Tembakau malang, tembakau sayang

Dyah Ayu Pitaloka

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Tembakau malang, tembakau sayang
Sisi lain tembakau yang dipercaya mampu mengobati penyakit

YOGYAKARTA, Indonesia — Siang itu, Putri Tirtasani menghisap rokok pertamanya. Suasana rumahnya lengang. Hanya ada ayah dan adik laki-lakinya. 

Anak pertamanya, bayi berusia enam bulan, sedang pulas tertidur di dalam kamar. Dalam sehari, bayi itu menghisap tiga hingga empat batang rokok putihan yang sudah diberi obat tetes resep dari terapisnya. 

Seperti enam bulan yang terlewat, perempuan berusia 28 tahun itu selalu merokok di dalam rumah. Tentu bukan menghindari panas, tapi untuk mengurangi stigma buruk yang akan diterima dari lingkungan. Sementara dia butuh menghisap rokok agar air susu ibunya (ASI) lancar dan tekanan darahnya normal.

“Sekalipun dijelaskan soal penemuan balur, nikotin sebagai obat, stigma merokok tetap buruk. Apalagi perempuan, disangka enggak bener,” kata Putri, seorang warga Semarang yang mengaku merokok untuk tujuan pengobatan.

Serupa dengan Putri, Yekthi Hesthi Murthi, seorang ibu rumah tangga di Jakarta, menjadi relawan Komunitas Balur dan mengunakan terapi tembakau sebagai penawar Hepatitis B non-reaktif. Hesti positif Hepatitis B sejak Februari 2016. Ia mencoba produk herbal karena merasakan obat medis resep dokter berdampak buruk pada tubuhnya. 

“Saya mengonsumsi [tablet] Sebivo 600 mg, efeknya ke tubuh sangat terasa. Daya tahan menjalankan aktivitas hanya 4 jam, setelah itu terasa pusing.  Juga efek samping obat pada ginjal saya,” kata Hesti.

Terapi tembakau bunuh virus hepatitis B

Setelah tiga bulan mengunakan obat resep dan mempertimbangkan efek sampingnya, Hesti mulai beralih menggunakan terapi balur sejak Mei 2016. Jurnalis perempuan itu menggunakan balur kopi, serta rokok divine dari komunitas balur untuk detoks harian.

Balur adalah proses mengeluarkan merkuri dengan metode air. Merkuri di dalam tubuh diuapkan dan kemudian dikeluarkan melalui keringat. Awalnya, pasien dibalur dengan ramuan yang mengandung tujuh bahan, antara lain brambang (bawang) sabran, daun kelor, kopi balur, ac polezadan disembur asap rokok divine. Setelah dibalur, tubuh dibungkus kertas aluminium foil dan berbaring di atas meja dan dinding tembaga yang dihubungkan dengan tanah melalui kabel penghantar. 

“Sekalipun dijelaskan soal penemuan balur, nikotin sebagai obat, stigma merokok tetap buruk. Apalagi perempuan, disangka enggak bener.”

Proses tersebut berlangsung beberapa kali selama 1,5 jam dengan tujuan mengeluarkan merkuri dan radikal bebas dalam tubuh. Merkuri akan muncul pada limbah sisa balur yang tertampung dalam aluminium foil. 

Setelah selesai, pasien mandi menggunakan garam grosok. Terapi balur dilanjutkan dengan rokok divine dan kopi balur yang dibawa pulang.

Kopi balur dan rokok divine (atau obat tetes divine) berfungsi mengikat dan mengeluarkan radikal bebas merkuri melalui feses, air kencing, dan keringat. Kopi balur diminum dengan telur ayam. 

Kopi dipilih karena memiliki antioksidan tinggi dan dianggap sesuai dengan bahan lain yang dicampur di dalam kopi tersebut. Sedangkan asap tembakau dipilih karena asap dipercaya memiiki partikel dengan ukuran sangat kecil sehingga mampu mengikat merkuri bahkan hingga di DNA manusia. 

Hasilnya, menurut pengakuan Hesti, terdapat penurunan jumlah virus Hepatitis B dalam tubuhnya; dari 33 juta saat terdekteksi awal, turun menjadi sekitar 9 ribu pada Mei 2016. 

