Di balik film ‘Banda’: Mereka yang terlibat

Dzikra Fanada

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Di balik film ‘Banda’: Mereka yang terlibat
Film dokumenter ‘Banda The Dark Forgotten Trail’ tayang di bioskop mulai 3 Agustus

JAKARTA, Indonesia — Dibutuhkan waktu kurang lebih satu tahun hingga akhirnya film dokumenter Banda The Dark Forgotten Trail bisa dinikmati oleh masyarakat Indonesia.

Dokumenter besutan sutradara Jay Subyakto ini mulai tayang di bioskop pada Kamis, 3 Agustus. Film ini dikoproduseri oleh Sheila Timothy dan Abduh Aziz dari Lifelike Pictures. Sedangkan naskahnya ditulis oleh M. Irfan Ramli.

Membuat film dokumenter memang bukan pekerjaan yang mudah. Terlebih isu yang diangkat mengandung unsur sejarah, dalam hal ini Jalur Rempah pada abad ke-17 di mana rempah-rempah terutama pala menjadi komoditi yang diincar oleh para pedagang dari Eropa. Tetapi, film Banda berhasil dibuat sangat apik dan padat isi. 

(SAKSIKAN: Trailer film ‘Banda The Dark Forgotten Trail’)

Kesuksesan pembuatan film ini tentu saja tidak bisa lepas dari mereka yang terlibat dalam pembuatannya. Per Segenap kru film harus bekerja ekstra demi diangkatnya kembali masa keemasan sekaligus kegelapan Indonesia pada masa penjajahan. 

Tiga perwakilan kru film—Sheila, Jay, dan Irfan—hadir dalam acara Rappler Talk: Di Balik Film Banda pada 20 Juli silam. Berikut profil singkat mereka:

Sheila Timothy

Produser film 'Banda' saat menjawab pertanyaan wartawan pada press conference di Jakarta pada 26 Juli 2017. Foto dari Median Publicist

Perempuan kelahiran 29 November 1971 ini membuat rumah produksi yang diberi nama Lifelike Pictures bersama dengan suaminya, Luki Wanandi, pada 2008. Bersama Lifelike Pictures, Sheila sudah terjun di dunia perfilman sebagai produser.

Beberapa film yang ia sutradarai adalah Pintu Terlarang (2009), Ritual (2012), dan Tabula Rasa (2014). Salah satu film garapannya bersama Joko Anwar yang berjudul Pintu Terlarang mendapatkan perhargaan sebagai film terbaik di Bucheon International Fantastic Film Festival (BiFan) pada 2009.

Kali ini, perempuan yang akrab dipanggil Lala itu memproduseri film dokumenter Banda The Dark Forgotten Trail. Tema jalur rempah yang ada di film tersebut juga merupakan ide dari Lala.

“Sejarah seolah-olah gelap” ujar Lala. Ia menambahkan bahwa ada banyak sejarah yang tidak diketahui dan juga tidak dikomunikasikan kepada anak muda lewat cara yang mereka senangi. 

Sebagai produser, Lala menginginkan ada pesan penting dalam setiap film yang dibuat. “Sejarah itu penting, dan harus ada impact-nya untuk masa kini,” kata Lala.

Selain itu, Lala juga menjabat sebagai Ketua Umum Asosiasi Produser Film Indonesia pada 2013-2016. Untuk periode berikutnya, Lala menjabat sebagai Dewan Penasehat di Asosiasi tersebut. 

Jay Subyakto

Sutradara film 'Banda' Jay Subyakto saat menjawab pertanyaan wartawan pada press conference di Jakarta pada 26 Juli 2017. Foto dari Median Publicist

Pria berambut panjang ini sudah dikenal melalui karya-karyanya sebagai sutradara video klip musik sejak 1990. Salah satu video klip garapannya adalah Pergilah Kasih yang dinyanyikan penyanyi legendaris Indonesia, Alm. Chrisye. Karyanya itu pula menjadi music video pertama dari Indonesia yang ditayangkan oleh channel MTV Asia.

Selama lebih dari 25 tahun menjadi sutradara, untuk pertama kalinya Jay mengiyakan ajakan Lala untuk menyutradarai film. Jay mengungkapkan bahwa menjadi sutrada film memang sesuatu yang menantang, terlebih untuk ranah dokumenter. 

“Ini harus saya kerjakan, walaupun ini susah saya kerjakan dan bebannya berat” ujar Jay.

“Saya bilang ke Lala tidak perlu ada rujukan untuk film ini. Saya bilang mau buat sesuatu yang baru, sesuatu yang belum pernah dibikin,” kata Jay.

Ketika ditanya apakah ia akan meneruskan pekerjaannya di dunia perfilman, ia belum bisa memastikan. “Aduh, saya mau istirahat dulu sekarang,” jawabnya mengundang tawa.

M. Irfan Ramli

Penulis naskah film 'Banda' Irfan Ramli (kanan) saat menjawab pertanyaan wartawan pada press conference di Jakarta pada 26 Juli 2017. Foto dari Median Publicist

Pria berdarah Ambon ini sudah menulis naskah sejak berada di Komunitas teater yang ada di Ambon. Film Cahaya Dari Timur: Beta Maluku (2014) merupakan karya pertama yang ia buat sebagai penulis naskah layar lebar. Film tersebut juga mendapatkan penghargaan sebagai film terbaik di Festival Film Indonesia pada 2014.   

Kesukaannya pada sejarah juga membawa Irfan kembali menulis naskah layar lebar untuk film Surat Untuk Praha (2016). Alasan yang sama juga membuat Irfan terlibat dalam dokumenter Banda The Dark Forgotten Trail. 

“Ada banyak research yang saya lakukan untuk membuat naskah film ini,” ujar Irfan. Ia mendatangi banyak sejarawan, membaca buku mengenai sejarah jalur rempah, dan juga mempelajari VOC.

Selain itu, Irfan juga berharap bahwa film Banda bisa membuka banyak mata masyarakat Indonesia saat ini. 

“Lihat sejarah, kekayaan alam bisa merusak ketenangan warga Banda. Seharusnya kita bisa belajar dari sejarah,” katanya. —Rappler.com

BACA JUGA:

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!