Kisah sedih nenek penderita kusta puluhan tahun tinggal di kandang ayam

Fariz Fardianto

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Mbah Yuliyah diduga menderita kusta, hingga jari-jari tangan dan kakinya hampir seluruhnya hilang. Tak memiliki pekerjaan, ia tinggal di kotak bambu bekas kandang ayam

Mbah Yuliyah, seorang nenek 85 tahun penderita kusta, kini hanya mengandalkan belas kasihan orang-orang yang kebetulan lewat di depannya. Foto oleh Fariz Fardianto/Rappler

SEMARANG, Indonesia — Hari beranjak siang tapi Yuliyah hanya duduk termenung di tepi sungai di Jalan Inspeksi, Semarang, Jawa Tengah, pada Sabtu sore itu. Sesekali ia merapihkan kain jarit yang menutupi bagian bawah tubuhnya.

Ada pemandangan menyedihkan saat melihat tubuh Mbah Yuliyah dari dekat —begitu kurus dan tampak lusuh. Hampir semua jari-jari tangan dan kakinya sudah hilang. 

Menurut penuturan warga setempat, kondisi memprihatinkan tersebut sudah dialami Mbah Yuliyah sejak lama. 

“Dia lama tinggal di situ dan sering sakit-sakitan, kalau siang anaknya datang menengok,” kata Anton Prayogo, warga sekitar Gang Pinggir, sembari menunjukkan bekas kandang ayam yang selama ini jadi tempat tinggal Mbah Yuliyah.

Dengan kondisi tersebut, Mbah Yuliyah tak bisa leluasa bergerak. Saat Rappler menyambanginya pada Sabtu, 28 Januari, ia hanya tertegun sambil menatap nanar. Tubuh rentanya begitu rapuh di usianya yang telah memasuki 85 tahun. 

Asline omahe Magelang, pas sehat isih iso dadi buruh karo ngangkuti sampah (Saya aslinya orang Magelang. Ketika sehat dulu saya sering kerja jadi buruh dan tukang angkut sampah),” katanya lirih.

Mbah Yuliyah saat ini hanya mengandalkan belas kasihan orang-orang yang kebetulan lewat di depannya. Jika pagi hari, beberapa orang ada yang memberinya uang ala kadarnya, atau nasi bungkus.

Sang anak yang hidupnya nyaris setali tiga uang dengan dirinya pun hanya bisa merawatnya dengan seadanya. Saat ia kerap jatuh sakit, anaknya hanya bisa membuatkan sebuah tempat tinggal berukuran kurang dari 4 meter dari bambu.

Bambu-bambu itu dibuat segi empat memanjang, di dalamnya diberi alas tikar seadanya agar bisa ditiduri. Tempat yang dibuat dari bekas kandang ayam itulah yang jadi sandaran hidupnya sejak puluhan tahun silam. 

Neng kene uwis suwe, uwis telung ndoso tahun. Kulo sampun mboten saget golek pangan, iki wae digaweke anake kulo (Tinggal di sini sudah lama, kurang lebih 30 tahun. Sudah tidak bisa cari makan. Tempat ini yang membuatkan anak saya),” ucapnya.

Jari Yuliyah digigit tikus sampai putus

Mbah Yuliyah punya dua anak yang kini telah berumah tangga. Tur Doniyah, anak keduanya, sering menengok hampir tiap hari. Pada Sabtu itu, Doniyah datang bersama anak dan suaminya.

”Saya aslinya orang Magelang. Ketika sehat dulu saya sering kerja jadi buruh dan tukang angkut sampah.”

Sang anak bilang jari-jari ibunya putus akibat terserang penyakit kusta. “Sakitnya macam-macam, ada yang bilang diabetes kering. Lalu setelah diobati, katanya juga kena kusta, kalau tidur jarinya digigitin tikus sampai ndak terasa putus sendiri,” kata Doniyah.

Raut sedih jelas terlihat dari wajah Doniyah tatkala menengok ibunya. Tapi dengan kondisi ekonominya yang serba terbatas, ia pun tak bisa berbuat banyak untuk menolong ibunya. Ia tiap malam hanya bisa berdoa agar Tuhan selalu berbaik hati mengirimkan orang-orang untuk membantu ibunya.

“Ya, kadang dia makannya dikasih orang lewat, malah ada yang ngasih uang buat berobat. Tapi sayangnya dia takut dibawa ke dokter, kalau diperiksa ndak pernah mau,” ujarnya.

