Mampukah KPK kalahkan Setya Novanto di sidang praperadilan jilid II?

Rappler.com

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Mampukah KPK kalahkan Setya Novanto di sidang praperadilan jilid II?
Setya Novanto mempermasalahkan prinsip 'ne bis in idem' dalam proses penyidikannya

JAKARTA, Indonesia – Sidang praperadilan jilid II tersangka kasus korupsi Setya Novanto segera digelar pada Kamis, 30 November. Berbeda dari pengajuan gugatan praperadilan di jilid I, Ketua DPR itu mempermasalahkan prinsip “ne bis in idem” dalam proses penyidikannya.

Merujuk kepada pasal 76 ayat (1) KUHP, ‘ne bis in idem’ bermakna seseorang tidak boleh dituntut dua kali karena perbuatan yang telah mendapat putusan dan berkekuatan hukum tetap. Tujuannya, untuk memberikan kepastian dan keadilan hukum kepada siapa pun yang pernah disidang.

Juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan jika institusi anti rasuah itu telah menyiapkan dua tim berbeda untuk menangani kasus korupsi KTP Elektronik. Terdapat, tim biro hukum menangani dan menganalisa gugatan praperadilan Setya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan tim yang menyiapkan pembahasan perkara di pengadilan.

“Kami tetap akan melakukan dengan hati-hati dan menjadikan kekuatan bukti sebagai tolak ukur utama,” ujar Febri yang ditemui di gedung KPK pada Senin malam, 27 November.

Ia menegaskan jika KPK tidak bekerja dengan dikejar tenggat waktu tertentu. Kini, di area publik seolah terbentuk opini, KPK melakukan pemeriksaan terhadap Setya secara marathon agar pemberkasan kasusnya segera rampung. Dengan begitu, mereka bisa melimpahkan ke pengadilan sebelum palu hakim mengetuk putusan praperadilan. Sebab, jika itu yang terjadi, maka gugatan praperadilan Setya secara otomatis akan gugur.

Sejauh ini, sejak dipindahkan ke rutan KPK pada Minggu, 20 November, baik dalam kapasitas sebagai tersangka atau saksi untuk tersangka Anang Sugiana. Begitu pula saksi yang diperiksa atas tersangka Setya, mulai dari istri Setya, Anang Sugiana, politisi Ade Komaruddin, hingga pengusaha Made Oka Masagung.

Febri yakin bahwa bukti-bukti yang dimiliki penyidik untuk menetapkan Setya sebagai tersangka untuk kali kedua adalah bukti baru. Sehingga, ia yakin semua prosedur sudah dilalui sebelum menyematkan status tersangka kepada Setya.

Keyakinan serupa juga dimiliki oleh mantan pimpinan KPK periode 2011-2015, Abraham Samad. Ia mengaku yakin jika prosedur penetapan status tersangka untuk Setya sudah tepat. Berdasarkan pengalamannya duduk di Ketua KPK dulu, tidak mudah bagi penyidik untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka. Minimal, mereka harus mengantongi dua alat bukti.

“Oleh karena itu, setiap pengusutan kasus di KPK berlangsung lama dan itu yang pernah dikritik dari KPK, karena terlalu lama. Sebenarnya lamanya itu karena KPK ingin betul-betul agar kasus yang ditingkatkan dari penyelidikan ke penyidikan firm (kuat) alat buktinya,” ujar Abraham yang ditemui media di gedung KPK pada Senin siang, 27 November.

Tapi, toh pada akhirnya, itu semua masih bisa dimentahkan oleh hakim tunggal Cepi Hakim di sidang praperadilan jilid pertama. Lalu, di mana kekeliruannya? Abraham mengakui ada sesuatu yang terjadi di luar koridor hukum. Oleh sebab itu, ia meminta agar publik dan media memantau jalannya sidang praperadilan antara Setya melawan KPK jilid kedua. Tujuannya, agar persidangan bisa berlangsung adil.

“Karena kalau kita tidak mengawasi secara ketat, saya yakin nanti kejadian pra peradilan pertama dapat terulang kembali,” katanya.

Bebaskan empat terdakwa koruptor

Dalam sidang pra peradilan hari Kamis esok, Ketua PN Jaksel telah menunjuk Hakim Kusno sebagai hakim tunggal. Namun, berdasarkan pemantauan lembaga Indonesia Corruption Watch (ICW) rekam jejak Hakim Kusno pun tidak terlalu baik. Ada empat terdakwa kasus korupsi yang dibebaskan oleh Kusno ketika masih menjabat Hakim Pengadilan Negeri Pontianak.

Mereka adalah Dana Suparta, untuk perkara korupsi Program Pembangunan Infrastruktur Pedesaan di Kab Kapuas Hulu tahun Anggaran 2013, Muksin Syech M Zein, perkara korupsi Program Pembangunan Infrastruktur Pedesaan di Kab Kapuas Hulu tahun Anggaran 2013, Riyu, perkara korupsi Program Pembangunan Infrastruktur Pedesaan di Kab Kapuas Hulu tahun Anggaran 2013 dan Suhadi Abdullani, perkara korupsi jual beli tanah untuk pembangunan terminal antar negara di belakang Terminal Induk Singkawang.

ICW juga pernah melakukan pemantauan terhadap harta kekayaan hakim Kusno dari situs LHKPN KPK. Terakhir, Kusno melaporkan harta kekayaannya saat menjadi Ketua Pengadilan Negeri Pontianak pada Oktober 2016. Saat itu, hartanya mencapai Rp 4.249.250.000.

Angka itu melonjak drastis dari harta kekayaan yang ia laporkan lima tahun sebelumnya yakni pada Maret 2011. Saat itu, Kusno memiliki total harta kekayaan Rp 1.544.269.000.

“Tentu lonjakan ini perlu ditelusuri lebih lanjut. Ini penting untuk memastikan bahwa harta kekayaan itu diperoleh secara benar oleh yang bersangkutan,” kata Koordinator Divisi Monitoring Hukum ICW Emerson Yuntho dalam keterangan tertulis pada Senin kemarin.

Walaupun memang, Kusno memiliki catatan belum pernah mengabulkan satu pun sidang gugatan pra peradilan yang pernah ia tangani. Namun, dapatkah itu menjadi jaminan? Kita lihat pada persidangan pada 30 November. – Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!