Monik Purba kampanye ASI sambil melawan penyakit

Yuli Saputra

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Monik Purba kampanye ASI sambil melawan penyakit
Walau didiagnosa menderita dua penyakit autoimun, Monik Purba tetap aktif mendorong ibu-ibu untuk memberikan ASI eksklusif kepada anak-anak mereka

 

BANDUNG, Indonesia – Melawan dua penyakit autoimun sekaligus bukanlah hal yang mudah dilakukan oleh siapa saja yang mengalaminya.

Tetapi bagi Fatimah Berliana Monika Purba, menyelamatkan bayi dan menciptakan generasi penerus yang sehat memberinya kekuatan ekstra untuk melawan apa pun penyakit yang dideritanya. 

Buktinya?

Walau didiagnosa mengidap Antiphospolipid Syndrome (APS) pada 2014, Monik, demikian dia biasa disapa, tetap melakukan edukasi masyarakat, terutama kaum ibu, tentang pentingnya air susu ibu (ASI) eksklusif.

Bahkan ketika didiagnosa menderita Sjogren’s Syndrome (SS) pada awal 2016, Monik, Leader La Leche League (LLL) untuk Indonesia, tetap memiliki komitmen yang kuat untuk terus berjuang meningkatkan angka pemberian ASI di Indonesia, yang saat ini masih rendah.

Monik memang sudah bertahun-tahun terjun memberikan pemahaman kepada para ibu mengenai ASI eksklusif, tidak hanya di Indonesia tapi juga di Amerika Serikat. 

Dan karena tekadnya yang besar untuk mengamalkan ilmunya sebagai konselor menyusui, Monik bergabung dengan organisasi pendukung ibu menyusui terbesar dan tertua di dunia, La Leche League (LLL) International di Kota Rochester, New York State.

Setelah menambah pengetahuan tentang laktasi dan lulus akreditasi, Monik diangkat menjadi salah satu Leader LLL International.  Bergantian dengan rekannya, Dee Russel, Monika memimpin pertemuan bulanan, mengadakan kegiatan fund raising, dan sekaligus Edukasi ASI. 

Monik juga secara rutin menghadiri  gathering para pemimpin area atau state agar ilmu laktasi terkini terus dipelajari.

Pada akhir 2014 lalu, Monik dan keluarga kembali ke Indonesia.

“Saya sudah bertekad di manapun saya tinggal saya akan melanjutkan tugas saya sebagai seorang LLL leader. Maka saya mengurus kepindahan tugas saya dari Rochester, New York ke Indonesia yang masuk ke dalam Grup FAAME (Future Asia & Middle East),” ujar penerima penghargaan Ibu Hebat Indonesia 2015 versi The Asian Parents itu.

Monik menyadari tekadnya untuk memberikan edukasi ASI tidak bisa diwujudkan segampang dulu lagi, terutana sejak didiagnosa mengidap penyakit yang tidak biasa, yaitu Antiphospolipid Syndrome pada 2014. 

Penyakit APS adalah salah satu dari penyakit autoimun (AI), yaitu kondisi di mana sistem kekebalan tubuh menyerang dan merusak jaringan atau sel dalam tubuh sendiri. 

APS menyebabkan isteri dari Fahmi Hamim Dereinda ini mengalami gangguan pada sistem pembekuan darah.  Akibatnya, terjadi gumpalan-gumpalan darah pada arteri dan vena yang mengganggu kesehatan tubuhnya.  Penyakit ini bisa brakibat fatal jika pembekuan darah besar terjadi di jantung, paru-paru, atau otak.  Ancaman stroke seakan mengintainya setiap saat.

Pada awal 2016, Monik kembali harus menghadapi kenyataan pahit. Dia didiagnosa mengidap penyakit autoimun lainnya, yakni Sjogren’s Syndrome (SS), yaitu kelainan di mana sel imun menyerang dan menghancurkan kelenjar eksokrin yang memproduksi air mata dan liur.

Karena penyakit itu, hampir seluruh sendi-sendi di tubuh Monik mengalami bengkak. Mata ibu dua putra ini juga tidak bisa mengeluarkan air mata karena rusaknya kelenjar air mata yang menyebabkan dry eye syndrome.

Stroke yang tadinya hanya merupakan ancaman kemudian menampakkan diri.  Monik menjalani pemeriksaan otak dengan MRI dan MRA yang menunjukkan adanya kerusakan di beberapa bagian otak kanan akibat stroke jenis lacunar infarct multiple

Beberapa syaraf juga mengalami kerusakan yang mengakibatkan rasa seperti  disetrum (hyperalgesia) saat disentuh. Monik juga mengalami kesulitan berbicara karena bibir kaku dan berubah miring (Bell’s Palsy).

Kondisi itu jelas menyulitkan Monik menjalankan tugasnya sebagai duta LLL untuk Indonesia sekaligus konselor menyusui.  Tubuhnya secara sistemik diserang dua penyakit autoimun yang membuatnya lebih banyak menghabiskan waktu di tempat tidur atau bolak-balik ke dokter.  Monika pun harus pindah dari Bandung ke Bogor agar memudahkan berkunjung ke rumah sakit di Jakarta.

Tapi tekadnya yang kuat tidak menyurutkan langkah Monik menyebarkan pemahaman tentang pentingnya ASI bagi bayi dan ibu.  Walaupun Monik harus mengurangi aktivitas memberikan penyuluhan, seminar dan konseling tatap muka langsung, ia tetap aktif memberikan konseling via online dan menulis di akun-akun media sosialnya.

Nampaknya, perjuangan Monik untuk mengedukasi ASI, sekuat perjuangannya melawan dua penyakit autoimmun yang menyerangnya.  Harapannya, suatu saat nanti di Indonesia akan  banyak bayi yang terselamatkan dan tercipta generasi penerus yang sehat yang lahir dari ibu yang cerdas dan melek  kesehatan.  – Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!