Sketsatorial: Kontroversi film ‘Pengkhianatan G30S/PKI’

Rappler.com

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Sketsatorial: Kontroversi film ‘Pengkhianatan G30S/PKI’
Seperti apa sejarah Gerakan 30 September hingga saat ini? Simak uraiannya di Sketsatorial Rappler Indonesia.

JAKARTA, Indonesia — Jelang peringatan hari kesaktian Pancasila yang jatuh pada 1 Oktober mendatang, perbincangan mengenai peristiwa 30 September kembali mencuat. Begitu pula kekhawatiran akan kembali bangkitnya paham komunisme di Indonesia.

Perbincangan mengenai isu tersebut muncul lagi setelah terjadi aksi penggerudukan massa ke kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta pada 16-17 September lalu. Mereka dituding memfasilitasi sebuah diskusi yang berniat untuk membangkitkan kembali Partai Komunis Indonesia (PKI) dan pahamnya.

Seperti apa perkembangan Gerakan 30 September hingga saat ini? Simak uraiannya di Sketsatorial Rappler Indonesia.

Akibat bentrok tersebut, Panglima TNI kemudian mengedarkan telegram kepada para jajaran di bawahnya agar menggelar film Pengkhianatan G30S/PKI yang dirilis pada 1984 lalu. Film arahan sutradara Arifin C. Noer sempat diputar secara rutin jelang peringatan 1 Oktober semasa Orde Baru. Namun, sejak tahun 1998, pemutaran film itu dihentikan.

Bagi sebagian pihak yang menentang pemutaran kembali film itu menilai ada sebagian besar fakta di dalam film itu yang dipalsukan. Dua di antaranya mengenai penyiksaan sadis para jenderal dan keterlibatan Lukman Njoto dalam Rapat Partai Komunis Indonesia (PKI).

Data visum dan otopsi dari gabungan lima dokter RSPAD dan Universitas Indonesia (UI) menyebut bahwa Jenderal Ahmad Yani tewas akibat 10 luka tembak. Hal ini bertolak belakang dengan adegan di dalam film G30S yang menggambarkan Ahmad Yani tewas akibat matanya dicungkil.

Tak sampai di situ, penyiletan dan pemotongan alat kelamin oleh Gerwani juga menjadi kontroversial. Ada lima dokter yang menangani pemeriksaan otopsi yakni dr Brigjen. Roebiono Kertopati, dr. Kolonel. Frans Pattiasina, Prof. Dr. Sutomi Tjokronegoro, dr. Liaw Yan Siang dan dr. Lim Joe Thay. Kelimanya kompak menyatakan tidak ada kelamin dari ketujuh jenderal yang dipotong.

Di jasad lima jenderal juga terdapat luka tembak. Hasil otopsi itu akhirnya tersebar ke dunia maya beberapa waktu lalu. Sementara, rezim Orde Baru tidak pernah mempublikasikan secara resmi hasil otopsi tersebut.

Hal lain yang dipertanyakan yakni mengenai kehadiran Wakil Ketua Central Committee (CC) PKI Lukman Njoto yang di dalam film digambarkan turut hadir dalam rapat PKI. Sementara, pada kenyataannya ia sudah tidak lagi memegang jabatan struktural sejak tahun 1964 lalu. Hal itu disebabkan, ia memiliki konflik ideologis dengan D.N Aidit, pemimpin senior PKI.

Lantaran pada kenyataannya ia tidak lagi memegang posisi di PKI, maka kehadiran di rapat itu pun menjadi tanda tanya. —Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!