Pertemuan petani kendeng dan pemerintah berakhir buntu

Ursula Florene

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Pertemuan petani kendeng dan pemerintah berakhir buntu
Pemerintah tak memberikan solusi, hanya menyampaikan sosialisasi dari PT Semen Indonesia. Aksi memasung kaki akan terus berlanjut.

 

JAKARTA, Indonesia – Warga sekitar Pegunungan Kendeng, Jawa Tengah, sepertinya belum akan terbebas dari pabrik semen. Meski sudah bertemu dengan pemerintah, tak ada hasil yang memuaskan bagi mereka.

Kemarin, Senin 20 Maret 2017, adalah hari ke-8 mereka menyemen kaki di Lapangan Monas, persis di seberang Istana Negara. Dari semula hanya 10 orang, kini jumlah warga yang menyemen kakinya mencapi 60 –50 orang. 10 aktivis perempuan juga turut mengecor kaki mereka.

Setelah mengawali aksi pada pukul 15.00 kurang, tiba-tiba datanglah undangan pertemuan dengan Kantor Staf Kepresidenan sekitar pukul 16.30. Dikirimlah 12 orang –4 di antaranya petani yang dipasung semen-– untuk memenuhi panggilan tersebut.

Pertemuan usai sekitar pukul 18.30, yang ternyata tak menghasilkan apapun “Pertemuan ini tidak ada hasilnya. Hanya sekedar menyampaikan komitmen Semen Indonesia, padahal itu (pabrik semen) izinnya melanggar Undang-Undang kok,” kata salah satu peserta dari Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JM-PPK) di lapangan Monas.

Pertemuan tersebut dihadiri oleh Kepala KSP Teten Masduki, Direktur Jenderal Planologi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) San Afri Awang, perwakilan dari Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan PT Semen Indonesia.

Menghentikan sementara

Kepada para warga Kendeng, Teten mengatakan kalau pihaknya sudah mengundang PT SI pada pagi hari untuk mendiskusikan masalah ini. Ia juga meminta mereka menghentikan aksi pasung kaki tersebut.

“Kami harapkan mereka menghentikan dulu aksinya karena ini tidak bisa selesai sehari dua hari ini pemerintah harus meninjau dari berbagai aspek lain halnya kalo ini persoalan baru ini kan pabrik sudah dibangun,” kata Teten.

Ia juga mengulang kata-kata PT SI yang menyatakan tidak akan melakukan penambangan sampai hasil Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) rampung pada April mendatang.

Terkait izin sendiri, San Afri mengakui seminggu jelang keluarnya KLHS ini adalah momen yang sangat krusial. KLHK sendiri juga melakukan pengecekan lapangan, dan menemukan indikasi adanya jaringan sungai di bawah tanah wilayah Kendeng, yang merupakan ciri kawasan karst.

“Kalau itu wilayah KBAK (kawasan bentang alam karst), aturannya memang harus dilindungi,” kata dia. Pendalaman terkait daerah ini pun tak mudah dan membutuhkan waktu lama, karena harus melihat jaringan air hingga 300 meter di bawah permukaan tanah.

Ia mengatakan kajian ini dilakukan oleh pakar-pakar yang sangat mumpuni dan tak perlu diragukan keahliannya. Bagaimanapun juga, kajian geologi ini bukan wewenang lembaganya.

Terkait sikap Jokowi sendiri, Teten mengatakan RI 1 tak berubah pikiran sejak bertemu Gunretno dan kawan-kawan pada Agustus tahun lalu. “(Presiden dan petani Kendeng) menyepakati satu hal yakni melakukan KLHS dengan wilayah tambangnya. Sampai sekarang belum ada perubahan,” kata dia.

Penolakan petani Kendeng

Atas tawaran ini, para petani Kendeng bergeming. Mereka mengatakan apa yang dilakukan PT SI dan Indocement di Pati sangat tidak bermartabat. Bahkan, Gunretno menyebut PT SI sangat arogan karena tidak mengindahkan hasil penelitian yang menyebut kelestarian alam Kendeng terancam –termasuk sumber air dan kawasan karst di sana.

Belum lagi, berbagai perintah penghentian proyek semen di sana yang berawal dari perintah langsung Presiden Joko “Jokowi” Widodo untuk penghentian sementara hingga KLHS keluar, juga kemenangan para petani atas gugatan di Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan izin pabrik.

“Tawaran Pak Teten, kami menolak. Kami tidak mau begitu saja setuju dengan komitmen SI, dengan alasan tidak akan melakukan penambangan,” kata Gunretno. Ia mengatakan para petani tetap akan melanjutkan aksi sampai izin yang dikeluarkan Ganjar dicabut.

Mereka sama sekali tidak takut untuk menunggu hasil KLHS keluar, karena yakin kajian tersebut berpihak pada rakyat. Kalaupun tidak, mereka akan mengawal dengan menuntut pembukaan data pertimbangan.

”Karena Pak Jokowi menjamin porses KLHS terbuka. Tapi selama ini kami pernah bertemu dengan pihak semen tapi mereka bilang tidak terbuka,” kata Gunretno. Pembukaan data penting untuk mengetahui apakah pertimbangan tersebut dapat dipercaya dan tidak berpihak.

Keputusan Jokowi, entah membatalkan atau meneruskan pabrik semen di Rembang yang kini sudah rampung 100 persen, juga menjadi pembuktian Nawacita dan janji kampanyenya dulu.

Kasus ini juga akan menjadi barometer bagi peristiwa serupa yang menyebar di berbagai daerah. Apakah Jokowi akan berpihak kepada para petani yang terancam tak dapat lagi berusaha, atau pada korporasi.

Meski selama ini angin seperti bertiup ke arah pabrik semen, Sukinah tetap optimistis. Perempuan yang merupakan satu dari 9 Kartini Kendeng pada aksi semen kaki sebelumnya ini meyakini perjuangannya tak akan sia-sia.

“Kebenaran itu harus diperjuangkan. Apapun yang dilakukan dengan tulis, aku yakin hasilnya akan kelihatan,” kata dia.

Bagaimanapun juga, ia bertanya-tanya apakah Jokowi memang sudah tidak lagi membutuhkan petani, bila akhirnya pabrik Semen Indonesia resmi berdiri di tanah Rembang. Sukinah hanya mengingatkan kata-kata Soekarno kalau soko guru Indonesia adalah para petani.

“Kenapa sekarang mau disisihkan? Apa bangsa ini sudah tak butuh petani?” tanyanya. Ia hanya bisa berharap adanya keajaiban di mana suara petani mencapai Jokowi, dan Kendeng tetap menjadi milik mereka bersama. Bukan korporasi yang produknya sudah lebih dari cukup. –Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!