Pertarungan timpang di ‘kandang banteng’

Christian Simbolon

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Pertarungan timpang di ‘kandang banteng’
Pertarungan antara pasangan Ganjar-Taj dan Sudirman-Ida di Pilgub Jateng layaknya pertarungan Daud versus Jalut

JAKARTA, Indonesia—Pilkada Jawa Tengah layaknya pertarungan antara Daud (David) versus Jalut (Goliath). Dari sisi elektabilitas, Ganjar Pranowo yang didampingi Taj Yasin ibaratnya Jalut. Sedangkan penantang mereka pasangan Sudirman Said-Ida Fauziyah bisa dikata Daud. Bedanya, tak peduli berkali-kali diketapel Daud, sang Jalut masih tetap kokoh berdiri. 

Hingga menjelang pencoblosan suara, elektabilitas Ganjar-Taj Yasin memang kian tak tergoyahkan. Hasil survei terakhir Indo Barometer yang dirilis Rabu, 20 Juni 2018 misalnya, menunjukkan bahwa elektabilitas pasangan Ganjar-Taj lebih dari 65%. Terpaut jauh ketimbang pasangan Sudirman-Ida yang mengantongi elektabilitas di kisaran 20%.   

Padahal, Ganjar bolak-balik ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk bersaksi dalam pengembangan kasus dugaan korupsi proyek KTP-elektronik. Nama Ganjar pun sempat disebut salah satu tersangka kasus korupsi KTP-E Miriam S Haryani sebagai salah satu penerima duit suap.

Ia pun berulang kali didemo warga Rembang terkait keputusannya mempertahankan kebijakan pembangunan pabrik semen. Dua isu itu kerap digunakan oleh pasangan Sudirman-Ida sebagai peluru untuk menyerang Ganjar di berbagai kesempatan. 

“Ganjar Yasin unggul telak. Kasus dugaan korupsi KTP elektronik belum cukup mencederai Ganjar Pranowo dalam Pilgub Jawa Tengah,” ujar Direktur Eksekutif Indo Barometer Mohammad Qodari saat memaparkan hasil survei. 

Ganjar resmi diusung PDI-Perjuangan sebagai calon Gubernur Jateng pada awal Januari lalu. Pencalonan Ganjar dideklarasikan langsung oleh Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri. Sebagai pendamping, Megawati menunjuk anggota DPRD Jateng Taj Yasin atau yang akrab disapa Gus Yasin. 

Gus Yasin merupakan anak dari pengasuh Pondok Pesantren Sarang, Rembang, KH Maimun Zubair. Maimun saat ini masih menjabat Ketua Dewan Syariah Partai Persatuan Pembangunan. Yasin yang masih berusia 34 tahun dipandang merepresentasikan kalangan Nahdlatul Ulama (NU) dan dinilai tepat mendampingi Ganjar yang dicap nasionalis. 

Menurut Ganjar, nama Yasin merupakan usulan dari para ulama. “Mbah Moen (Maimun Zubair) sama saya sudah dekat sekali. Sehingga dari sekian tokoh yang dicari, akhirnya ketemu Gus Yasin ini dan bicaranya langsung nge-klik saja gitu,” ujar Ganjar ketika itu. 

Jika Ganjar-Taj dicalonkan sepaket, lain halnya dengan pasangan Sudirman-Ida. Ketika dicalonkan pada oleh Partai Gerindra pertengahan Desember 2017, Sudirman belum memiliki pendamping. Nama Ida baru muncul pada Januari 2018 setelah Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) mendeklarasikannya pada Januari 2018. 

Saat itu, Ida menepis tudingan bahwa dia hanya calon dadakan setelah Sudirman Said gagal meminang Ketua DPW PKB Gus Yusuf sebagai pendamping. “Saya langsung mau ketika jabatan politik di posisi bakal calon wakil gubernur karena sosok Sudirman Said dan Gus Yusuf yang menawarkannya,” ujarnya.

