TEDxJakarta ‘Niyata’ berani mengeksplorasi diri demi tujuan hidup

Muhammad Harvan

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

TEDxJakarta ‘Niyata’ berani mengeksplorasi diri demi tujuan hidup
Topik yang diangkat pada TEDxJakarta 12th adalah ‘Niyata’ yang merupakan bahasa Sansakerta akar dari kata ‘Nyata’ dalam bahasa Indonesia

JAKARTA, Indonesia – “Great mind talks about idea. Not just an ordinary idea, but ideas worth spreading!”  

Begitulah kira-kira kalimat yang bisa dengan menyeluruh mendeskripsikan TEDx, sebuah komunitas yang telah dikenal secara global menyusun sebuah acara pertemuan yang menghadirkan berbagai macam pembicara dari berbagai macam latar belakang untuk berbagi. Mulai dari pengalaman berarti yang mengubah hidup mereka hingga ide-ide cemerlang yang menginspirasi dan pantas dibagikan untuk orang banyak.

TEDx sendiri merupakan bagian dari komunitas TED Internasional, yang pada awalnya diinisiasi oleh Chris Anderson pada 1984. Komunitas tersebut mengadakan sebuah acara dengan format yang sama, yang ditujukan untuk membagikan ide-ide brilian seputar Technology, Entertainment, dan Design di Silicon Valley, Amerika Serikat. 

Hingga pada tahun-tahun berikutnya, TED berkembang menjadi ajang untuk membagikan ide dan gagasan cemerlang tentang apapun, yang akhirnya menyebar dan diadaptasi oleh banyak negara di dunia. Makna ‘x’ dalam TEDx sendiri adalah ‘Independently Organized’, yang artinya setiap negara atau kota bisa membuat acara TED-nya masing-masing.

Di Indonesia sendiri, salah satu acara TEDx yang sudah banyak dikenal oleh masyarakat umum adalah TEDxJakarta, yang pada Sabtu, 10 Juni, telah mengadakan acara TED-nya yang ke 12 di Gedung Kesenian Jakarta (GKJ), Jakarta Pusat.

(BACA: LIVE UPDATES: TEDxJakarta 12: Niyata)

Topik yang diangkat pada TEDxJakarta 12th adalah ‘Niyata’ yang merupakan bahasa Sansakerta akar dari kata ‘Nyata’ dalam bahasa Indonesia. Topik ini merupakan kelanjutan dari topik TEDxJakarta 11th yang diseleggarakan pada tahun 2016 dengan topic ‘Haphazard’ atau dalam bahasa Indonesia berarti ‘Ketidakberaturan’. 

“TEDxJakarta 12th dibangun di sekitar pemahaman, bahwa di balik persona kehidupan yang nampak acak dan tidak beraturan, terdapat pola dan urutan yang nyata. Dan hari ini, kita akan menjelajah ke arah sana lewat pengalaman dan ide-ide cemerlang yang akan hadir di ruangan ini,” ujar Kartika Anindya, salah satu penggagas TEDxJakarta saat membuka acara.

Topik pembicaraan tersebut dirangkum dalam 3 sesi pertemuan; Sesi 1: Ni (Into, Within), Sesi 2: Ya (Implore, Attain), dan Sesi 3: Ta (Womb, Warrior). Ketiga sesi tersebut diisi oleh pembicara, dengan berbagai latar belakang yang membagikan ide dan gagasan mereka sebagai bentuk refleksi atas pengalaman mencari arti dan tujuan kehidupan.

Meninggalkan ‘Samsara’, melalui ‘Moksa

ROCK. Bunda Iffet, mendampingi Slank selama 20 tahun. Foto dari Twitter/@TEDxJakarta

Filosofi TEDxJakarta 12th dibangun di sekitar filosofi agama Hindu mengenai karma dan kehidupan. Meninggalkan ‘Samsara’ yang artinya adalah belenggu kehidupan duniawi, melalui ‘Moksa’ yang dalam kepercayaan agama hindu diyakini sebagai sebuah upaya untuk mencari tujuan hidup sejati. 

Setidaknya pada acara Sabtu lalu, ada delapan pembicara dengan bidang yang berbeda-beda, membagikan pengalaman mereka dalam mengeksplorasi diri, keluar dari zona nyaman, demi menemukan hal yang menjadi passion dan tujuan hidup mereka.

