Polisi dan tentara kawal diskusi buku di IAIN Surakarta

Ari Susanto

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Polisi dan tentara kawal diskusi buku di IAIN Surakarta
Pengujuk rasa menilai acara bedah buku akan memberikan panggung buat tokoh Syiah

 

SOLO, Indonesia — Diskusi dan bedah buku berjudul ‘Islam Tuhan Islam Manusia’ yang digelar hari ini di IAIN Surakarta mendapat pengawalan ketat aparat gabungan Polri dan TNI.  

Pengawalan dilakukan karena ada sejumlah organisasi massa (Ormas) keagamaan yang mengancam akan membubarkan acara diskusi dan bedah buku tersebut. 

Sedikitnya 500 orang dari ormas Dewan Syariah Kota Surakarta (DSKS) dan Aliansi Nasional Anti-Syiah (ANNAS) menggeruduk kampus sejak pukul 08.00 WIB, saat acara belum dimulai. 

Namun mereka tak bisa masuk ke kampus karena semua akses masuk telah dijaga aparat Kepolisian dan TNI. Hanya mahasiswa yang dizinkan masuk ke kampus.

Massa ormas pun berkumpul dan memadati jalan di depan kampus. Mereka berorasi di atas mobil bak terbuka, mendesak rektor segera membubarkan acara diskusi. 

Menurut mereka diskusi dan bedah buku tersebut akan memberi panggung bagi tokoh Syiah untuk menyebarkan ajarannya.

Ketua ANNAS Solo Tengku Azhar mengatakan pihaknya telah mengantongi ijin dari Kepolisian. Ia membantah jika kelompoknya disebut akan menyerang kampus.

Tentara ikut mengamankan acara bedah buku di IAIN Surakarta, Selasa (9/5). Foto oleh Ari Susanto/Rappler

“Ini hanya orasi untuk membela fatwa MUI, terutama MUI Jawa Timur, yang menegaskan bahwa Syiah merupakan paham sesat, tidak ada niat menyerang kampus,” kata Tengku.

Menurut Tengku, penulis buku ‘Islam Tuhan Islam Manusia’ yakni Haidar Bagir,  adalah pentolan Syiah Indonesia. “Kalau baca buku ini seharusnya pihak rektorat juga sudah tahu,” kata Tengku.

Sementara itu, Kapolres Sukoharjo AKBP Ruminio Ardano yang memimpin langsung pengamanan di kampus menyebutkan bahwa personil yang diturunkan berjumlah sekitar 1.000 orang.

“Mereka berasal dari Polres Sukoharjo, Surakarta, Sragen, Boyolali, Klaten, dan Wonogiri, ditambah anggota Batalyon 408 Sragen dan Kodim Sukoharjo.  

“Bedah buku ini murni kegiatan akademik, sepenuhnya otoritas kampus, dan tidak memerlukan pengawalan. Tetapi karena ada potensi ancaman, seperti di media sosial dan juga hasil penyelidikan di lapangan, kepolisian memberikan bantuan pengamanan,”  kata Ruminio.

Dewan Mahasiswa IAIN sebagai panitia penyelenggara menilai bedah buku yang menghadirkan Haidar Bagir mengatakan bedah buku yang digelar hari ini sama halnya dengan bedah buku lainnya yang mereka gelar bulan lalu, saat mereka mengundang Sujiwo Tejo. 

“Ini buku baru, sudah didiskusikan di beberapa kota, dan tidak ada penolakan. Di tengah Indonesia yang bergejolak, buku ini berada di tengah-tengah, yang seharusnya mengajarkan kita menjadi muslim yang moderat, bukan menyalahkan kelompok lain,” kata Ketua Dewan Mahasiswa IAIN Surakarta Huda Rahman Hakim.

Menanggapi tuduhan Syiah yang diteriakkan para demonstran, Haidar Bagir mengatakan dirinya bukan syiah atau sunni, melainkan muslim. Pendiri penerbit Mizan ini mengatakan dirinya tidak takut dengan ancaman, sebab jumlah orang-orang radikal yang gemar mengkafirkan kelompok lain di Indonesia tidaklah banyak. 

“Saya sangat mengapresiasi pihak kampus, panitia, dan polisi yang tetap mendukung bedah buku ini diteruskan. Solo akan menjadi titik awal bahwa kita tak boleh menyerah pada intimidasi terhadap pemikiran di area kampus,” ujar Haidar.

Di akhir acara, Rektor IAIN Surakarta Mudhofir Abdullah, mengatakan bahwa diskusi bedah buku ini tidak bisa dibatalkan hanya karena penolakan ormas, karena akan mengganggu kebebasan akademik.

Ia juga menepis dirinya sengaja memberi panggung bagi kelompok Syiah, karena siapapun bisa menjadi pembicara di kampus. Pihak panitia dan rektorat sudah menyurati Ketua DSKS Mu’inudinillah Basri untuk menjadi salah satu pembicara bedah buku namun yang bersangkutan menyatakan menolak.

Mudhofir menegaskan IAIN Surakarta tidak akan dijadikan sebagai kampus yang berpemikiran homogen yang menganut satu mahzab saja, tetapi menjadi arena dialog berbagai pemikiran untuk membangun peradaban.

Ia mencontohkan enam tahun lalu, rektorat pernah mengundang Abu Bakar Baasyir yang radikal dan Musdah Mulia yang liberal duduk dalam satu meja untuk berdiskusi bersama disaksikan ribuan mahasiswa.  —Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!