Doniyah selama ini hidup terpisah dengan sang ibu karena harus ikut suamimya tinggal di rumah kontrakan di Kampung Baru Tikung. Jaraknya cukup jauh dari tempat tinggal ibunya.

“Ibu saya tidurnya tetap di sini sedangkan saya tinggal di Baru Tikung. Tapi setiap hari habis mengangkut sampah, saya nengokin dia kalau sore baru pulang,” katanya.

Jadi tukang sampah merupakan pekerjaan satu-satunya yang diwariskan kepada dirinya.

“Saya mengangkut sampah meneruskan pekerjaan ibu. Zaman makin susah, lha kalau tidak kerja angkut sampah mau kerja apalagi,” ucapnya.

Dipindahkan ke panti jompo

Saat ia kerap jatuh sakit, anaknya hanya bisa membuatkan sebuah tempat tinggal berukuran kurang dari 4 meter dari bambu. Foto oleh Fariz Fardianto/Rappler

Kondisi memprihatinkan yang dialami Mbah Yuliyah yang tinggal di kotak kayu bekas kandang ayam, akhirnya mematik reaksi beragam dari masyarakat Semarang.

Bahkan, Dinas Sosial Kota Semarang menyatakan dalam waktu dekat perempuan lansia tersebut akan dipindahkan ke Panti Jompo Among Jiwo Ngaliyan.

Untuk saat ini, rombongsan petugas Dinas Sosial bersama beberapa perangkat Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan Semarang Tengah telah mendata ulang identitas Mbah Yuliyah. 

Sholikin, seorang tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan Semarang Tengah mengatakan dirinya telah mengajak Mbah Yuliyah untuk tinggal di panti jompo.

“Sebelum dipindah, kami musyawarah dulu dengan keluarganya Mbah Yuliyah karena ada anaknya yang tinggal tidak jauh dari tempat ini,” kata Sholikin, pada Senin, 30 Januari, di kantornya.

Ia mengatakan Mbah Yuliyah sebenarnya sering diberi bantuan oleh banyak orang yang kebetulan lewat di Jalan Inspeksi. Namun sayangnya, kata dia, bantuan berupa uang biasanya diambil oleh anaknya yang saban hari bolak-balik menengoknya.

“Petugas kami juga sempat ngasih bantuan tapi entah kenapa bantuannya selalu dibawa sama anaknya. Kami terenyuh kalau mengingat hal tersebut,” katanya.

“Petugas kami juga sempat ngasih bantuan tapi entah kenapa bantuannya selalu dibawa sama anaknya. Kami terenyuh kalau mengingat hal tersebut.”

Tak ayal, ia pun mengaku sempat kesulitan untuk memindahkan nenek malang tersebut ke panti jompo karena harus tidak berembuk terlebih dahulu dengan keluarganya. 

“Anaknya minta buat merawat Mbah Yuliyah dulu kemudian pekan depan baru dipindah ke panti jompo,” kata Sholikin.

Sementara itu, Kepala Dinsos Kota Semarang Tommy Yarmawan Said mengaku masih berkoordinasi dengan instansi terkait untuk memberikan bantuan fasilitas bagi nenek malang tersebut.

“Kami akan berkoordinasi dulu dengan Pak Wali Kota untuk membantu pengobatan bagi Mbah Yuliyah, sehingga ke depan semoga kehidupannya jadi lebih baik,” ujar Tommy.

Data terakhir dari Dinsos Kota Semarang, jumlah pengemis, gelandangan, dan orang terlantar (PGOT) di kota tersebut mencapai lebih dari 5.000 jiwa. Dari angka tersebut, 4.021 di antaranya merupakan anak jalanan yang meliputi  275 laki-laki dan 126 perempuan.

Warga prihatin, sering beri sumbangan

Keprihatinan terhadap nasib Mbah Yuliyah juga datang dari warga setempat. 

Hendrawan, warga peranakan Tionghoa yang tinggal dekat dengan Jalan Inspeksi mengatakan beberapa kali menyambangi kotak kayu yang ditinggali Mbah Yuliyah untuk sekadar memberi uang sumbangan.

“Kasihan sekali mbahnya itu, Pak. Dia hidup terlunta-lunta seorang diri padahal tubuhnya sering sakit-sakitan. Saya enggak tega kalau lihat kondisinya,” kata Hendrawan kepada Rappler. —Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!