Menghindari pacaran, memilih jalan ta’aruf

Yuli Saputra

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Menghindari pacaran, memilih jalan ta’aruf
Biro Ta’aruf Laa Tansa di Masjid Assalam, Bandung, menerima ribuan pendaftar ta’aruf setiap tahunnya. Kebanyakan dari mereka perempuan

BANDUNG, Indonesia — Aep mengambil satu dari sekian map yang menumpuk di atas mejanya. Dibukanya lembar per lembar formulir yang tersusun rapi dalam map berwarna biru itu. Beberapa dari formulir itu dilengkapi foto perempuan. Sementara di map berwarna hitam, foto yang terlihat adalah foto lelaki.

Masih banyak map warna-warni lainnya. Diperkirakan ada ribuan lembar formulir serupa yang terkumpul. Formulir itu mencantumkan identitas pengisinya. Mulai dari nama, status pernikahan, warna kulit, hingga penghasilan per bulan. Formulir juga dilengkapi kolom foto ukuran 3×4 cm dan tanda tangan si pengisinya. Di bagian atas formulir tertulis “Biro Ta’aruf Laa Tansa”.

Formulir diisi oleh para pencari jodoh yang mendaftar di biro tersebut. Tapi ini bukan biro jodoh biasa. Biro Ta’aruf Laa Tansa adalah wadah pencari jodoh yang ingin mendapat pasangan hidupnya dengan konsep ta’aruf, sesuai namanya.

(BACA: Yang perlu diketahui tentang ta’aruf)

Aep adalah pengurus harian biro jodoh yang berdiri sejak 2005 itu. Selain pengurus, Aep juga bertugas sebagai mediator para pencari jodoh. Jika ada seseorang yang mendaftar, Aep lah yang mempertemukan si pendaftar dengan calon yang sesuai kriteria.  Dari sanalah proses ta’aruf dimulai.

Apa itu ta’aruf? Menurut Aep, ta’aruf adalah proses saling mengenal yang tujuannya untuk mencari pasangan hidup. Proses pengenalannya berlangsung dengan cara-cara Islami. Ta’aruf merupakan tahap awal dari tujuan dibentuknya mahligai perkawinan. Setelah ta’aruf, masih ada tahap berikutnya, yaitu tafahum (saling memahami), dan ta’awun (saling membantu).

“Di setiap tahapan itu selalu didampingi mediator baik langsung maupun tidak langsung,” kata Aep saat ditemui Rappler di kantor Biro Ta’aruf Laa Tansa, Masjid Assalam, Jalan Babakan, Ciburial, Dago Atas, Bandung, pada Minggu, 2 Juli 2017.

“Mungkin dari diri saya juga terlalu pilih-pilih, pengen cari calon isteri yang perfect. Kriterianya masih sebatas fisik, jadinya susah.”

Aep mengaku telah menikahkan seribu lebih pasangan dari belasan ribu orang yang mendaftar. Pendaftar datang dari berbagai daerah di Indonesia, bahkan luar negeri, seperti Malaysia, Australia, dan Arab Saudi. Motifnya bermacam-macam, ada yang mencari suami, isteri, bahkan menambah isteri.

Untuk mendaftar ke Biro Ta’aruf Laa Tansa, pendaftar bisa datang langsung atau mengirimkan biodata lewat aplikasi chat WhatsApp atau BlackBerry Messenger. Setiap pendaftar harus membayar uang pendaftaran yang jumlahnya berbeda setiap tahunnya.

“Setiap tahun naik biaya pendaftarannya. Kalau tahun ini, pendaftarannya Rp 400 ribu untuk mencari pasangan selama setahun.  Kalau belum dapat jodoh dalam setahun itu, daftar ulang lagi,” kata Aep.

Setelah mendaftar, orang yang bersangkutan akan mendapat nomor telefon ikhwan atau akhwat yang sesuai pilihannya atau kriterianya. Selanjutnya, mereka akan saling menyapa melalui SMS atau aplikasi pesan di media sosial. Kodenya adalah “Salam ta’aruf.” 

Jika cocok, perkenalan bisa dilanjutkan dengan kopi darat atau bertemu muka. Saat itu, para calon diharapkan saling mengenal lebih dalam, baik karakter, sifat, kebiasaan buruk dan baik, penyakit yang diderita, maupun proyeksi atau cita-cita ke depannya dalam berumah tangga. Dalam proses ini, kedua belah pihak diharuskan jujur mengungkapkan jati  dirinya.

Menurut Aep, ada batas waktu dalam melakukan ta’aruf ini.

“Jangan terlalu cepat, jangan terlalu lama; sebulan, dua bulan, atau tiga bulan. Ada batas waktunya. Kalau enggak dibatasi, capek di jalan, habis ongkos. Kalau sudah cocok, jalani. Belum cocok yah jadi teman atau saudara, terus cari lagi,” ujar pria 50 tahun ini.