Namun virus naik kembali, meskipun tidak sebanyak temuan awal, pada November 2016, sebanyak 1,2 juta. “Itu karena saya tidak rutin terapi balur, sekarang saya mencoba rutin terapi,” kata ibu dua anak ini.

Meskipun metode herbal terlihat lebih mudah, hanya dengan rutin balur, minum ramuan kopi yang tak disebutkan kandungannya, telur, dan menghisap rokok divine, namun efek samping yang dirasakan di awal menurutnya tak bisa dikatakan mudah. 

“Awalnya cukup berat. Baru dua batang [rokok], sudah terasa mual dan pusing, hanya tidak bisa muntah,” kata Hesti sembari mengingat.

Masa-masa itu ia alami ketika tubuhya mulai bereaksi setelah menghisap divine. Baginya, belajar menghisap dengan benar, serta rasa yang asam dan pahit, menjadi tantangan tersendiri.

Pada saat yang sama, ia juga mendapatkan respon negatif dari lingkungan ketika terlihat sedang merokok. Ada banyak tatapan mata serta pertanyaan yang menurutnya tak perlu dan tak ditanyakan. 

“‘Lho, Mbak merokok? Mulai kapan merokok? Kenapa merokok?’ Itu pertanyaan yang sering keluar,” kata Hesti, yang juga merupakan Ketua Bidang Advokasi Perempuan dan Kelompok Marjinal salah satu organisasi profesi jurnalis ini.

“Saya merokok di lingkungan perokok, biasanya banyak prianya, tetapi mereka hanya menanyakan pada saya. Itu sangat mengganggu,” akunya. 

Ia mengaku, dirinya merokok untuk menjaga stamina dan dalam perawatan hepatitis B yang ia sedang jalani. Menurutnya, ia merokok hanya saat rehat kerja dan memilih lokasi yang disediakan untuk merokok.

Tak mudah untuk meyakinkan lingkungannya bahwa rokok divine yang dihisapnya bermanfaat bagi kesehatan, apalagi mengingat sebelumnya Hesti tak tahan asap rokok. Sebelumnya, ia sering mengingatkan suaminya untuk tidak merokok di rumah, sekaligus mengajarkan dua anaknya untuk membuang rokok ketika menemukannya di dalam tas bapaknya. 

“Sekarang suami saya juga merokok divine. Anak-anak bisa dijelaskan dengan ketika saya balur, saya ajak. Anak-anak bisa melihat bagaimana proses pengobatan ibunya,” tuturnya.

RADIKAL BEBAS. Aroma terapi dengan bahan tembakau dapat mengikat dan melemahkan radikal bebas di udara. Foto oleh Dyah Ayu Pitaloka/Rappler

Namun perubahan nyata pada stamina dan kesehatan Hesti menjadi salah satu modal penting ketika menjelaskan manfaat terapi tembakau yang dijalaninya. Sebelum balur, Hesti beberapa kali diopname di rumah sakit. Namun setelah balur, hal itu tak pernah terjadi. 

“Malah dapat bonus hamil anak ketiga, padahal beban pekerjaan tidak berkurang,” katanya.

Dia mengaku sangat berhati-hati dalam memilih pengobatan dan terapi yang dilakukan. Dia memilih balur salah satunya karena keterlibatan akademisi dan tenaga medis yang melakukan penelitian dan uji klinik dari produk tersebut, meski belum semua pertanyaan terjawab, misal soal kandungan bahannya. 

Menurutnya, seperti produk makanan, seharusnya produsen rokok juga menyertakan berbagai kandungan bahan yang digunakan pada konsumen. Informasi itu sering berada di bungkus bagian luar produk. 

“Mereka [pembuat balur] tidak menjelaskan kandungannya [pada kopi dan rokok divine],” kata Hesti.  

Sulastri jadi nama merk rokok

Tentang pro-kontra rokok dan kesehatan, sejumlah akademisi mencoba mengurai mengapa terjadi pergeseran makna merokok. Arkeolog dari Universitas Malang, Dwi Cahyono, memaparkan rokok mengalami perbedaan makna dengan kesehatan di sejumlah era.  

