Disebut dokter abal-abal karena bercadar, Ferihana ingin berdayakan perempuan Muslim

Dyah Ayu Pitaloka

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Disebut dokter abal-abal karena bercadar, Ferihana ingin berdayakan perempuan Muslim
Di Rumah Sehat Muslim dan Dhuafa milik dr Ferihana juga ada klinik kecantikan. Ketika pasien menjalani terapi, sesi akan berlangsung dengan lantunan ayat suci dari pengeras suara untuk mengusir jin

YOGYAKARTA, Indonesia — Dokter bercadar, begitu ia dikenal oleh sejumlah pasiennya, telah membuka praktek rumah sehat di Desa Sumberan, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, sejak 2012.

Sejak 2015, dr Ferihana juga telah mengelola klinik kecantikan di lokasi yang hanya berjarak sekitar 15 menit dari Malioboro, Yogyakarta.

Sebagai seorang Muslim, ia mengatakan, meski berhijab dan mengenakan cadar, bukan berarti perempuan harus berhenti belajar dan bekerja.

“Jika dia [perempuan] meninggalkan pekerjaan itu karena [bekerja dianggap] haram, itu yang saya enggak setuju,” kata dr Ferihana, kepada Rappler.

Ditemui di tempat prakteknya, perempuan berusia 36 tahun itu sering kali mendapat pertanyaan serupa dari teman-temannya. Menurutnya, ada banyak perempuan berhijab atau yang ingin mendalami Islam patah arang lantaran dilarang bekerja. 

“Memang ada banyak ulama yang mengatakan perempuan itu haram bekerja. Terus jika perempuan enggak bekerja, nanti siapa yang membantu perempuan melahirkan, dokter laki-laki, apa mau?” tanyanya. 

“Bagaimana dengan janda yang diabaikan suaminya, apa mereka [yang melarang bekerja] mau ngasih uang?”
Meski demikian, bagi perempuan yang telah menikah, izin suami tetap penting. Misal, izin yang selalu ia minta kepada suaminya jika hendak bepergian ke luar kota.

“Perempuan harus bisa menundukkan pandangan, menjaga nama suaminya ketika di luar. Kewajiban yang sama yang juga dilekatkan pada laki-laki. Suami saya juga selalu ikut jika saya ke luar kota,” ucapnya.  

“Memang ada banyak ulama yang mengatakan perempuan itu haram bekerja. Terus jika perempuan enggak bekerja, nanti siapa yang membantu perempuan melahirkan?”

Dokter lulusan Universitas Islam Indonesia Yogyakarta tahun 2008 itu juga tak pernah menolak pasien pria. Menurutnya, menolong orang tak bisa dilakukan dengan memilah agama, etnis, kelompok, atau golongan tertentu saja. 

Pasiennya pun tak hanya dari umat Muslim, meskipun nama Muslim terpampang di papan nama kliniknya, Rumah Sehat Muslim Dhuafa. 

“Saya menekankan pelayanan ramah, bagaimana kita memperlakukan pasien di sini. Pengobatan kita tidak bisa membedakan pasien perempuan atau laki-laki. Kami harus tahu kapankah sama laki-laki itu dilarang atau berbicara seperlunya saya,” ujarnya.

Kini dr Ferihana memiliki dua Rumah Sehat Muslim dan Dhuafa dan dua klinik kecantikan — salah satunya berada di Jakarta. Karyawannya ada 17, terdiri dari sejumlah terapis, bidan, dan beautician yang semuanya perempuan.  

“Beberapa tahun saya bekerja di [klinik kecantikan] Larissa, dan melayani konsumen menggunakan kerudung longgar. Herannya saya malah terpilih menjadi best doctor di sana,” katanya. 

Berbekal pengalaman itu, dr Ferihana pun membuka klinik kecantikan sejak 2015.  

Sempat disebut abal-abal karena berbeda 

Dokter Ferihana mengenakan cadar sejak 2000. Menurutnya, pergaulannya saat itu membawanya ke kelompok yang ekslusif, menutup diri dari pergaulan dengan golongan lain. Namun seiring kemampuannya berbahasa Arab meningkat, banyak buku yang dibaca dan berbagai pertemuan, sikapnya yang menutup diri luntur. 

Menurutnya, Islam tak boleh menutup diri dengan kelompok lain yang berbeda keyakinan, agama, kesukuan, atau perbedaan lainnya. 

“Contoh kami Nabi Muhammad, beliau punya keponakan Yahudi, beliau juga berteman dengan Nasrani. Seharusnya Muslim harus lebih baik dan ramah pada kelompok lain. Karena Muslim adalah duta Islam, rahmatan lil alamin,” tuturnya.

