Ratu Swedia ajak anak-anak Indonesia terus bermimpi dan belajar

Rika Kurniawati

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Ratu Swedia ajak anak-anak Indonesia terus bermimpi dan belajar
Ratu Silvia dari Swedia berkunjung ke Indonesia dan menyambangi Komunitas Jendela Jakarta untuk mendengarkan impian anak-anak di sana

JAKARTA, Indonesia — Kunjungan Raja dan Ratu Swedia ke Indonesia pekan lalu dipenuhi dengan sejumlah agenda. Salah satunya adalah kegiatan yang berhubungan dengan perlindungan anak. 

Ratu Silvia dari Swedia beserta delegasi lainnya mengunjungi Komunitas Jendela Jakarta cabang Manggarai pada Selasa, 23 Mei.

Komunitas Jendela Jakarta cabang Manggarai didirikan pada 2012, sebagai perpanjangan dari Komunitas Jendela di Yogyakarta yang berdiri setahun sebelumnya.

Salah satu misi komunitas tersebut adalah untuk membangun kebudayaan membaca kepada anak-anak. 

“Kita buat ketertarikan dulu ke mereka, ketika mereka sudah tertarik, mereka akan sedikit demi sedikit mulai membaca,” kata pendiri Komunitas Jendela Jakarta, Prihatiningsih.

“Ikuti juga dia sukanya seperti apa. Ada orang yang visual, ya komik atau buku yang bergambar mungkin mereka akan suka. Karakter orang kan berbeda-beda ya, ada yang visual, audiotori, dan kinestetik, misalnya.”

Di sana setiap anak diharuskan membaca minimal satu buku. Buku-buku bisa didapat di perpustakaan yang disediakan oleh komunitas. 

Komunitas Jendela Jakarta cabang Manggarai melakukan kegiatan setiap Sabtu dan Minggu. Anak-anak didampingi oleh para relawan. Pembelajaran dilakukan semenarik mungkin seperti mengadakan praktikum sains. 

Mereka juga didampingi untuk membuat prakarya. Di sana, kedekatan antar relawan dan anak-anak terlihat dengan saling berbagi pengalaman dan bercerita tentang hal-hal yang ditemui di kehidupan sehari-hari.  

Di komunitas ini, anak-anak dibagi menjdi tiga kelas. Kelas A berisi murid usia setara Taman Kanak-kanak sampai 2 SD; Kelas B terdiri dari usia setara kelas 3 SD sampai 6 SD; Kelas C untuk mereka usia setara SMP sampai SMA. 

“Dahulu di sekitar sini kebanyakan pendidikannya hanya sampai SD, sekarang sudah meningkat sampai SMP, SMA,” ujar Taofan  Firmanto Wijaya, salah satu yang memprakarsai berdirinya Komunitas Jendela Yogyakarta. 

Hingga kini, anak-anak yang mengikuti kegiatan Komunitas Jendela Jakarta cabang Manggarai beragam. Mereka ada yang dari keluarga dengan ekonomi menengah ke bawah dan menengah ke atas. 

Cerita dari Manggarai RAJA DAN RATU. Anak-anak dari Komunitas Jendela Jakarta memberikan cinderamata berupa gambar Raja Carl XVI Gustaf dan Ratu Silvia dari Swedia. Foto oleh Rika Kurniawati/Rappler

Kunjungan Ratu Silvia dari Swedia dan delegasi lainnya ke Komunitas Jendela Jakarta merupakan kerja sama sejumlah pihak. Selain komunitas Jendela Jakarta dan pihak Swedia, ada pula UNICEF Indonesia dan Youth Network on Violence Against Children (Jaringan Orang Muda Antikekerasan terhadap Anak). 

Ratu Silvia dan delegasi lainnya disambut tarian yang diiringi dengan lagu tradisional Betawi, Jali-jali. Selain itu, anak-anak dari Komunitas Jendela Jakarta cabang Manggarai juga memberikan cinderamata berupa gambar Raja Carl XVI Gustaf dan  Ratu Silvia dari Swedia , beserta miniatur Ondel-ondel Betawi. 

Kemudian anak-anak Komunitas Jendela Jakarta cabang Manggarai menceritakan impian-impian mereka dan hal tentang Indonesia. 

Yuni yang duduk di kelas 2 SMP mengungkapkan cita-citanya menjadi seorang guru. 

“Khususnya di pedalaman Indonesia, jarang sekali orang yang berpendidikan. Di sana jarang sekali gedung-gedung sekolah. Mungkin karena fasilitas, dana dan  sangat minimnya guru-guru di sana jadi mungkin mereka kekurangan pendidikan. Solusi bagi saya adalah harus banyak guru yang dikirim ke pedalaman Papua,”  kata Yuni. 

Ada pula yang ingin menjadi pengusaha, koki, hingga astronaut. 

Di komunitas ini memang mereka didorong untuk mempunyai cita-cita. 

“Dengan mengarahkan mereka membaca buku, kita juga mendorong mereka untuk mempunyai pandangan positif terkait kehidupan,” ujar Dhyana, salah satu relawan di Komunitas Jendela cabang Manggarai.

Cerita dari Swedia 

Penyerahan simbolis sumbangan buku dari Swedia untuk Komunitas Jendela Jakarta. Foto oleh Rika Kurniawati/Rappler

Melihat antusiasme para anak-anak ini, Ratu Silvia mengaku kagum.

“Saya kagum dengan impian-impian indah kalian,” kata Ratu Silvia setelah mendengar cerita anak-anak dan relawan dari komunitas. 

Ia menekankan pentingnya kerja sama untuk memastikan hak-hak anak terpenuhi. Misalnya hak untuk belajar, bermain, dan hak untuk mempunyai cita-cita. 

Wanita kelahiran 23 Desember 1943 itu kemudian menceritakan bagaimana Swedia mempunyai akses pendidikan gratis sampai tingkat universitas. Anak-anak di Swedia diwajibkan bersekolah minimal 12 tahun. Orangtua atau wali dapat diberi sanksi bila tidak menyekolahkan anak mereka. 

“Pendidikan di hutan, di alam, juga sangat penting,” kata Ratu Silvia. 

Olof Skoog, perwakilan Swedia di PBB, menyatakan pentingnya menguasai bahasa kedua. Menurut pria yang pernah menjadi Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia dan Brunei ini, mayoritas masyarakat Swedia menguasai Bahasa Inggris, selain Bahasa Swedia sebagai bahasa ibu.  

Hadir pula First Lady of The Court Anna Hamilton; dan Sekretaris Negara Kementerian Anak, Lansia, dan Kesetaraan Gender Swedia Pernilla Baralt. 

Hamilton mengatakan, ia mendukung anak-anak untuk menggapai impiannya. Sedangkan Baralt mencoba mendorong anak-anak untuk menyadari semua anak punya hak yang sama. Dengan kesadaran itu, diharapkan perilaku perisakan/perundungan/bullying dapat dihapuskan. 

Di akhir acara, sejumlah buku disumbangkan dari delegasi Swedia kepada Komunitas Jendela Jakarta. —Rappler.com

BACA JUGA:

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!