Pada risetnya tahun 2013, Dwi menemukan rokok sempat dikenal memiliki dampak positif pada kesehatan, seperti pada gangguan batuk dan flu. Informasi itu muncul pada nama rokok, bungkus, dan juga iklan tulis pada poster ataupun media massa pada 1960-an. 

Kaitan rokok dengan kesehatan mulai bergeser negatif, menurutnya, muncul pada 1990-an hingga saat ini. Sejak saat itu hingga sekarang, citra rokok yang buruk kepada kesehatan semakin menguat. 

Maskulinitas pada rokok juga semakin kuat muncul, seperti pada berbagai iklan rokok di tempat umum serta sponsor rokok pada berbagai olahraga yang erat dengan maskulinitas.

“Dari rokok baik untuk kesehatan, buruk untuk kesehatan, hingga sekarang rokok membunuhmu,” kata Dwi menjelaskan secara singkat mengenai manfaat rokok yang beredar di masyarakat.

Dalam keseharian, masa lalu rokok, terutama kretek, juga erat dengan masyarakat. Berbagai merk rokok dipakai dari hal-hal yang dekat di masyarakat. Begitu pula soal gender. Rokok tak dikhususkan untuk dikonsumsi pria saja. 

Dalam risetnya, antara era 1930-an hingga 1970-an, Dwi menemukan berbagai merk rokok yang menggunakan nama perempuan, bunga, peralatan dapur, dan rumah tangga, seperti juga merk rokok dengan nama pria, alam, dan alat transportasi. Maka nama rokok kretek seperti Endang, Karemi, Srisulastri, Mariati, Misrijah, atau Tri lazim ditemukan kala itu. 

“Nama rokok dipilih untuk berbagai tujuan dan filosofi, seperti untuk keberuntungan atau hoki, dan mendekatkan rokok dengan penggunanya saat itu,” kata Dwi.

Riset itu dilakukan di sejumlah wilayah di Pulau Jawa, seperti Tulungagung, Blitar, Kediri, Malang, Kudus, Surabaya, dan Madura.

Nama lokal menurutnya sudah tak terlihat pada rokok kemasan era sekarang. Maskulinitas pada rokok juga semakin kuat muncul, seperti pada berbagai iklan rokok di tempat umum serta sponsor rokok pada berbagai olahraga yang erat dengan maskulinitas.  

Menurut Dwi, pergeseran persepsi rokok dengan kesehatan dipengaruhi oleh banyaknya hasil penelitian medis serta sikap pemerintah saat ini. Ada banyak penelitian tentang dampak buruk rokok, namun sedikit penelitian ilmiah tentang dampak positifnya.

“Misalnya, rokok buruk untuk jantung, tapi banyak orang sakit jantung yang tak merokok atau sebaliknya,” kata Dwi.

Sementara rokok dan maskulinitas tampak memiliki kaitan, salah satunya jika dilihat dalam bingkai peningkatan konsumsi rokok. 

“Ketika cemas dan was-was, orang lebih cenderung lebih banyak merokok. Faktor psikologis ini yang mungkin hendak didapatkan produsen rokok, terutama pada olahraga seperti sepak bola, balap motor, dan sebagainya. Gambaran yang sama juga banyak muncul di berbagai karya film di masa lalu. Semakin cemas aktor, atau penonton, semakin merokok pula dia,” ujarnya.

Nikotin dan merkuri dalam tubuh

DETOKSIFIKASI. Dokter Tony Priliono menunjukkan kopi balur. Di dalammya terdapat bahan lain untuk detoks radikal bebas dalam tubuh. Foto oleh Dyah Ayu Pitaloka/Rappler

Penelitian tentang asap rokok untuk kesehatan kemudian dilakuan, salah satunya oleh Lembaga Penelitian, Pelatihan dan Pengembangan Peluruhan Radikal Bebas (LP4), Rumah Sehat Malang. Sejak 2006, LP4 telah melakukan penelitian tentang peluruhan radikal bebas dan kaitannya untuk mengatasi kanker, salah satunya merkuri. Penelitian tersebut melanjutkan temuan balur dari Dr. Gretta Zahar sebelumnya.

