Indonesia

Asa Indonesia di ASEAN Para Games 2017

Ari Susanto

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Asa Indonesia di ASEAN Para Games 2017
Indonesia menargetkan 107 medali emas dari cabang-cabang unggulan, seperti atletik, renang, panahan, tenis meja, dan angkat berat.

SOLO, Indonesia – Ni Nengah Widiasih mencium bendera Merah Putih dengan haru di Solo, Jawa Tengah pada Selasa, 12 September.

 

Hari itu, Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi melepas kontingen yang akan berlaga di ASEAN Para Games (APG) 2017 di Kuala Lumpur, 17-23 September dan Nengah adalah salah satu dari atlit yang dikirim Indonesia. 

 

Tekadnya cuma satu: Membawa Lagu Indonesia Raya berkumandang di arena olahraga para penyandang disabilitas se-Asia Tenggara. Tetapi dia tidak akan puas kalau hanya mencapai target medali emas. Ia ingin memecahkan rekor atas namanya sendiri sejak di APG 2014 di Myanmar hingga APG 2015 di Singapura.

“Rekor atas nama saya terakhir di angkatan 95 kilogram, dan saya ingin kembali memecahkannya di Kuala Lumpur. Saya akan berusaha, kita lihat nanti,” kata Nengah.

Peraih perunggu Paralympic Games 2016 di Rio de Janeiro di cabang angkat berat itu merupakan salah satu andalan Indonesia yang digadang-gadang menyumbang medali emas di pesta olahraga  dua tahunan yang digelar setiap usai Sea Games itu.

Nengah adalah satu dari 196 atlet yang terpilih oleh National Paralympic Committee (NPC) yang akan berangkat ke Malaysia. Mereka akan berlaga di sebelas cabang olahraga, yaitu atletik, angkat berat, bulu tangkis, catur, goalball, sepak bola cerebral palsy, panahan, renang, tenis meja, ten pin bowling, dan voli duduk.

NPC menargetkan kontingen Indonesia meraih 107 medali emas dari cabang-cabang unggulan, seperti atletik, renang, panahan, tenis meja, dan angkat berat. Organisasi yang menaungi olahraga atlet berkebutuhan khusus itu juga membidik juara umum, mengulang kejayaan Indonesia di Myanmar tiga tahun lalu.

“Target ini tidak berlebihan jika melihat persiapan, cabang olahraga yang dipilih, dan prestasi atlet. Semuanya terukur, kami sudah kalkulasi, tinggal butuh kerja keras para atlet di arena,” ujar Presiden NPC Senny Marbun.

Jika melihat pada pencapaian di tiga APG terakhir, Indonesia punya catatan yang patut dibanggakan meski harus selalu bersaing ketat dengan Thailand. Indonesia sebagai keluar sebagai runner-up di Solo 2011 dan Singapura 2015, serta menjadi juara umum di Naypyidaw 2014.

Dari delapan kali penyelenggaraan, negeri Gajah Putih menjadi yang paling mendominasi APG dengan mengoleksi enam kali juara umum. Indonesia dan Malaysia masing-masing sekali.

Perjuangan atlet Indonesia tidak akan mudah karena, selain Thailand, Malaysia diperkirakan akan menjadi pesaing berat selaku tuan rumah. Terlebih lagi, jika menengok penyelenggaraan Sea Games 2017 di Kuala Lumpur yang beberapa kali diwarnai putusan wasit dan juri di arena yang dianggap tidak adil.

UNGGULAN. Atletik menjadi cabang olah raga unggulan di ajang Para Games di Kuala Lumpur pekan depan. Foto oleh Ari Susanto/Rappler

Karenanya, Menpora Imam Nahrawi mengingatkan semua atlet agar tidak mudah terprovokasi dengan tindakan tidak adil dan menguntungkan tuan rumah yang diduga kemungkinan bakal kembali terulang. Ia menyarankan agar atlet, pelatih, atau ofisial tim mencatat peristiwa dan nama wasit atau juri yang tidak sportif agar menjadi masukan bagi penyelenggara.

“Jangan goyah dan berkecil hati meski ada ‘tekanan’ di arena. Catat dan lakukan protes secepatnya jika ada wasit dan juri yang tidak adil. Kita juga pastikan agar mereka tidak diundang terlibat dalam Asian Games dan Asian Para Games di Indonesia tahun depan,” kata Imam.

