Polda Jabar: Motif pembuatan video pedofil hanya demi uang

Yuli Saputra

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Polda Jabar: Motif pembuatan video pedofil hanya demi uang
Ironisnya, dua ibu dari kedua korban tindakan pedofil malah menjerumuskan anaknya agar mau beradegan dalam video asusila tersebut

BANDUNG, Indonesia – Sejak beberapa hari lalu, masyarakat dihebohkan dengan beredarnya video asusila antara perempuan dewasa dengan anak laki-laki di dunia maya. Ada tiga video yang beredar, satu video panjang berdurasi 1 jam 11 menit dan dua video pendek masing-masing berdurasi 2 menit dan 2,5 menit. 

Video panjang mempertontonkan adegan mesum antara perempuan dewasa dengan dua anak laki-laki. Video pendek juga mempertontonkan adegan serupa, namun dengan pemain perempuan dan anak yang berbeda.

Direktorat Kriminal Umum Polda Jabar berhasil mengungkap tindak pidana kejahatan seksual terhadap anak itu dan menemukan tempat kejadian perkara atau tempat video itu direkam, yakni di dua hotel di Kota Bandung, Hotel I dan M.  Bekerja sama dengan pihak hotel, polisi menyita sejumlah barang bukti di kamar hotel yang identik dengan barang yang ada di video. 

“Benar TKP atau kejadian tersebut lokasinya di Kota Bandung, yaitu di Hotel I, yang satu lagi Hotel M, dua-duanya di Kota Bandung. Setelah tahu, kita cek, pastikan apa yang konten di gambar termasuk ruangannya, dan memang identik sama,” ungkap Kapolda Jabar, Irjen Pol Agung Budi Maryoto, saat press release Pengungkapan Kasus Pornografi dan Eksploitasi Anak di Bawah Umur, di Mapolda Jabar, Jalan Soekarno Hatta Kota Bandung, Senin 8 Januari.

Dari hasil analisa CCTV dan video yang sudah terlanjur beredar, penyidik bisa mengidentifikasi para pelaku dan juga korban. Korban adalah tiga orang anak berinisial DN (7), RD (9), dan SP (11). Ketiganya merupakan anak-anak yang sering berkeliaran di jalanan. 

Mereka kemudian diamankan di rumah aman di bawah pengawasan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) untuk menjalani therapy healing.

Polisi akhirnya bisa menangkap enam orang tersangka, yang terdiri dari satu orang laki-laki dan lima orang perempuan. Tersangka laki-laki berinisial FA alias Alfa adalah otak dari kejahatan eksploitasi anak ini. Dia berperan sebagai sutradara, perekam gambar, dan penjual video.

Selain FA, polisi menangkap CI, perekrut pemain perempuan, dan IN serta IM pemeran wanita dalam video yang juga ikut merekrut korban anak. Polisi masih mengejar satu orang tersangka berinisial IS yang berperan sebagai penghubung antara FA dengan IN.

Ironisnya, tindak pidana kejahatan terhadap anak ini melibatkan ibu korban. Ibu korban DN, SUS berada di TKP saat anaknya DN dan IN melakukan adegan porno.  Bahkan, si ibu berusaha membujuk si anak saat menolak melakukan adegan.

“Prihatinnya, karena salah satu orang tuanya ikut menyaksikan bahkan mendukung (anaknya melakukan adegan),” kata Agung.

Tersangka SUS juga mengajak anak lainnya, SP, agar mau ikut dalam perekaman video cabul itu, atas permintaan FA. Tujuannya, agar DN yang sempat mogok, mau melanjutkan beradegan mesum bersama IN dengan arahan dari FA. 

SUS tega membiarkan anaknya menjadi korban kejahatan pedofil dengan mendapat imbalan Rp 300 ribu. Sedangkan, si pemeran perempuan dewasa, IN mendapat imbalan Rp 800 ribu.

Tidak hanya SUS, ibu RD, HER juga ditangkap penyidik Polda Jabar karena ikut terlibat “menjual” anaknya. Saat anaknya dipaksa melakukan adegan seks dengan IM di Hotel M, HER berada di balkon hotel bersama dengan CI. HER mendapat imbalan dari FA sebesar Rp 500 ribu, sedangkan IM mendapat imbalan lebih besar, Rp 1,5 juta dan CI sebesar Rp 1 juta.

Sementara sang sutradara, FA, menarik keuntungan puluhan juta rupiah. Untuk video pertama, dia dibayar Rp 16 juta, video kedua Rp 8 juta, dan video ketiga Rp 7 juta, sehingga total sebesar Rp 31 juta. Video-video itu dibuat pada Mei dan Agustus 2017.

Agung menyebutkan, motif para pelaku adalah faktor ekonomi.

“Motifnya uang, jadi mengirim video kemudian ditransfer sejumlah uang,” ujar Agung.

Berawal dari unggahan foto pedofil di medsos

FA mulai mendapat pesanan membuat video pedofil saat mengunggah foto hasil editan yang menggambarkan adegan mesum antara perempuan dewasa dan anak laki-laki di VK (VKontakte), media sosial mirip Facebook buatan Rusia. Foto itu mendapat banyak komentar dari netizen. Ada yang kemudian mengontaknya secara pribadi untuk membuat dalam bentuk video. 

FA kemudian bergabung dengan sebuah grup di Telegram. Pemesanan video kemudian berlanjut melalui jalur pribadi melalui Telegram antara FA dengan N yang mengaku warga negara Belanda.