Senyawa merkuri banyak ditemukan pada berbagai larutan limbah beracun dan berbahaya, hingga di dalam bahan kosmetik. Merkuri juga ditemukan di dalam tembakau. 

“Merkuri sifatnya menempel kuat pada nikotin atau dwelling dan akan terbebas dan terhirup ketika terbakar pada suhu 300 derajat. Sementara rokok yang dibakar, suhunya mencapai 600 derajat celcius. Tentu merkuri yang menempel pada nikotin tembakau akan lepas di suhu tersebut,” kata dr. Tony Priliono, konsultan untuk Komunitas Balur di Semarang. 

Komunitas Balur menggunakan temuan LP4 di Malang dan memakai tembakau, kopi, dan asap rokok untuk mengobati sejumlah penyakit. Menurut dr. Tony, keberadaan merkuri di dalam tubuh berperan banyak dalam menyebabkan kanker dan mutasi genetik yang kemudian memengaruhi kondisi fungsi tubuh.

Alumni fakultas kedokteran Universitas Diponegoro tahun 1990-an itu menyebutkan, kandungan merkuri semakin tinggi dalam nikotin yang ada di tembakau, mengikuti tingginya tingkat pencemaran lingkungan, seperti polusi udara dari pabrik, serta asap kendaraan bermotor. 

“Tembakau itu memiliki kandungan senyawa emas murni, kandungan ini selalu menarik merkuri dan sebagian logam berat lainnya. Di bawah tahun 1970-an, rokok sehat karena kandungan merkuri dan logam berat lain di alam tak sebanyak sekarang. Sehingga betul, rokok saat ini memang berbahaya karena merkurinya terlepas ketika dibakar,” ujarnya.

Untuk menemukan merkuri yang dilepaskan asap rokok, penelitian LP4 yang melanjutkan gagasan dr. Greta Zahar, menggunakan metode UVAL (menemukan merkuri dengan menggunakan sinar matahari dan alumunium foil, secara tidak langsung).

“Analogi mudahnya adalah menemukan merkuri dengan menggunakan sinar matahari. Misalnya, melihat kandungan merkuri pada amalgam tambalan gigi, dengan memasukkan dalam gelas Aqua, ditutup dengan aluminium foil, dan dijemur selama tiga hari. Hasilnya akan ditemukan bintik-bintik hitam di bawah aluminium foil. Itulah merkurinya,” katanya.

Setelah ditemukan terdapat merkuri dalam asap rokok, asam amino, salah satu kandungan dalam protein, pada divine kemudian digunakan untuk menangkap merkuri dan melemahkannya.  

“Kelemahan merkuri adalah protein. Jika ada air raksa tumpah di laboratorium, pertama kita cari serbuk tembaga, jika tidak ada serbuk aluminium, jika tidak ada dengan putih telur yang dikocok. Albumennya membuat merkuri terpenjara. Menjadi tidak aktif,” katanya. 

“Rokok divine tidak mengandung merkuri, dan mengandung asam amino, komponen protein yang kemudian akan memulung merkuri dan menjinakkanya. Pemulung itu disebut scavenger,” katanya.

Ada pula tiga jenis obat tetes yang bisa digunakan untuk mengikat merkuri pada rokok buatan pabrikan umumnya di Indonesia. Obat tetes itu digunakan pada batang rokok yang hendak disulut.

Nikotin dan kanker

Metode mengeluarkan merkuri dilakukan menggunakan balur dan asap tembakau seperti yang dialami oleh Hesti. Nikotin pada tembakau, menurut dr. Tony, memiliki fungsi membersihkan DNA, terutama dari kandungan merkuri. Kelebihan nikotin, kandungan proteinnya dikenali oleh DNA tubuh. 

“Ibaratnya, jika DNA itu seperti rumah, maka nikotin ini dianggap teman atau saudara. Jadi bisa masuk ke dalam rumah. Dia boleh masuk karena masih keluarga asam amino,” katanya.  

Nikotin yang sudah ditumpangi scavenger kemudian masuk ke DNA dan membersihkannya dari merkuri. 

“Rokok divine tidak mengandung merkuri, dan mengandung asam amino, komponen protein yang kemudian akan memulung merkuri dan menjinakkanya.”

