Memulai Jakarta damai dari panggung debat

Ursula Florene

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Memulai Jakarta damai dari panggung debat

M Agung Rajasa

Cara ini merupakan bagian komitmen para paslon untuk menjaga pilkada tetap damai.

JAKARTA, Indonesia – Debat publik final kedua pasangan calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta diharapkan dapat menurunkan tensi ibu kota yang tengah tinggi karena persoalan ini. Beberapa momen dari perhelatan ini menunjukkan komitmen kedua calon untuk memastikan Jakarta tetap damai setelah pilkada usai.

Debat kemarin ditutup dengan pernyataan penutup dari kedua calon yang mendorong masyarakat untuk tetap damai. Dalam kesempatan ini, calon gubernur petahana Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama bahkan meminta maaf.

“Pertama, saya mau sampaikan bersama Pak Djarot dan keluarga kami berdua, kepada Pak Agus dan Bu Sylvi dan keluarganya. Juga kepada pasangan nomor 3 dan keluarganya. Ini dalam debat kami kan petahana, kami menyuarakan apa yang sudah kami kerjakan, jadi seolah kadang menihilkan apa yang disebutkan pasangan nomor 1 dan nomor 3. Sekali lagi, kami mohon maaf,” kata dia pada sesi terakhir debat di Jakarta pada Rabu, 12 April.

Pasangan Ahok, Djarot Saiful Hidayat, juga menyampaikan kalau pihaknya akan menerima apapun hasil pilihan masyarakat pada 19 April mendatang. Ahok-Djarot akan langsung menelepon pasangan Anies Rasyid Baswedan dan Sandiaga Salahuddin Uno setelah hasil diumukan, menang atau kalah.


Bila ternyata pasangan petahana ini menang, Djarot juga berjanji untuk menggandeng siapapun yang pernah menjadi lawan politik mereka di pilkada. Termasuk tokoh masyaakat yang selama ini vokal menyerang ataupun mengkritik mereka.

“Nanti juga kita datangi untuk Jakarta yang sejuk. Karena Jakarta milik kita bersama,” kata mantan bupati Blitar ini.

Hal serupa juga dijanjikan calon gubernur nomor 3, Anies Baswedan. Ia mengatakan akan menjadi pemimpin yang adil dan tak membeda-bedakan bila terpilih menggantikan Ahok.

“Kami ketika memimpin Jakarta adalah untuk semuanya. Apapun pilihannya kemarin, itu tak penting. Kami adalah gubernur untuk semuanya, lintas agama, lintas etnis, lintas bahasa, semua memiliki kesempatan dan hak untuk diperlakukan sama,” kata dia.

Pemilu, lanjutnya, selalu diwarnai dengan perbedaan. Namun, hal tersebut tak memecah semangat bangsa Indonesia yang terus menerus berjuang memerangi kejahatan seperti korupsi.

“Kami melanjutkan sebagai tanggung jawab, bukan karena tugas seorang gubernur semata,” kata dia.

Menurunkan tensi

Salah satu anggota panelis, Gun Gun Haryanto, mengatakan permintaan maaf ini memang menjadi permintaan timnya. Permintaan yang disampaikan di muka umum diharapkan menguragi ketegangan yang melingkupi masyarakat.

“Karena itu di depan, front stage, kalau bisa mereka minta maaf ke masing-masing paslon yang disakiti,” kata dia. Cara ini merupakan bagian komitmen para paslon untuk menjaga pilkada tetap damai.

Selama ini, berbagai peristiwa sudah terjadi. Mulai dari beredarnya video bernada provokatif dan berbau SARA di media sosial, hingga aksi nyata seperti penolakan untuk mensalatkan jenazah di beberapa lokasi.

Tujuan itu tampaknya sedikit demi sedikit mulai tercapai. Seperti misalkan, interaksi antara Djarot dan Sandi yang sangat luwes dan akrab. Di atas panggung, keduanya tak keberatan menunjukkan kedekatan dengan berjabat tangan, berpelukan, atau berangkulan.

Bahkan, saat sesi debat berlangsung, mereka mengawali dengan cium pipi kiri dan kanan. Sesi adu program pun berlangsung santai dan tanpa tensi, seperti dua kawan lama yang tengah bercengkrama di kedai kopi. Ketika sesi berakhir, Sandi dan Djarot berpengangan tangan dan menghadap ke arah penonton sebelum kembali ke kursi masing-masing.


Sayangnya, kehangatan serupa tak tampak pada sesi Anies dan Ahok. Keduanya tampak begitu kaku dan seperti enggan menatap satu sama lain. Saat menjawab pertanyaan, keduanya lebih sering melempar pandangan ke penonton, atau ke moderator Ira Koesno yang memandu jalannya debat. Begitu sesi usai, baik Ahok dan Anies langsung kembali ke kursi masing-masing tanpa bersalaman.

Para calon wakil gubernur dapat dikatakan sebagai sosok yang menjembatani hubungan antar dua pasangan. Djarot, misalkan, menghampiri Anies dan Sandi saat jeda sesi lalu mengobrol akrab dengan keduanya. Ahok lebih memilih menunggu di belakang panggung.

Sekretaris Tim Pemenangan Ahok-Djarot, Ace Hasan Syadzily, juga mengakui ademnya suasana debat kali ini. Menurut dia, selain karena moderator yang tegas menegur pendukung provokatif, juga interaksi antar paslon sendiri.

“Pak Anies tidak menyerang secara personal dan Pak Ahok juga tidak emosi, jadi bagus,” kata dia di sela-sela debat. Performa Ahok-Djarot pun menurutnya sangat baik karena sangat menguasai materi yang ditanyakan.

Pada akhir debat, barulah suasana menjadi sangat cair dan hangat. Ahok dan Anies bersalaman, sementara Djarot dan Sandi kembali cipika cipiki. Sandi pun tampak menghampiri dan bersalaman dengan pendukung Ahok-Djarot sembari diiringi lagu Bendera yang dibawakan oleh Kamasean Matthews selaku pengisi acara.


Lantas, apakah suasana damai dan performa maksimal ini dapat membantu menaikkan eletabilitas Ahok? Ia mengaku tidak tahu. “Kalian lihat, nanti laporkan ke saya,” kata dia berkelakar.

Debat publik ini merupakan kali terakhir kedua paslon saling berhadapan untuk beradu gagasan. Masa kampanye pun sudah semakin dekat di bagian ujung yakni pada 15 April. Sebagian besar pemilih sudah memutuskan calon mana kah yang paling tepat untuk memimpin Jakarta, dan semua hanya bisa menunggu hingga hasilnya keluar pada 19 April mendatang.

Apakah Ahok akan tetap memegang jabatan sebagai DKI 1, atau ia harus menyerahkan kursinya ke Anies? – Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!