Ida merupakan salah satu kader terbaik PKB yang sudah tiga periode berkantor di Senayan. Di NU, Ida tercatat aktif di lembaga Fatayat NU. Kehadiran Ida diharapkan mampu memecah suara NU di akar rumput. Terlebih, tercatat ada 4.683 pesantren di Jawa Tengah dengan jumlah santri pada kisaran 500 ribu-an. 

Adapun Sudirman tak berasal dari kalangan parpol. Meskipun dikenal dekat dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dan para petinggi PKS, Sudirman lebih lazim ‘dicatat’ sebagai sosok birokrat dan akademisi. Khusus di PKS, Sudirman pernah setahun menjabat sebagai anggota dewan pakar PKS. 

“Saya bersyukur telah dipilih Pak Prabowo sebagai calon. Keputusan sejarah telah diambil, mengajukan saya sebagai calon di Jateng. Ini bersejarah karena pertama kali saya masuk ranah politik, karena ini bukan bidang saya,” ujar Sudirman. 

Infografis Rappler Indonesia

Kekuatan Ganjar-Taj 

Status sebagai petahana menjadikan Ganjar sebagai kandidat Gubernur Jateng paling kuat. Apalagi, kinerja Ganjar sebagai gubernur juga terbilang ciamik. Hal itu setidaknya terlihat dari tingkat kepuasan publik yang dirilis berbagai lembaga survei jelang Pilgub Jateng. 

Di sisi lain, Jateng juga bisa disebut sebagai lumbung suaranya PDI-P. Partai berlambang banteng moncong putih itu memiliki 31 kursi dari total 100 kursi di DPRD Jateng. Sebanyak 19 dari total 35 bupati dan wali kota di provinsi tersebut merupakan kader atau sosok yang didukung PDI-P. 

Di jagat maya, Ganjar juga terbilang unggul. Di Twitter, follower Ganjar tercatat lebih dari sejuta orang. Sedangkan di instagram, pengikut Ganjar mencapai lebih dari 450 ribu orang. Beda jauh dengan pengikut Sudirman yang hanya puluhan ribu di Twitter dan hanya ribuan di instagram.

Unggul di dunia maya, tak membuat Ganjar jemawa. Dengan menggandeng Taj Yasin, Ganjar juga potensial mengamankan basis dukungan, khususnya dari NU, di akar rumput. Taj yang notabene anggota DPRD Jateng punya pengalaman menjaring suara di berbagai kalangan masyarakat di Jateng. 

Di Pilgub Jateng, Ganjar-Taj mengusung jargon ‘Mboten Korupsi, Mboten Ngapusi’ yang artinya kurang lebih ‘tidak mau korupsi dan tak mau membohongi publik’. Jargon itu dipakai Ganjar ketika memenangi Pilgub Jateng 2013 lalu. 

Setidaknya ada tiga misi yang dijanjikan kepada pemilih di Jawa Tengah lewat jargon itu. Pertama, pasangan itu hendak menempatkan rakyat sebagai subjek dalam proses pengambilan keputusan  dan memperkuat akses rakyat terhadap sumberdaya politik, ekonomi sosial dan budaya.

Kedua, pasangan itu hendak memperkuat penyelenggara pemerintahan yang bersih, jujur, transparan demi terjaminnya sistem pelayanan publik. Terakhir, menyelenggarakan program-program pembangunan, yang menjamin terwujudnya kesejahteraan rakyat melalui sinergitas kerja dan gotong royong para pemangku kepentingan.

Infografis Rappler Indonesia

Kekuatan Sudirman-Ida

Meskipun kalah dari segi elektabilitas, pasangan Sudirman-Ida memiliki kekuatan dari segi jumlah kursi yang dimiliki parpol-parpol pengusung di DPRD Jateng. Total ada 52 kursi atau 4 kursi lebih tinggi ketimbang yang dipunya parpol-parpol pengusung pasangan Ganjar-Taj. 