“Struktur kaki nikotin itu ada enam, ada satu gugus spiral yang bergerak berputar. Begitu masuk ke DNA dia berputar untuk membersihkan merkuri yang menempel pada DNA dan mengikatnya serta membawanya keluar,” tuturnya.

Pada penderita kanker, menurutnya, terapi balur menggunakan nikotin, kopi dan telur, serta rokok divine, mampu meningkatkan kualitas hidup pasien. 

“Kami tidak mengklaim mampu menyembuhkan. Sel kanker itu tetap ada di sana. Tetapi setidaknya bisa meningkatkan kualitas hidup pasien dengan membersihkan berbagai kandungan merkuri dan membuat stamina tubuh meningkat,” ujarnya.

Sementara pada penderita hepatitis, virusnya juga tetap ada di dalam tubuh pasien. Tetapi dengan kondisi stamina tubuh yang meningkat, maka daya tahan tubuh mampu melawan serangan virus tersebut.

Uji klinis pada hewan dan manusia

Selama 10 tahun terakhir, penelitian pada divine kretek terus dikembangkan. Ada berbagai penyakit dengan beragam pasien dan latar belakang usia yang berbeda, dari anak-anak hingga dewasa. Uji klinis juga dilakukan, meskipun menurut dr. Tony sebagian besar langsung diujicobakan pada manusia. 

“Prof Sarjadi [guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro] dulu meneliti asap rokok pada tikus, dan hasilnya bagus. Paru-paru yang diasapi rokok kondisinya lebih bagus dibandingkan yang tidak. Namun penelitiannya berhenti setelah beliau meninggal. Saat ini dr. Gretta berpesan lebih baik menguji pada diri sendiri dulu daripada hewan,” kata dr. Tony. 

Temuan baru juga muncul, di antaranya terapi jenis baru terutama untuk anak-anak. Aroma terapi berbentuk batang menyerupai bentuk dupa terbuat dari tembakau. 

“Ada aroma terapi yang ditemukan sejak 2016. Asapnya bekerja mencari radikal bebas di udara. Bedanya, jika asap rokok bisa ditiupkan langsung ke tempat yang sakit, maka asap aroma terapi bekerja secara umum,” kata Saraswati Mpsi, peneliti di LP4 Malang. 

Menurutnya, penelitian dan uji klinis terus dilakukan hingga saat ini. Upaya itu dilakukan dengan mengikuti berbagai seminar dan jurnal internasional ataupun dalam negeri. Meskipun upaya untuk memperkenalkan balur dan rokok divine sebagai salah satu obat di Indonesia sulit karena terganjal regulasi akibat terapi menggunakan tembakau dan dihisap. 

“Di Indonesia belum ada dukungan untuk jamu atau obat alternatif selain medis dari pemerintah. Ini berbeda dengan di China, misalnya. Kami juga berhadapan dengan aturan pita cukai untuk rokok, meskipun hingga saat ini itu belum menjadi kendala,” katanya. 

Terapi LP4 memproduksi rokok kretek sendiri bagi relawannya (divine menyebut pasien sebagai relawan). Meskipun rokok kretek tersebut tidak wajib dibeli oleh mereka. 

“Mungkin pada satu titik kami bisa saja dikenai cukai, dan untuk tujuan kesehatan itu akan sangat merugikan,” katanya. 

Terapi balur dan tembakau LP4 juga berlangsung di wilayah Jawa Tengah sejak 2012. Komunitas Balur Jawa Tengah mencatat menangani sekitar 163 relawan sejak 2014. 

Hendira Ayudia Sorentia, koordinator Komunitas Balur Jawa Tengah menyebutkan, dari jumlah tersebut diketahui 18 relawan di antaranya telah meninggal dunia, 135 relawan masih rutin terapi. Diagnosa relawan yang berasal dari Pati, Rembang, Jepara, dan Kudus tersebut beragam. 

