan hidup, kamu akan menemukan satu yang membuatmu bertahan dalam kondisi baik ataupun buruk, dalam perjalanan panjang. Semoga beruntung!

*Jonathan Yabut adalah pemenang musim pertama program televisi, The Apprentice Asia. Saat ini dia tingga di Kuala Lumpur sebagai Direktur Pemasaran perusahaan konsultan, JY Consultancy & Ventures. 

Saat ini, Jonathan merupakan salah satu pembicara di Asia yang paling dicari mengenai topik kepemimpinan, tenaga kerja GEN Y, dan manajamen karier. Perusahaannya masuk ke dalam daftar Fortune 500 companies. 

Di tahun 2014, dia menulis buku motivasi best seller di Asia berjudul From Gift to Great. Untuk pertanyan mengenai menjadi pembicara dan wawancara media, kunjungi situsnya atau ikuti akun Facebooknya

 

 

Normal 0 false false false EN-US JA X-NONE /* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:”Table Normal”; mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes; mso-style-priority:99; mso-style-parent:””; mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt; mso-para-margin-top:0in; mso-para-margin-right:0in; mso-para-margin-bottom:8.0pt; mso-para-margin-left:0in; line-height:107%; mso-pagination:widow-orphan; font-size:11.0pt; font-family:”Calibri”,sans-serif; mso-ascii-font-family:Calibri; mso-ascii-theme-font:minor-latin; mso-hansi-font-family:Calibri; mso-hansi-theme-font:minor-latin; mso-bidi-font-family:”Times New Roman”; mso-bidi-theme-font:minor-bidi; mso-fareast-language:JA;}

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!