Hari ini digelar putusan sidang sela yang menentukan nasib Setya Novanto

Rappler.com

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Hari ini digelar putusan sidang sela yang menentukan nasib Setya Novanto
Kuasa hukum meminta agar majelis hakim menghentikan perkara Setya Novanto

JAKARTA, Indonesia – Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Kamis pagi, 4 Januari akan menentukan nasib terdakwa kasus pengadaan KTP Elektronik, Setya Novanto. Sebab, agenda persidangan pada hari ini, majelis hakim akan menyampaikan putusan sela yang berisi apakah keberatan kuasa hukum Setya diterima atau ditolak.

Secara garis besar kuasa hukum Setya menyatakan surat dakwaan yang sudah disusun dan disampaikan oleh Jaksa Penuntut Umum tidak cermat, jelas dan lengkap. Maka dakwaan pun menjadi kabur.

Ada enam poin di dalam surat dakwaan tersebut yang dinilai kuasa hukum Setya disusun secara tidak cermat yakni mengenai waktu terjadinya tindak pidana, tempat, unsur perbuatan yang melawan hukum, penyalahgunaan wewenang, orang yang diperkaya dan diuntungkan serta nominal kerugian yang dialami negara. Bahkan, mereka mengungkit adanya beberapa nama pihak yang justru hilang dari surat dakwaan.

Beberapa nama yang dimaksud antara lain Yasonna Laoly, Ganjar Pranowo dan Olly Dondokambey.

“Surat dakwaan jaksa tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap sehingga mengakibatkan dakwaan kabur. Hal itu melanggar azas splitsing perkara karena dalam dakwaan pokok, terdakwa Setya Novanto, nama-nama (penerima aliran dana) yang sempat tertulis di lembar dakwaan terdakwa sebelumnya, Irman dan Sugiharto, dihilangkan dan dikurangi dalam dakwaan Setya Novanto,” ujar anggota kuasa hukum Firman Wijaya ketika membacakan surat eksepsi di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada Rabu, 20 Desember lalu.

Sayangnya, harapan anggota kuasa hukum untuk mendapat penjelasan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengenai nama-nama yang hilang serta adanya perbedaan nama penerima aliran dana tidak dijawab dalam surat jawaban jaksa yang disampaikan pada 29 Desember lalu. Mereka berpendapat poin-poin tersebut tidak sepatutnya ada di dalam nota keberatan, karena sudah menyangkut materi pokok perkara. Respons serupa juga disampaikan jaksa ketika kuasa hukum mempertanyakan bukti Ketua DPR non aktif itu menerima uang sebesar US$ 7,3 juta dan arloji mewah Richard Mille senilai US$ 135 ribu.

“Penting sekali bagi kami untuk mengetahui mengapa nama-nama itu hilang, sebab nominal uangnya mencapai lebih dari Rp 200 miliar. Kalau nama-nama itu hilang, lalu uangnya ke mana? Kalau mereka tidak terima. Lalu, kerugian negara yang Rp 2,3 triliun itu tentu dikurangi dari yang diterima. Lagipula nama-nama yang hilang tersebut uangnya juga tidak ketemu,” kata anggota kuasa hukum Setya lainnya, Fahmi di tempat yang sama.

Merujuk kepada permintaan kuasa hukum Setya dalam surat keberatan, maka dalam sidang putusan sela ini mereka meminta agar majelis hakim mengabulkan keberatannya dan menyatakan perkara mantan ketua umum Partai Golkar itu tidak dapat dilanjutkan. 

“Kami juga memohon kepada Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini agar menjatuhkan putusan sela berisi membebaskan terdakwa Setya Novanto dari rumah tahanan Klas I Jakarta Timur cabang KPK seketika usai putusan diucapkan,” kata Maqdir Ismail di Pengadilan Tipikor dua pekan lalu. 

Lalu, apakah Maqdir yakin bahwa hakim akan mengabulkan keberatan mereka? 

“Ya, kami duduk manis saja nanti dan mendengarkan apa putusannya. Apakah hakim menerima eksepsi kami atau eksepsi itu dinyatakan lebih banyak menyangkut ke materi pokok perkara,” kata dia yang ditemui di gedung KPK pada Selasa, 2 Januari 2018. 

Ia pun mengaku siap menerima apa pun keputusan majelis hakim, termasuk jika nota eksepsi ditolak. Kalau hal itu yang terjadi, maka agenda persidangan selanjutnya sudah memasuki materi pokok perkara. Di sini akan menjadi babak baru kasus korupsi KTP Elektronik lantaran menjadi momen penentu apakah Setya bersedia ‘bernyanyi’ dan menyeret nama-nama lain yang ikut diperkaya dalam proyek yang menelan biaya Rp 5,9 triliun tersebut. 

Tidak ada yang istimewa

Sementara, sejak awal lembaga anti rasuah menganggap nota keberatan yang disampaikan oleh pihak Setya tidak ada yang istimewa. Juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan di dalam KUHAP sudah diatur dengan jelas apa saja batasan yang harus dipenuhi oleh jaksa ketika menyusun surat dakwaan.

“Sejak KPK menuangkan jawaban dari eksepsi dan menyampaikan kepada pengadilan tentu saja subtansi hukum kami yakin dengan jawaban yang sudah disampaikan itu. Semuanya sudah kami jawab yang sesuai dengan materi eksepsi,” ujar Febri di gedung KPK pada Rabu malam, 3 Januari.

Sementara, terkait nama-nama yang diklaim hilang oleh kuasa hukum Setya, KPK bersikeras nama tersebut tetap ada. Hanya saja namanya dikelompokan di dalam surat dakwaan Setya di dalam grup anggota DPR. Artinya, aliran dana itu masih bisa ditelusuri dan tidak hilang.

Mantan pegiat anti korupsi dari Indonesia Corruption Watch (ICW) itu juga meminta publik untuk menyaksikan persidangan yang digelar hari ketimbang berandai-andai mengenai isi putusan sela. 

“Sebaiknya kalau bicara soal apa yang menjadi sikap hakim besok pada putusan sela kita tunggu saja agenda putusan sela,” kata dia. 

KPK menyatakan Setya dalam kondisi sehat saat menjalani pemeriksaan oleh penyidik. Kali terakhir, ia menjalani pemeriksaan medis di RSPAD pada 30 Desember sesuai dengan putusan majelis hakim. 

Lembaga anti rasuah menyebut Setya diperiksa sejak pukul 08:30 – 15:30 WIB dan didampingi oleh tiga dokter spesialis dari pihak KPK serta psikiater. Mereka berharap kondisi kesehatan Setya pada hari ini tetap baik agar persidangan berjalan lancar. 

Sebelumnya, dalam sidang perdana, Setya mengeluhkan sakit diare kendati tiga dokter KPK menyatakan ia dalam kondisi sehat. Jaksa Penuntut Umum (JPU) Irene Putri menuding Setya sudah berbohong dan sengaja mengulur waktu. Publik menilai sakitnya Setya merupakan salah satu strategi untuk menghindari jerat hukum melalui putusan pra peradilan yang pada 13 Desember lalu masih bergulir di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. 

Tetapi, hakim tunggal Kusno menggugurkan gugatan pra peradilan lantaran surat dakwaan sudah dibacakan. 

Setya didakwa pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Ancaman hukuman yang membayangi yakni penjara maksimal 20 tahun dan denda Rp 1 miliar. Namun, hukuman itu bisa lebih berat, karena JPU mengajukan permohonan kepada hakim selama proses persidangan, Setya dianggap tidak kooperatif. – dengan laporan ANTARA/Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!