Indonesia

Begini kronologi OTT KPK terhadap Gubernur Bengkulu dan istri

Muhammad Harvan

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Begini kronologi OTT KPK terhadap Gubernur Bengkulu dan istri

ANTARA FOTO

Dari rumah Ridwan, KPK menyita barang bukti uang Rp 1 miliar di dalam kardus

JAKARTA, Indonesia – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang menceritakan kronologi Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap Gubernur Ridwan Mukti yang terjadi pada Selasa pagi, 20 Juni. Ridwan ditangkap bersama istri dan dua orang lainnya.

“Operasi tangkap tangan dilakukan di dua lokasi di Provinsi Bengkulu, yaitu Rumah Gubernur Bengkulu dan kantor PT Statika Mitra Sarana (SMS),” ujar Saut ketika dilakukan konferensi pers di Gedung KPK Jakarta pada Rabu, 21 Juni.

Tercatat ada lima orang yang ditangkap KPK yakni Gubernur Bengkulu periode 2016-2021 Ridwan Mukti, sang istri Lily Martiani Maddari yang bekerja sebagai ibu rumah tangga, Rico Dian Sari yang berprofesi sebagai pengusaha, Jhoni Wijaya, Direktur PT SMS dan Haris yang bertugas sebagai staf Rico Dian Sari.

KPK mengaku memperoleh informasi itu dari masyarakat. Mereka mengatakan ada perbuatan korupsi yang akan terjadi.

“Pada Selasa, 20 Juni pagi, JHW (Jhoni Wijaya) diduga memberikan uang kepada RDS (Rico Dian Sari) dikemas dalam kardus kertas ukuran A-4,” kata Saut.

Lalu, sekitar pukul 09:00 WIB, RDS mengantar uang tersebut ke rumah Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti. Rico berada di sana tidak lama, lalu keluar dari rumah Ridwan pukul 09:30 WIB. Ridwan tak lama menyusul dan meninggalkan rumah untuk berangkat ke kantor.

“Sekitar pukul 10:00 WIB, tim KPK lalu mengamankan RDS (Rico Dian Sari) di jalan setelah meninggalkan rumah RM,” tutur dia.

Tim KPK kemudian membawa Rico kembali ke rumah Ridwan. Di dalam rumah, tim kemudian bertemu dengan istri Gubernur Ridwan yakni Lily Martiani.

“Di dalam rumah diamankan uang Rp 1 miliar dalam pecahan Rp 100 ribu yang sebelumnya telah sempat disimpan di brankas. Tim kemudian membawa RDS (Rico) dan LMM (Lily) ke Polda Bengkulu pada pukul 10.00 WIB,” kata dia lagi.

Sekitar pukul 10:30 WIB, tim penyidik KPK menangkap Jhony di hotel tempat dia menginal di kota Bengkulu. Penyidik menyita uang senilai Rp 260 juta dalam pecahan Rp 100 ribu dan Rpp 50 ribu di dalam tas ransel. Jhony pun ikut dibawa tim KPK ke Polda Bengkulu.

Ridwan tiba di Polda Bengkulu pukul 11:00 WIB. Tim KPK kemudian membawa lima orang itu ke gedung KPK Jakarta untuk dilakukan pemeriksaan sekitar pukul 14:15 WIB.

“Untuk kepentingan penyidikan, tim juga menyegel sejumlah ruangan di beberapa lokasi antara lain di kantor Gubernur, rumah Gubernur, dan kantor pengusaha RDS,” kata dia.

Dari lima orang yang dibawa, KPK menetapkan empat orang di antaranya sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi terkait fee proyek jalan di dua kabupaten di Provinsi Bengkulu.

“Setelah melakukan pemeriksaan 1X24 jam dilanjutkan gelar perkara, disimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi penerimaan hadiah atau janji oleh Gubernur Bengkulu terkait dengan fee proyek dan meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan serta menetapkan empat orang tersangka,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di tempat yang sama.

Diduga sebagai penerima, kata Alex, yaitu Gubernur Ridwan, istrinya Lily dan Rico Dian Sari sebagai pengusaha.

“Sedangkan diduga sebagai pemberi adalah Direktur PT Statika Mitra Sarana (SMS) Jhoni Wijaya (JHW),” ujar dia.

Terkait proyek jalan

Alex menjelaskan, pemberian uang itu diduga terkait fee proyek yang dimenangkan PT SMS di Provinsi Bengkulu dari komitmen 10 persen per proyek yang harus diberikan kepada Gubernur Bengkulu melalui istrinya.

Ia mengatakan dari dua proyek yang dimenangkan PT SMS, dijanjikan Rp4,7 miliar (setelah dipotong pajak) dari dua proyek di Kabupaten Rejang Lebong.

“Yaitu proyek pembangunan atau peningkatan jalan TES-Muara Aman Kabupaten Rejang Lebong dengan nilai proyek Rp37 miliar dan proyek pembangunan atau peningkatan jalan Curuk Air Dingin Kabupaten Rejang Lebong dengan nilai proyek Rp16 miliar,” tutur dia.

Sebagai pihak yang diduga menerima, Rico, Lily dan Ridwan disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pasal itu mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya dengan hukuman minimal 4 tahun penjara dan maksimal 20 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.

Sementara, Jhoni sebagai diduga pihak pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pasal itu mengatur mengenai memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya. Ancaman hukuman minimal 1 tahun penjara dan maksimal 5 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 250 juta. – dengan laporan ANTARA/Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!