Kisah pilu binaragawan peraih perak PON Jabar yang tersandung kasus doping

Fariz Fardianto

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Kisah pilu binaragawan peraih perak PON Jabar yang tersandung kasus doping
‘Binaraga olahraga yang mahal’. Mheni harus menggadaikan rumah agar bisa bertanding di PON XIX Jabar

SEMARANG, Indonesia — Sama seperti hari-hari biasanya, Mheni tekun berlatih di Sasana Ryu Gym Jalan Majapahit, Semarang, Jawa Tengah, pada Kamis pagi, 12 Januari. 

Saat Rappler menyambangi tempat itu, besi-besi saling berdentum pertanda si empunya sedang fokus meningkatkan kemampuan ototnya.

Namun, siang itu pikirannya sebenarnya sedang berkecamuk. Tak lain karena kabar buruk berhembus setelah perwakilan Lembaga Anti Doping Indonesia (LADI) mengumumkan kepada media bahwa terdapat 12 atlet jawara Pekan Olahraga Nasional (PON) XIX Jawa Barat yang terbukti menggunakan doping.

Sedangkan 2 atlet lainnya adalah mereka yang bertanding Pekan Paralimpik Nasional XV (Peparnas) Jabar 2016 silam.

Dari 14 atlet itu, nama Mheni terpampang jelas menjadi salah satu yang positif memakai doping selama gelaran akbar empat tahunan tersebut berlangsung pada pertengahan 2016 lalu.

Bagi Mheni, ini adalah pukulan telak. Sebab, ia merasa tak pernah menenggak stenzolol, zat terlarang yang jadi salah satu unsur doping. 

“Saya kaget karena ‘ndak pernah minum obat itu. Tapi kenapa nama saya tertera terus [dalam daftar atlet terkena doping], apalagi saat dihubungi Pak Cahyo Adi [pengurus LADI], beliau seolah-olah mencari kesalahan saya dengan menyebut saya atlet peraih emas juara binaraga, padahal saya kan cuma dapat perak, dan itu dilakukan juga kepada atlet lainnya,” kata Mheni.

Ia menganggap LADI melakukan kesalahan prosedur, karena mengumumkan daftar atlet tanpa menunggu keputusan resmi dari PB PON. “Belum ada pengumuman dari panitia PON tapi saya terus-menerus ditelepon seperti diteror,” imbuhnya.

Ia mengatakan semua suplemen yang dikonsumsinya telah sesuai dengan rekomendasi para ahli gizi untuk memperkuat kemampuan ototnya sebelum maupun saat pertandingan berlangsung. Tak ada niat buruk untuk mengonsumsi zat terlarang mengingat dirinya ingin bertanding secara sportif dan jujur demi membesarkan nama daerahnya.

Karena itulah, ia mengaku tak mengerti mengapa hasil tes urine menunjukan dirinya positif menggunakan doping. 

“Saya selalu minum suplemen yang dijual bebas di pasaran, itupun sudah sesuai izin para ahli dan pelatih. Tapi saya ‘ndak pernah minum stanzolol,” katanya.

Gadaikan sertifikat rumah

Ia mengaku dunia binaraga telah menjadi urat nadi hidupnya sejak puluhan tahun silam. Di almari rumahnya, tersimpan puluhan medali yang ia raih selama ikut kejuaraan binaraga tingkat lokal maupun internasional.

Untuk mendapatkan medali perak PON XIX Jabar, ia mengaku telah tampil habis-habisan. Masih teringat jelas dalam benaknya saat sebulan menjelang PON XIX Jabar, dirinya tekun berlatih dari pagi hingga larut malam. 

Tiap pukul 07:00 WIB, ia berlatih keras ditemani sang pelatih, lalu istirahat pada siang hari dan dilanjutkan pada sore hingga petang.

“Sejak pra-PON, saya latihan mati-matian demi membawa nama baik Semarang. Ini [meraih perak] merupakan pencapaian tertinggi. Sebab, dari empat kali ikut PON, baru dua kali dapat perak,” ungkap atlet yang menyabet perak di kelas 75 kg tersebut.

Meski begitu, ia berpendapat apa yang telah diraihnya justru tidak mendapat apresiasi yang layak dari pemerintah. Ia mengatakan baru mendapat separuh dari total bonus yang dijanjikan pemerintah. Itu pun dalam waktu dekat akan dikembalikan setelah kasus doping mencuat.

“Baru dapat Rp26 juta dari jumlah bonus yang dijanjikan sebesar Rp60 juta, padahal saya habis banyak biaya untuk bertanding di PON Jabar, sampai-sampai saya terpaksa menggadaikan sertifikat rumah. Binaraga olahraga yang mahal,” ucapnya.

“Dan sekarang, di saat mampu menorehkan prestasi cemerlang saya justru dituduh memakai doping. PB PON bilang kalau uang pembinaan dan medali yang sudah saya terima, harus dikembalikan,” keluhnya.

Kekecewaan mendalam juga dirasakan Purjanto, pelatih binaraga di Ryu Gym, tempat Mheni berlatih. Ia dengan lantang mempertanyakan tudingan doping yang ditujukan kepada atletnya. 

“Saya mau komplain kepada PB PON, apa indikasinya Mheni pakai doping. Kok kesannya bisa dilobi mengingat daftar atlet yang kena doping selalu berubah setiap waktu,” kata Purjanto. 

“Di surat kabar diumumkan yang tersangkut doping si A, besok ganti lagi si B. Saya juga akan mengajukan protes kepada petugas bagian pemeriksa di LADI,” ujarnya.

KONI dampingi sang atlet

Sedangkan langkah cepat dilakukan pengurus Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Jawa Tengah seusai mendapati dua binaragawan daerah tersebut terindikasi memakai doping saat gelaran PON XIX Jabar. 

Wakil Ketua Umum III Bidang Pembinaan dan Prestasi KONI Jateng, Sudarsono, menyatakan siap mendampingi mereka. Selain Mheni, Mualipi, binaragawan asal Boyolali, juga mengalami hal serupa.

“Kami akan dampingi mereka dalam memberikan pembelaan di depan Pengurus Besar PON dan Persatuan Angkat Berat, Angkat Besi, dan Binaraga Seluruh Indonesia (PABBSI) dan organisasi lainnya. Kami tahu mereka tidak bersalah,” kata Sudarsono.

Sejauh ini, ia belum menerima surat apapun dari PB PON ihwal kasus ini. Tapi langkah konkret akan ia ambil untuk membela kedua atletnya. —Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!