Selain itu, tuan rumah dinilai terlalu mengambil keuntungan dengan menghilangkan banyak cabang olahraga dan nomor yang bukan unggulan bagi Malaysia, yang sempat memicu protes dari beberapa negara peserta. Catur, misalnya, sempat dihapus dari daftar cabang olahraga oleh penyelenggara, dan akhirnya dimasukkan kembali setelah diprotes oleh Indonesia.

Pelatih tenis meja Rima Ferdianto mengakui pencoretan nomor yang dipertandingkan membuat kerugian bagi Indonesia karena panitia menghapus sepuluh nomor ganda. Meski demikian, ia tetap optimistis 31 atlet di cabang unggulan ini bisa meraih sedikitnya 12 medali emas.

“Semuanya sudah siap tempur. Kita hanya akan bersaing ketat dengan Thailand dalam berebut emas, karena cabang ini bukan unggulan tuan rumah,” kata Rima.

Bukan atlet ‘kelas dua’

Selain APG, para atlet sejak dini juga dipersiapkan untuk paralympic di level Asia tahun depan. Apapun hasil akhir di Malaysia nanti bukanlah capaian akhir, melainkan hanya sasaran antara dan tolok ukur bagi atlet untuk membidik prestasi yang lebih tinggi saat Indonesia berkesempatan menjadi tuan rumah Asian Para Games 2018.

Para atlet telah menjalani pemusatan latihan nasional (pelatnas) hampir selama satu tahun di Solo. Kota yang pernah menjadi tuan rumah APG 2011 itu dipilih karena dukungan fasilitas yang memadai untuk penyandang disabilitas.

Tidak hanya sarana olahraga umum, di kota ini juga terdapat fasilitas penunjang berupa Rumah Sakit Orthopedi Prof Dr Soeharso dan Pusat Pengembangan dan Latihan Rehabilitasi Para Cacat Bersumberdaya Masyarakat (PPRBM) – pusat rehabilitasi fisik tempat sejumlah atlet paralympic pernah menjalani terapi dan operasi.

Meskipun banyak yang berprestasi di para games dan kejuaraan internasional, atlet penyandang disabilitas masih dipandang sebagai atlet ‘kelas dua’. Prestasi yang mereka torehkan di kejuaraan antarnegara kurang mendapat sorotan media dan respon dari khalayak.

Mereka kurang dikenal ketimbang atlet bulutangkis yang pulang ke Indonesia dengan emas. Padahal, atlet penyandang disabilitas juga pahlawan olahraga yang membela dan mengharumkan nama Indonesia.

Bahkan, di saat prestasi Indonesia jeblok di ajang olahraga antarnegara, para atlet penyandang disabilitas sering kali menjadi pelipur lara dengan mendulang banyak emas. Kali ini, mereka akan membuktikan bahwa atlet berkebutuhan khusus di Indonesia bisa melakukan hal-hal besar dan menorehkan prestasi di Malaysia, seperti kata Prof Dr Soeharso “cacat atau tidak, bukanlah ukuran kemampuan seseorang”.

Untuk menepis anggapan atlet ‘kelas dua’, pemerintah memberikan fasilitas, perlakuan, dan penghargaan yang sama bagi atlet penyandang disabilitas. Misalnya, presiden mengundang Widiasih ke istana begitu lifter nomor tiga di dunia itu kembali ke tanah air setelah bertanding di Brasil.

Sementara untuk transportasi APG 2017, untuk pertama kalinya Kemenpora menggandeng Garuda Indonesia yang melayani rute penerbangan langsung Solo-Kuala Lumpur untuk membawa kontingen pulang-pergi. Pencarteran maskapai ini dimaksudkan untuk memberi pelayanan nomor satu bagi atlet penyandang disabilitas.

Selain itu, yang terpenting adalah pemberian hak bagi mereka yang berprestasi berupa bonus uang dan kesempatan menjadi pegawai negeri sipil – dengan  syarat usia maksmal 35. Imam menjamin bahwa besaran bonus uang tunai yang diterima atlet para games sama dengan atlet pada umumnya, tidak ada diskriminasi penghargaan.

“Apakah ada bonus yang lalu belum dibayar? Apakah diterima utuh di rekening pribadi? Kalau ada yang tidak beres, lapor saya sekarang. Karena ini komitmen dari presiden agar memberikan apresiasi kepada semua pejuang Merah Putih,” ujar menteri dari Partai Kebangkitan Bangsa itu. – Rappler.com  

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!