Sejak 2012, Ferihana mulai berubah dan tak menutup diri serta menerima keberagaman. Cadarnya tetap dikenakan di depan umum, atau lingkungan baru atau di depan pria yang bukan suaminya. 

TERIMA SEGALA PASIEN. dr Ferihana mengatakan, pengobatan tidak bisa membedakan pasien antara perempuan dan laki-laki atau bahkan Muslim dan non-Muslim. Foto oleh Dyah Ayu Pitaloka.

Namun gamisnya tak hanya berwarna hitam atau gelap. Ada gamis batik yang dipakai saat memenuhi undangan pernikahan, gamis aneka warna dengan motif bunga-bunga untuk acara yang tak formal atau warna cerah lainnya. 

Tak jarang sepatu jenis wedges juga dikenakan untuk mempermanis penampilannya, terutama ketika memenuhi undangan sebagai pembicara di lingkungan akademisi atau berdakwah. 

“Ada yang komentar di Facebook saya, wedges itu haram. Itu saya bantah, yang tak boleh adalah jika tinggi banget, membahayakan, menyakiti tubuh, ya, itu haram. Islam melarang menyakiti tubuh,“ tuturnya.   

Sikapnya menuai respon berbeda di lingkungannya. Kecaman dan pujian disampaikan langsung dari sikap, perkataan, atau di laman media sosial miliknya. 

“Teman-teman saya ada yang menyebut saya menebar kerancuan, syubhat. Mungkin seperti Muslim KW atau abal-abal karena penampilan saya yang bercadar tapi menerima keberagaman. Pasien saya awalnya juga meragukan profesi saya karena saya bercadar,” katanya.

Klinik kecantikan dengan metode rukyah

Pada 2015, istri dari Yoebal tersebut mulai membuka klinik kecantikan di tempat yang sama dengan lokasi Rumah Sehat Muslim dan Dhuafa miliknya. Klinik tersebut digunakan untuk menghidupi rumah sehatnya yang lebih banyak bekerja secara sosial tanpa menarik biaya pada pasiennya. 

Di Rumah Sehat, disediakan semacam kotak amal bagi pasien untuk mengisi sukarela semampu mereka. 

”Pasien saya awalnya meragukan profesi saya karena saya bercadar. Mungkin seperti Muslim KW atau abal-abal”.

“Klinik saya pasiennya beragam, ada yang Cina, Nasrani, banyak juga yang Muslim. Rata-rata mereka pelanggan saya dari klinik kecantikan tempat lama. Jika hari Minggu biasanya mereka mampir ramai-ramai sepulang dari gereja,” katanya.

Tak berbeda dengan klinik kecantikan yang lain, klinik milik dr Ferihana terlihat bersih. Terdapat tempat tidur dengan dekorasi dominan warna hijau muda. Sejumlah peralatan kecantikan ada di sekitar tempat tidur pasien. Berbagai produk herbal sebagian diproduksi sendiri sesuai dengan standar BPOM. 

Namun, ketika pasien menjalani terapi, sesi akan berlangsung dengan lantunan ayat suci dari pengeras suara di ruangan itu. 

“Itu untuk rukyah mengusir jin. Jika pasien keberatan, bisa dimatikan. Rata-rata pelanggan kami meskipun Cina atau Nasrani tak keberatan dengan itu. Karena jika terdapat jin di tubuh pasien, bagian badannya akan bergerak sendiri jika mendengar ayat itu,” urainya.

Selain pengobatan medis, dr Ferihana juga memberikan pelayanan bekam, rukyah, dan metode pengobatan herbal, akupuntur, menggunakan metode Cina dan Arab. Pasiennya tak hanya berasal dari Yogyakarta dan sekitarnya, tetapi juga berasal dari luar kota hingga luar Jawa dengan keluhan beragam salah satunya tentang perselingkuhan.

Berikutnya, dia ingin membuat rumah singgah untuk para janda yang tak beruntung. Menurutnya ada banyak janda yang mendapat perlakukan buruk dari mantan suaminya. Ada yang mengalami kekerasan rumah tangga hingga dijual oleh suaminya sebagai pelacur. 

Dia ingin membuat wisma untuk menampung para janda di lingkungan kliniknya — memberdayakan janda dengan membekali pengetahuan tentang pengobatan herbal.  

“Rencana ini masih dalam tahap persiapan, karena tempatnya juga sedang dibangun. Saat ini ada dua janda yang saya pekerjakan sebagai karyawan. Harapannya para janda bisa mendapatkan pemasukan tambahan bagi keluaranya serta pengetahuan agama. Karena banyak janda yang jadi tulang punggung keluarga,” katanya. —Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!