“Si laki-laki tadi itu yang menerima order dari luar. Pengakuan sementara dari Rusia sama Belanda, pengakuan sementara. Tapi apakah betul (mereka berasal dari) Rusia, Belanda, Kanada atau cuma lokal, ini yang kami dalami. Makanya kami libatkan kriminal khusus untuk masalah digital eletronik datanya. Kemudian kami melibatkan Bareksrim untuk cybertroopnya apakah betul (si pemesan) di dalam negeri atau ke luar negeri,” kata Direktur Kriminal Umum, Kombes Pol. Umar Surya Fana, kepada wartawan di Mapolda Jabar, Senin.

Di samping N, ada pula R, yang mengaku warga negara Rusia. Tersangka R diduga berperan sebagai penyebar video. 

Berdasarkan keterangan FA, video itu dikirim melalui Telegram kepada si pemesan.  Apakah ini modus baru dalam penjualan video porno? Umar menegaskan, semua itu baru pengakuan tersangka FA. Pihaknya harus mendalami lagi dengan mengumpulkan barang bukti lainnya.

Umar sendiri meragukan keterangan FA karena tidak sesuai dengan bukti-bukti yang ditemukan penyidik.

“Yang bisa kami buktikan, yang pertama, kami belum dapat gadget atau alat elektronik yang digunakan. Yang kedua, konten itu disimpan di mana, itu kami belum dapat. Baru ditangkap kemarin, hari ini kami baru mau melakukan penggeledahan di rumahnya. Terus yang berikutnya, ada indikasi di Mei dan Agustus dia ke Bali. Nah, kalau dia bilang lewat internet, kok dia ke Bali setiap habis buat film?,” tanya Umar.

Berdasarkan pengalamannya, Bali merupakan pangsa pasar untuk barang-barang seperti video porno pedofil.

“Nah ini kan indikasi, baru pengakuan, ya atau tidak, nanti setelah kami lakukan penyidikan,” kata. 

Satu hal yang meragukan, tersangka FA juga tidak mampu berbahasa Inggris. Kalau memang N dan R adalah warga negara asing, menurut Umar, seharusnya FA bisa berkomunikasi dengan bahasa internasional itu.

Sementara itu, Direktur Kriminal Khusus, Kombes Pol. Sambudi mengatakan pihaknya telah menyita telepon genggam milik tersangka FA untuk menelusuri jejak penjualan video pedofil itu. Menurut Sambudi, FA telah menghapus akun media sosialnya setelah tahu video buatannya tersebar ke masyarakat.  Namun hal itu tidak menjadi kendala bagi penyidik untuk mengungkap kejahatan bagi para predator anak itu.

“Dari handphone yang sudah kami sita itulah pintu masuk untuk mendalami apakah benar inisial N dan R ini warga luar negeri ataupun domisilinya di luar negeri. Itu yang kita dalami. Kan bisa saja ngomongnya di luar negeri ternyata di Indonesia,” kata Sambudi. 

Ia mengaku belum bisa mengaitkan FA dengan jaringan pedofil internasional meskipun diduga ada keterlibatan warga negara asing.

“Kalau untuk jaringan pedofilia, itu tidak. Dia hanya berdasarkan permintaan, itu yang dia lakukan. Kalau sudah dilaksanakan, dia akan mendapatkan sejumlah uang. Jadi motinya untuk sementara hanya ekonomi,” ujarnya.

Polisi akan memroses para tersangka dengan tiga undang-undang, yakni UU No 17 tahun 2016 tentang  Perlindungan Anak, UU No 44 tahun 2008 tentang Pornografi, dan UU No. 19 tahun 2016 tentang ITE. Para tersangka akan menghadapi ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.

Merasa bersalah

Mengenai kondisi ketiga korban, Ketua P2TP2A Jawa Barat, Netty Heryawan mengatakan kondisinya dalam keadaan baik. Ketiganya masih ceria, seperti anak-anak seumurannya, namun ada pula yang merasa bersalah atas kejadian yang menimpanya.

“Ada yang sudah memiliki guilty feeling, ingin curhat dan cerita banyak,” ujar Netty, kepada wartawan, di Mapolda Jabar, Senin.

Saat ini, ketiga anak telah memulai proses trauma healing dengan melibatkan psikolog. Netty mengatakan, proses penyembuhan ketiganya tidak bisa ditentukan berapa lama tergantung dari kondisi psikologis setiap anak. Namun Netty memperkirakan proses penyembuhannya akan memakan waktu yang cukup lama, mengingat ibu korban juga terlibat dan kini telah ditahan sebagai tersangka.

“Kalau saya melihat ini akan memakan waktu yang sangat panjang karena saya melihat dengan kondisi orang tua yang ikut terlibat menjerumuskan dalam kasus video yang tidak pantas ini, tentu si anak tidak akan dalam waktu cepat kita pulangkan ke rumah keluarganya,” tutur Netty.

Netty mengungkapkan, pihaknya berusaha meminimalkan dampak negatif dari pengalaman buruk yang dialami ketiga bocah itu.  menurutnya, dampak negatif yang paling ringan adalah si anak akan menarik dari pergaulan karena merasa telah mengalami aib dan ternoda.  Yang paling parah, si anak akan terdorong melakukan hal serupa saat dewasa nanti. 

“Ini yang kita khawatirkan,” kata isteri Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan ini. – Rappler.com

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!