Namun demikian, butuh usaha esktra keras mengonversinya menjadi suara valid pada pemungutan suara nanti. Pasalnya, menurut survei Litbang Kompas yang dirilis akhir Mei lalu, banyak konstituen parpol kubu Sudirman-Ida yang malah ‘jatuh hati’ pada pasangan Ganjar-Taj. Massa PKB misalnya, justru solid mendukung Ganjar-Taj di kisaran angka 81%. 

Keuntungan lain yang bisa dieksploitasi ialah bergabungnya PAN ke dalam koalisi pengusung Sudirman-Ida. Dukungan PAN lazimnya paralel dengan dukungan dari Muhammadyah dan anggotanya. 

Keunggulan lainnya ialah dari sisi hitung-hitungan kekayaaan para kandidat. Menurut data Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang dilaporkan ke KPUD Jateng, harta Ida Fauziyah mencapai Rp19,8 miliar. Harta Ida bahkan masih tetap lebih besar ketimbang gabungan kekayaan tiga nama lainnya. 

Selain kekayaan, dukungan juga mengalir kepada pasangan Sudirman-Ida dari Ketua PBNU Said Aqil Siradj. Dalam peringatan Nuzulul Quran di kantor PWNU Jateng, Semarang, Minggu, 3 Juni 2018, Said meminta kader-kader NU bekerja keras untuk memenangkan pasangan nomor urut 2 itu.

Di Pilgub, Sudirman-Ida mengusung jargon ‘Mbangun Jateng, Mukti Bareng’ yang artinya kurang lebih ‘bersama-sama membangun Jateng’. Misi pasangan itu antara lain, mewujudkan hasil-hasil pembangunan dan mengurangi kesenjangan, memperkuat partisipasi warga dalam pembangunan, serta memelihara keberlanjutan dan keseimbangan ekologi.  

Infografis Rappler Indonesia

Misi mustahil 

Jika mengacu pada ‘skor’ di papan survei, maka hampir mustahil Sudirman-Ida untuk mengungguli Ganjar-Taj. Apalagi, elektabilitas kedua pasangan tersebut terpaut jauh. Menurut Direktur Eksekutif Charta Politica Yunarto Wijaya, hanya ‘tsunami politik’ yang bisa meruntuhkan ‘kedigdayaan’ Ganjar-Taj di Jateng.

Apalagi tingkat persepsi kepuasan publik terhadap kinerja Ganjar mencapai 73,8 persen. Kalau tidak ada tsunami politik misalnya OTT (operasi tangkap tangan), hampir pasti Ganjar menang karena tingkat pengenalan Ganjar mencapai 86,8 persen dan tingkat kesukaan 96,6 persen,” ujar  Yunarto.

Hal senada diungkapkan Qodari saat merilis hasil survei Indo Barometer di Jakarta, Rabu, 20 Juni 2018. Menurut dia, semua skenario berbasis data survei tak akan menolong elektabilitas pasangan Sudirman-Ida yang hanya 21,1%. 

Survei Indo Barometer digelar pada 7-13 Juni 2018. Hasil survei menunjukkan bahwa masih ada 11,6% masyarakat Jateng yang masih belum menentukan pilihan. “Skenario yang paling memungkinkan adalah jika 11,6% itu lari ke pasangan Sudirman-Ida. Maka dapatkan 32,7% suara. Tapi, itu juga masih kalah,” ujar dia. 

Meskipun terus kalah di papan survei, Sudirman tetap optimistis bisa menjalankan misi yang hampir mustahil dengan memenangkan Pilgub. Apalagi, menurut dia, tak semua lembaga survei itu kredibel. 

“Survei itu tergantung siapa yang memerintah. Kalau kita percaya pada survei independen. Kita enggak akan lengah kalau dibilang tinggi, kalau rendah ya enggak apa-apa. Jangan mendahului. Yang nenentukan itu dua, rakyat sama yang di atas (Tuhan). Yang menentukan (pemungutan suara) 27 Juni nanti,” ujarnya. 

—Rappler.com

 

 

 

 

 

 

 

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!