Kaya akan pengalaman dengan magang di Rappler Indonesia

Rika Kurniawati

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Kaya akan pengalaman dengan magang di Rappler Indonesia
‘Saya kagum dengan bagaimana staf Rappler memercayakan saya untuk meliput isu-isu krusial dan bertemu tokoh-tokoh penting’

JAKARTA, Indonesia — Hari pertama magang sebagai repoter di Rappler Indonesia, saya sudah diajak untuk mengikuti rapat redaksi. Entah terlihat atau tidak, saya gugup saat itu. 

Alasannya karena sudah ada kekaguman di dalam diri saya tentang Rappler Indonesia. Mereka dikenal memprioritaskan partisipasi sosial, mencoba mendorong masyarakat sipil dan netizen untuk ambil bagian dalam perubahan sosial ke arah yang positif. 

Isu-isu yang difokuskan mereka, bagi saya, sangat krusial. Misalnya terkait realisasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) dan hak asasi manusia. 

Kesempatan untuk eksplorasi 

Kegugupan saya di hari pertama magang perlahan hilang. Orang-orang di dalamnya mengajak saya berdiskusi terkait isu-isu tertentu atau sekadar obrolan sehari-hari. Hal yang terpenting, tidak ada senioritas di sana.  

Tugas liputan diberikan bukah dengan ‘perintah’ tetapi dengan ‘arahan’ yang disertai diskusi. Ketika akan meliput sesuatu, baik editor, reporter, social media producer, maupun managing director mengajak kita berdiskusi. Diskusi yang dilakukan seperti latar belakang informasi serta data dan fakta pendukung. Selain itu tentang narasumber yang cocok untuk penulisan. 

Mereka memberikan pemagang kesempatan untuk eksloprasi. 

“Kalau menurut aku, angle yang pas begitu tetapi kamu juga boleh coba angle yang lain. Nanti aku lihat bagaimana hasilnya,” ujar salah satu editor

Setiap rapat redaksi saya dan pemagang lain di Rappler Indonesia tidak lupa ditanya, “Ada ide untuk liputan pekan ini? Kalau ada ide langsung saja bilang ya.” 

Diberi kepercayaan 

Saya juga kagum bagaimana mereka percaya kepada saya dan pemagang lainnya untuk meliput peristiwa yang krusial dan bertemu tokoh-tokoh publik. 

Saya diberikan kesempatan untuk meliput acara di Istana Wakil Presiden yang dihadiri Wakil Presiden RI Jusuf Kalla, para pemuka agama, tokoh lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan selebriti Indonesia yang mendukung penghapusan diskriminasi. 

Saat meliput pengumuman Habibie Festival 2017, saya juga mendengarkan secara langsung cerita dan wejangan dari Presiden RI ketiga BJ Habibie terkait perjuangan dan teknologi untuk Indonesia. 

Kesempatan untuk merasakan ‘semangat massa’ juga saya dapatkan. Misalnya saat meliput aksi bela Islam 313 dan lilin untuk Ahok. Kedua kubu massa ini punya prinsip yang berlwanan. Namun saya merasa beruntung bisa merasakan dan menyaksikan bagaimana banyak orang bisa berkumpul menjadi satu dan memperjuangkan hal yang sama. Menurut saya, terdapat ‘jiwa massa’ di kedua aksi itu.  

Editor juga memercayai saya untuk menggali sosok masyarakat sipil yang ternyata tidak kalah mengagumkan dari tokoh-tokoh publik.  

Misalnya ketika mewawancarai sejumlah anggota di sebuah komunitas backpacker, pemilik kafe, dan turis Norwegia. Mereka dipertemukan di Palembang, Sumatera Selatan. Di sana, komunitas backpacker dan pemilik kafe membantu turis Norwegia yang kecopetan

Ada pula kesempatan mewawancarai pembuat figurine dari limbah cangkang telur. Ia punya impian agar makin banyak orang yang bisa memanfaatkan limbah. 

Ambil bagian di acara inspiratif Rappler Indonesia 

Selain meliput, kami yang magang juga diikutsertakan dalam acara-acara yang diselenggarakan oleh Rappler Indonesia. 

Saya turut ambil bagian di acara peringatan Hari Kartini. Diskusi pada acara tersebut inspiratif. Perempuan-perempuan yang datang sebagai narasumber beragam, mulai dari menteri aktif, anggota kepolisian, pebisnis, hingga mereka yang aktif di LSM. 

Selain itu ada pula diskusi debat pilgub putaran kedua DKI Jakarta. Di sana hadir tim sukses dari kedua pasang calon. 

Ada pula acara pembacaan puisi dalam rangka memperingati tragedi Mei 1998. Acara tersebut diselenggarakan agar semangat menguak tragedi Mei 1998 terus ada. Selain itu juga agar generasi muda mengetahui lebih lagi tentang tragedi tersebut. 

Untuk kalian yang tertarik mendapat pengalaman seperti saya, bisa mengikuti program magang di Rappler Indonesia. Info selengkapnya bisa didapatkan di tautan ini. —Rappler.com

BACA JUGA:

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!