Ayud menguraikan diagnosa relawan serta jumlah relawannya dengan diagnosa kanker mencapai 97 relawan diketahui meninggal sebanyak 18 relawan dan 67 relawan rutin terapi hingga saat ini. Diagnosa diabetes mellitus sebanyak 16 relawan yang semuanya masih rutin terapi. Diagnosa Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) sebanyak 24 relawan dan sekitar 11 relawan rutin terapi. 

Diagnosa stroke dan jantung sebanyak 17 relawan dengan 9 relawan rutin terapi hingga saat ini. Hepatitis sebanyak 9 relawan dan semuanya rutin terapi dengan jumlah yang sama. Diagnosa pencegahan serta alergi sebanyak 31 relawan dan rutin mencapai 23 relawan. 

“Data itu sejak 2014 hingga saat ini. Di antara 18 penyintas kanker yang meninggal, relawan perempuan lebih banyak karena kurangnya dukungan dan bantuan balur dari kakung [suami] atau keluarganya ketika di rumah. Ini berbeda pada pasien kanker pria yang jumlahnya lebih sedikit, karena istrinya sangat membantu ketika balur sendiri di rumah,” kata Hendira Ayudia Sorentia, koordinator Komunitas Balur Jawa Tengah.

7.000 jurnal sebut keburukan tembakau

MERKURI DAN NIKOTIN. Obat tetes digunakan pada rokok filter atau kretek. Fungsinya mengikat dan mengeluarkan merkuri dari nikotin pada tembakau. Foto oleh Dyah Ayu Pitaloka/Rappler

Nampaknya, asa Komunitas Balur agar pengobatan menggunakan tembakau bisa diakui manfaatnya, masih membutuhkan jalan panjang untuk terwujud. Soewarta Kosen, Tenaga Ahli Badan Litbang Kementrian Kesehatan Indonesia ,menyebut hingga saat ini belum ada data pendukung yang terbukti ilmiah tentang manfaat tembakau. 

“Manfaat tembakau yang diakui ada untuk mengusir hama. Klaim berhasil menyembuhkan harus dibuktikan dulu, secara medis dan statistiknya. Kalau kami kasih izin tanpa ada penelitian ilmiah dan saintifik, itu melegalkan penipuan,” kata Soewarta.

Kepala Unit Kebijakan Badan Litbang Kesehatan Kementrian Kesehatan yang baru saja purna tugas setahun terakhir itu menambahkan, terdapat sekitar 7.000 jurnal yang meneliti tentang dampak buruk rokok dan tembakau. Sementara, tak satupun jurnal ilmiah yang menulis tentang manfaat tembakau untuk kesehatan. Meskipun menurutnya, nikotin dalam tembakau sempat digunakan sebagai obat. 

“Asam nikotinatnya dalam skala kecil digunakan untuk melebarkan pembuluh darah. Zat aktif murninya digunakan untuk bahan insulin. Tetapi biayanya lebih mahal dibandingkan memproduksi insulin sintetis. Ada pula nikorette, terapi untuk berhenti merokok menggunakan nikotin dengan dosis yang semakin dikurangi, seperti terapi orang yang sakaw. Tetapi fungsi tembakau dalam skala besar belum ada,” katanya.

Menurut pria yang aktif sebagai tenaga ahli Kemenkes tersebut, hingga saat ini Litbang kesehatan Kemenkes belum pernah melakukan penelitian tentang fungsi tembakau. 

“Itu tidak dilakukan karena kami tidak percaya. Belum ada dasar jurnal ilmiah yang memaparkan itu [fungsi tembakau untuk kesehatan]. Tapi kami tidak tertutup untuk penelitian itu. Silahkan dan lakukan penelitian dan musti dipublikasi. Harus ada peer review agar jangan ada hanya satu penelitian saja. Kita mau kebenaran yang truth. Sesuai scientific modern medicine,” katanya.

Pro dan kontra tersebut tak menyurutkan niat Dr. Subagyo Sp.BTKV, Ketua Dewan Pertimbangan Ikatan Dokter Indonesia Malang Raya. Ia menggunakan terapi balur dan rokok divine untuk mengobati kanker getah bening yang muncul pada 2006. 

“Tahun 2007 saya mulai terapi, sampai sekarang tidak ada tanda kekambuhan. Saya sehat walafiat dan sedang berjuang untuk nusantara,” katanya. —Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!