Bila ada kecocokan dalam proses ta’aruf, calon bisa lanjut ke tahap tafahum dengan bersilaturahmi ke keluarga masing-masing agar bisa lebih saling mengenal. Dari keluarga lah, kepribadian seseorang bisa lebih tergali. 

Sikap keluarga, terutama orangtua, bisa juga menjadi penentu, apakah pengenalan itu bisa berlanjut ke khitbah (meminang) dan kemudian ta’awun (saling membantu mempersiapkan pernikahan) atau kandas. 

Idealnya, kata Aep, semua tahapan hingga pernikahan berlangsung dalam waktu enam bulan hingga satu tahun.

Tetapi  jika dalam proses itu ada kendala, misalnya orangtua tidak setuju walaupun anaknya cocok, Aep sebagai mediator akan turun tangan. Aep biasanya akan menasehati orangtua untuk memberi dukungan dan doa restu kepada si anak agar bisa menikah dengan pasangan pilihannya.

Layanan ruqyah jodoh

MEDIATOR. Aep, pengurus harian Biro Ta'aruf Laa Tansa, sedang melihat-lihat formulir pencari jodoh dengan konsep ta'aruf. Foto oleh Yuli Saputra/Rappler

Aep mengingatkan ada syarat tertentu untuk menjalani proses ta’aruf, yakni tidak boleh putus asa, frustasi, atau terlalu pilih-pilih.  Urusan mencari jodoh, lanjut Aep, memang gampang-gampang susah. Karena itu, niatkanlah hanya untuk mencari ridho Allah.

Menurut Aep, banyak hal yang menyebabkan terhalangnya jodoh, bisa karena masalah fisik dan psikis, atau juga karena dosa terhadap sesama manusia dan Allah. Orang yang merasa sulit mendapatkan jodoh karena hal-hal tersebut bisa datang ke Biro Ta’aruf Laa Tansa untuk dibantu. Caranya dengan menjalani ruqyah jodoh, salah satu layanan yang diberikan biro jodoh itu.

Seseorang yang menjalani ruqyah jodoh akan diberikan beberapa amalan untuk dilakukan seperti doa-doa, dzikir, salat sunnah, dan sedekah. Ada pula terapi dalam bentuk nasehat atau tausyiah.

“Jadi setiap ikhwan-akhwat harus datang langsung ke sini karena ada ruqyah. Ada dua yang harus di-ruqyah. Satu rohani, dua jasmaninya. Terapinya dalam bentuk tausiyah,” kata Aep.

Aep mengungkapkan, dari sekian banyak pendaftar, sebagian besar adalah perempuan. Dalam setahun jumlah pendaftar perempuan mencapai hingga tiga ribu orang, sedangkan laki-laki hanya sekitar tiga ratus orang. Kebanyakan perempuan, kata Aep, sulit mendapat jodoh karena sibuk mengejar karir.

“Selain bisa karena populasi lebih banyak perempuan, bisa juga karena terlalu mengejar karir. Perempuan juga kebanyakan pilih-pilih mencari kriteria yang klik, ketika umurnya sudah kepala tiga, baru menyadari untuk segera mencari pasangan hidup,” tutur Aep.

Ta’aruf, lanjut Aep, merupakan ikhtiar untuk mendapatkan jodoh yang tujuan akhirnya adalah menikah. Itulah sebabnya, orang yang mendaftar ke Biro Ta’aruf Laa Tansa lebih banyak yang telah siap menikah. Kebanyakan juga telah mencapai umur yang “kritis”. Ta’aruf dianggap sebagai jalan yang cepat dan aman untuk mendapat pendamping hidup, dibanding pacaran.

“Ta’aruf itu tujuannya menikah, sedangkan pacaran itu kadang dominan kepada permainan, belum tahu ujungnya ke mana, belum tentu ada koridor-koridor batasan syar’i. Oleh karena itu, lebih rapi, lebih aman ta’aruf karena di dunia pacaran sangat riskan hal-hal yang negatif,” kata Aep. 

Menghindari pacaran, memilih ta’aruf

Pada 2008, Cecep Hidayat mendaftar ke Biro Ta’aruf Laa Tansa. Tadinya, ia hanya iseng dengan niat mengantar temannya.  Namun setelah beberapa kali hubungan pacaran kandas di tengah jalan, Cecep mulai serius mencari calon isteri dengan jalan ta’aruf di biro jodoh tersebut.

Awal mendaftar, Cecep langsung mendapat sejumlah SMS dari beberapa akhwat yang berniat ta’aruf dengan dirinya. Dalam sehari, pria 38 tahun itu mendapat pesan “Salam ta’aruf” dari 5 hingga 10 akhwat yang berlanjut ke pertemuan. Bahkan, Cecep rela bertemu dengan si calon hingga ke luar Kota Bandung.

