Masa orientasi siswa dari masa ke masa

Dzikra Fanada

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Masa orientasi siswa dari masa ke masa

ANTARA

Sebelumnya, kegiatan MOS ini dibuat oleh siswa atau OSIS di sekolah. Karena banyak terjadi hal negatif, pemerintah mengalihkannya kepada guru

JAKARTA, Indonesia — Setelah libur panjang, para siswa kembali bersekolah pada Senin, 10 Juli. Masa Oriestasi Siswa (MOS) menjadi kegiatan pertama bagi para siswa yang baru menginjakkan kaki di sekolah lanjutannya.

Pada dasarnya, MOS diberlakukan agar siswa baru mengetahui lebih dalam tentang sekolah barunya. Baik mengenai lingkungannya, norma yang ada di dalamnya, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan pengenalan siswa terhadap sekolahnya.

Sayangnya, selama ini, masa orientasi tersebut kerap memiliki konotasi negatif di kalangan para siswa. Tidak jarang siswa merasa ketakutan ketika harus menghadapi MOS. Terlebih dengan beban tugas yang kadang sulit bahkan tidak mungkin untuk dilakukan.

Namun, pemerintah mencoba untuk meminimalisir MOS. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan saat itu melarang pelaksanaan MOS oleh siswa atau Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) yang kemudian diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) No. 18 Tahun 2016 tentang Pengenalan Lingkungan Sekolah Bagi Siswa Baru.

MOS juga memiliki nama-nama lain, tapi tetap mempunyai makna yang sama, di antaranya Masa Orientasi Peserta Didik (MOPD) atau Masa Bimbingan Peserta Didik Baru (MBPDB).

Tujuan MOS

Tujuan dari masa orientasi siswa ini sebenarnya sudah diatur dalam Permendikbud No. 55 Tahun 2014. 

Pasal 2 pada peraturan tersebut menyatakan bahwa masa orientasi peserta didik bertujuan untuk mengenalkan program sekolah, lingkungan sekolah, cara belajar, penanaman konsep pengenalan diri peserta didik, dan kepramukaan sebagai pembinaan awal ke arah terbentuknya kultur sekolah yang kondusif bagi proses pembelajaran lebih lanjut sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. 

Dilanjutkan dengan pasal 3 ayat 1 yang berbunyi, “Sekolah dilarang melaksanakan masa orientasi peserta didik yang mengarah kepada tindakan kekerasan, pelecehan dan/atau tindakan destruktif lainnya yang merugikan peserta didik baru baik secara fisik maupun psikologis baik di dalam maupun di luar sekolah.”

Meskipun peraturan ini dibuat pada 2014, nyatanya masih banyak kasus mengenai penganiayaan terhadap siswa dalam kegiatan pada 2015. Artinya, banyak sekolah atau pengelola kegiatan MOS mengabaikan peraturan yang telah dibuat.

Maka dari itu, Permendikbud No. 18 tahun 2016 dikeluarkan untuk menggantikan Permendikbud No. 55 tahun 2014 yang dinilai belum optimal mencegah terjadinya perpeloncoan dalam pelaksanaan pengenalan sekolah.

Penyalahgunaan kekuasaan 

Sebelumnya jamak terjadi, kegiatan MOS ini dibuat oleh siswa atau OSIS di sekolah. Mereka yang memiliki kekuasaan terhadap jalannya acara kegiatan tersebut kadang memiliki pola pikir yang tidak sesuai dengan tujuan MOS yang sebenarnya.

“Supaya tidak manja”, atau “biar bisa diatur”, atau bahkan “biar tahu diri” sering menjadi alasan para senior memberlakukan kegiatan MOS yang sistemnya menyalahi aturan. Demi alasan-alasan tersebut, terkadang para senior harus meneriaki, memukuli, dan menendangi adik kelasnya yang baru masuk. 

Tetapi, tradisi meneriaki, memukuli, dan menendangi tersebut dianggap sebagai sesuatu yang wajar bagi para senior. Alasanya, karena mereka juga dulunya mendapatkan perlakuan yang sama. 

Apa kabar situr pengaduan penganiayaan MOS?

Untuk mempermudah penerimaan pengaduan atas terjadinya penganiayaan yang dilakukan oleh para senior, Kemendikbud pada 2016 membuat situs pengaduan masyarakat. Dalam situs tersebut, masyarakat yang menjadi korban dari kegiatan MOS bisa melaporkan sekolahnya dengan mengisi form online yang ada.

Situs tersebut dapat diakses melalui mopd.kemdikbud.go.id.

Namun, situs tersebut sepi pelapor. Dalam menu LAPORAN di situs tersebut, tertulis “Terdapat 4 laporan yang masuk, 4 sedang dalam proses moderasi dan verifikasi.” Tidak ada keterangan yang lebih jelas mengenai laporan tersebut. 

Jika Anda atau adik atau anak Anda masih menemui atau mengalami praktek plonco di sekolah, bisa langsung segera melapor kepada guru atau kepala sekolah. —Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!