Tengok saja Firly Savitri, seorang doktor dan dosen di salah satu perguruan tinggi swasta, yang berani meninggalkan kenyamanan hidupnya secara ekonomi untuk mendirikan Ilmuwan Muda Indonesia (IMI), sebuah komunitas yang bergerak untuk mengampayekan betapa menyenangkannya belajar sains ke anak sekolah dasar sebagai anti-thesa terhadap anggapan bahwa belajar sains adalah satu hal yang tidak menyenangkan dan tidak berguna, juga sebagai bentuk “perlawanannya” terhadap pengembangan sains yang di-anak-tiri-kan di Indonesia. 

Faye Simanjuntak, gadis belia berhati mulia yang tergerak hatinya, mengorbankan kenyamanan masa kecilnya untuk melakukan perlawanan terhadap maraknya kasus perdagangan anak di Indonesia melalui lembaga swadaya RumahFaye yang bergerak untuk melakukan penanganan, penyelamatan, dan rehabilitasi korban perdagangan anak, yang ia dirikan saat usianya baru beranjak 12 tahun. 

Ada juga Bunda Iffet, manager dari band rock SLANK yang menceritakan pengalaman suka dan dukanya selama 20 tahun lebih, konsisten meng-ibu-i band rock kenamaan Tanah Air itu dari awal mula terbentuk hingga kesuksesan mereka saat ini.

Cerita dan gagasan brilian lainnya juga datang dari pembicara di sesi kedua. Ada Anindya Krisna, yang tekun sejak berusia 14 tahun memilih untuk fokus belajar menjadi penari balet professional dan berhasil mewujudkan mimpinya 20 tahun kemudian. 

Dian Ara, yang berani melawan kehidupan, dengan segala keterbatasan sumberdaya yang ia miliki, untuk mengejar passionnya menjadi seorang designer video/board games. Lain halnya dengan Mirza Kusrini, seorang doktor dan pengajar dari Institut Pertanian Bogor (IPB) yang mengabdikan hidupnya menjelajahi hutan belantara untuk meneliti reptil dan amfibi, serta mengampanyekan gerakan konservasi spesies-spesies yang mulai langka di Indonesia.

Tak kalah menarik dari pembicara di sesi-sesi sebelumnya, pada sesi ke-3 juga diisi oleh cerita pengalaman dan gagasan menarik Adi Utarini, mantan dekan Fakultas Kedokteran UGM yang juga sebagai Projecy Leader for Eliminate Dengue Project (EDP) Yogyakarta, yang mengembangkan metode untuk mengurangi kasus demam berdarah lewat cara yang tidak pernah dilakukan sebelumnya: Berternak nyamuk berbakteri. 

Terakhir, ada Intan Suci Nurhati, seorang Climate Scientist, yang dengan segala prestasi dan kemapanan yang telah ia dapatkan di luar negeri, memutuskan kembali ke Tanah Air utuk berkarya dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi bagi Indonesia lewat koral.

Semua pembicara mungkin menyampaikan pengalaman yang berbeda, cerita yang berbeda, dan bidang yang berbeda. Namun kedelapan pembicara tersebut memiliki persamaan: berani menantang hidup dan keluar dari zona nyaman, teguh dalam berkarya, dan tidak segan membagi pengalaman dan gagasan menarik. Yang tentunya, jika melihat animo dan respon peserta di akhir acara, menunjukan mereka puas dan terinsipirasi.

Animo yang tidak pernah surut

BALET. Anindya Krisna butuh waktu lama untuk jadi penari balet profesional. Foto dari Twitter/@TEDxJakarta

Sampai kali ke-12, TEDxJakarta menyelenggarakan acara ini, minat pengunjung yang ingin hadir di acara tersebut tidak pernah berkurang. Tak kurang dari 500 peserta dan penuhnya seluruh kursi di GKJ menjadi bukti bahwa acara ini tidak pernah sepi peminat. Bahkan sebetulnya, peserta yang hadir pun adalah hasil pemilihan algoritma sistem yang secara acak menyeleksi ribuan peserta yang mendaftar. 

Respon pengunjung di media sosial pun senada dengan hal ini. Banyak pengunjung yang mengatakan puas dan merasa senang dapat mengikuti acara ini selama 8 jam. Seperti Gita Swasti, mahasiswi yang rela mengorbankan waktu liburnya untuk hadir di acara ini, atau Dina Puspita Sari, yang merasa senang karena bukan hanya bisa mendengarkan pembicara yang inspiratif, tapi juga karena acara yang seru dan kesempatan bersosialiasi dengan orang-orang baru. 

Hal ini juga menjadi bukti bagi TEDxJakarta sudah membuktikan bahwa mereka mampu menyusun suatu event yang benar-benar diminati dan ditunggu oleh orang-orang setiap tahunnya. —Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!