SUMMARY
This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.
JAKARTA, Indonesia – Massa Presidium Alumni 212 pada Jumat siang, 28 Juli kembali turun ke jalan memprotes pemberlakuan Perppu nomor 2 tahun 2017 mengenai ormas. Kendati menargetkan akan diikuti sekitar 5.000 orang, namun yang hadir tidak lebih dari 2.000 orang.
Massa berkumpul lebih dulu di Masjid Istiqlal untuk salat Jumat, kemudian mereka melakukan long march menuju ke Mahkamah Konstitusi (MK). Sepanjang aksi, para orator dan massa meneriakan pernyataan bahwa pemerintahan Presiden Joko “Jokowi” Widodo adalah rezim yang semena-mena dan anti terhadap Islam.
Mereka mempertanyakan keputusan pemerintah yang membubarkan organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dengan alasan bertentangan dengan ideologi Pancasila. Tetapi, di saat bersamaan pemerintah justru tidak ikut membubarkan organisasi lain yang secara jelas tidak sejalan dengan ideologi bangsa. Salah satunya adalah Organisasi Papua Merdeka (OPM).
“Kenapa HTI dibubarkan? Kenapa bukan OPM? Bukan PKI (Partai Komunis Indonesia) yang sudah bangkit lagi (yang dibubarkan)?,” ujar mantan Ketua Presidium Alumni 212, Ansufri Idrus Sambo pada Jumat siang kemarin.
Dalam aksi unjuk rasa pada Jumat siang kemarin, terlihat Natalius Pigai, salah satu komisioner Komnas HAM. Walaupun ia mengaku turun atas kapasitas pribadi, namun, publik tetap terkejut. Ia mendukung aksi unjuk rasa itu karena Perppu Ormas dinilai cacat hukum.
“Perppu nomor 2 tahun 2017 adalah produk hukum yang cacat prosedural. Mengapa cacat prosedueral? Karena bangsa kita tidak dalam keadaan darurat atau state of emergency. Kehidupan beragama di negeri ini aman-aman saja. Tidak ada masjid, vihara, atau gereja yang dibakar,” ujar Natalius ketika berorasi yang disambut oleh massa.
Ketika di MK, sebagian perwakilan dari demonstran diterima masuk ke dalam. Ketua Presidium Alumni 212, Slamet Ma’arif mengatakan MK merupakan benteng akhir dalam peninjauan kembali UU atau Perppu. Sehingga, mereka meminta agar hakim MK bisa mempertimbangkan dengan benar upaya PK Perppu nomor 2 tahun 2017.
“Hindarkan jauh-jauh MK dari kepentingan kekuasaan rezim. Apalagi keputusan MK bersifat final dan mengikat. Mohon pertimbangkan segala hal yang langsung dan tidak langsung berhubungan dengan munculnya Perppu tersebut,” kata Slamet melalui keterangan tertulis pada Jumat malam, 28 Juli.
Walau Perppu ini dianggap dibutuhkan oleh pemerintah, namun tidak demikian di mata demonstran. Widadai, peserta demonstrasi asal Semarang, misalnya mengatakan ikut aksi demonstrasi kemarin karena tergugah untuk membela agamanya. Sedangkan, Haryanto, peserta asal Gresik, mengaku ingin menuntut keadilan kepada pemerintahan Jokowi.
Minim bendera merah putih
Sementara, berdasarkan pantauan Rappler di lapangan pada Jumat kemarin, tidak banyak bendera merah putih yang dikibarkan oleh peserta aksi 28 Juli. Dalam hitungan Rappler, hanya ada 8 bendera yang dikibarkan di antara ratusan bendera tauhid dalam aksi demonstrasi. Demonstran malah terlihat malah ikut mengibarkan bendera Palestina, kendati isi aksi tidak terkait isu negara tersebut.
Minimnya pengibaran bendera merah putih saat aksi demonstrasi ini bertolak belakang dengan pernyataan Koordinator Lapangan Aksi 287, Daud Poli, saat ditemui di jumpa pers Aksi 287 Rabu lalu. Pada acara tersebut, Daud menyampaikan bahwa peserta aksi akan mengibarkan 1000 bendera merah-putih sebagai pertanda bahwa peserta Aksi 287 juga cinta NKRI. – Rappler.com
Add a comment
How does this make you feel?
There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.