Kendati melakukan ta’aruf dengan sejumlah perempuan, namun mencari jodoh yang cocok memang tidak mudah. Ada saja kendala yang dihadapi Cecep. Entah dari dirinya, si perempuannya, atau keluarganya. 

“Mungkin dari diri saya juga terlalu pilih-pilih, pengen cari calon isteri yang perfect. Kriterianya masih sebatas fisik, jadinya susah,” kata Cecep yang ingin mendapat isteri keturunan Arab dan India ini.

Setelah bertahun-tahun belum juga mendapat jodoh sementara umur terus merangkak naik, Cecep akhirnya serius menjalani ta’aruf dengan niat hanya mencari isteri yang sholehah. Pada 2016, Cecep dipertemukan dengan Fitri Ramdiyanti, yang juga sedang mencari calon suami melalui Biro Ta’aruf Laa Tansa.

“Saya ingat yang pertama kali ditanyain dia Cecep ke saya, bisa baca Qur’an enggak? Masa hari gini enggak bisa baca Qur’an?”

Pada pertemuan pertama, Cecep dan Fitri sepakat untuk menjalani proses ta’aruf, meski perasaan mereka satu sama lain masih biasa. Pada pertemuan selanjutnya, mereka berdua saling melakukan proses penilaian dengan mengenalkan lebih jauh tentang dirinya dan bertanya tentang apapun yang ingin diketahui dari pasangannya.

“Saya ingat yang pertama kali ditanyain dia [Cecep] ke saya, bisa baca Qur’an enggak? Masa hari gini enggak bisa baca Qur’an?” ujar Fitri sambil tertawa.

Cecep sendiri mengaku punya daftar penilaian untuk si calon isterinya. Dari sekian banyak poin penilaian, ternyata Fitri memenuhi kriterianya.

“Banyak checklist-nya dia,” ungkap Cecep.

Setelah melakukan pengenalan dan penilaian, Cecep dan Fitri mulai berbicara tentang rencana mereka dalam membangun rumah tangga. Semua dibicarakan, mulai dari kebiasaan sehari-hari, pekerjaan dan gaji, hingga urusan ranjang.

“Biar nanti masing-masing siap dan bisa saling memahami. Jadi dari awal sudah kita komunikasikan,” tutur Cecep.

Selama proses ta’aruf itu, Cecep dan Fitri juga menjalankan amalan-amalan yang disarankan Aep sebagai moderator. Mereka berdua pun melakukan salat istikharah untuk memantapkan hati melanjutkan ke jenjang pernikahan.

Memang sudah dasarnya berjodoh, proses ta’aruf Cecep dan Fitri berjalan lancar dan singkat, hanya satu bulan lamanya. Mereka kemudian menikah pada 3 Juni 2016. Kini, pasangan yang berbahagia itu sedang menanti kelahiran buah hati mereka.

Banyak yang bilang, orang yang menjalani ta’aruf itu pacarannya setelah menikah. Hal itu tidak dipungkiri Cecep dan Fitri.  Mereka mengaku lebih mengenal karakter asli masing-masing setelah menikah.  

Tak jarang terjadi percekcokan akibat adanya perbedaan pendapat atau kebiasaan yang tidak bisa diterima oleh masing-masing.  Jika dalam masa pacaran, kondisi itu mungkin akan membuat mereka putus hubungan. Namun karena sudah menikah, Cecep dan Fitri belajar untuk saling memahami dan menerima kondisi masing-masing.

“Justru karena kami sudah menikah, jadi lebih sabar dan belajar memahami kebiasaan masing-masing. Pernikahan ini menjadi ikatan yang menguatkan kami,” kata Fitri yang tengah hamil 8 bulan.

Perempuan 30 tahun ini mengaku tidak menyesal menikah dengan jalan ta’aruf. Justru dengan proses ta’aruf, ia bisa mendapat suami yang sesuai harapannya dan membimbingnya di jalan Allah.

“Saya sempat pacaran lama, empat tahunan, tapi enggak jadi, cowoknya enggak serius. Padahal saya niatnya cari suami, bukan cari pacar. Makanya saya pilih ta’aruf,” ungkap Fitri.

Pacaran itu, kata Fitri, seperti sebuah hubungan yang tidak jelas ujungnya. Beda dengan ta’aruf yang masing-masing pihak sudah memiliki niat menikah sejak awal, sehingga proses yang dijalani sama-sama menuju ke pernikahan.

Sementara menurut Cecep, ta’aruf merupakan proses hubungan yang sehat, aman, memberikan ketenangan, dan terhindari dari hal-hal yang dilarang agama.

“Kalau pacaran buang waktu dan banyak mudharat. Makin lama pacaran, makin banyak dosanya karena dekat dengan zina. Ta’aruf justru menguntungkan. Perasaan yang dirasakan juga bukan ke cinta, tapi lebih ke kasih sayang. Kan ada peribahasanya, kalau cinta bisa luntur oleh waktu, kalau kasih sayang sampai mati enggak akan hilang,” kata Cecep. —Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!