Kisah Dede Yusuf, difabel yang jadi ‘driver’ Go-Jek demi kebutuhan ekonomi

Puji Astuti

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Kisah Dede Yusuf, difabel yang jadi ‘driver’ Go-Jek demi kebutuhan ekonomi
Dede Yusuf pernah menjajal berbagai macam pekerjaan sebelum menjadi 'driver' Go-Jek

TEGAL, Indonesia — Kebutuhan ekonomi serta akses kerja yang minim membuat sejumlah difabel mengambil pilihan untuk bekerja apapun, termasuk berprofesi sebagai pengemudi layanan ojek berbasis online.

Salah satunya adalah Dede Atmo Pernoto, atau akrab dipanggil Dede Yusuf. Laki-laki paruh baya yang memutuskan menjadi bagian dari pengemudi Go-Jek. Dari sederet layanan yang ditawarkan pihak Go-Jek seperti Go-Food, Go-Send, dan layanan lainnya, ia hanya mengambil layanan Go-Ride, yaitu mengantar penumpang. Tentu bukan karena tanpa alasan.

“Jika melayani kedua layanan itu [Go-Food dan Go-Send], maka terkendala mobilitas,” kata lelaki berusia 40 tahun itu.

Di balik penampilannya sebagai pengemudi Go-Jek, ia juga disibukkan dengan kegiatan organisasi yang giat mengawal isu difabel dan kusta. Kelompok Difabel Slawi Mandiri (DSM) merupakan nama organisasi yang diampunya bersama kawan-kawan difabel lainnya.

Telah mencoba berbagai macam pekerjaan

Perjuangannya untuk memenuhi kebutuhan hidup secara mandiri telah lama dilakukannya. Bahkan jauh sebelum bergelut di dalam dunia pengemudi Go-Jek. Bungsu dari tiga bersaudara ini biasa mencari penghasilan dari usaha menjajakan rokok menggunakan kursi roda yang sudah dimodifikasi sehingga mudah untuk dikayuhnya.

Namun usaha tersebut tidak bertahan lama karena menurut perhitungannya, modal yang dikeluarkan tidak sebanding dengan penghasilan yang didapat. Ia memutuskan untuk beralih profesi menjadi penyemir sepatu. Mulai hari itu, ia mulai berkeliling dari kantor ke kantor.

Sampai akhirnya usaha semir mempertemukanya dengan seorang pegiat difabel dari Solo. Sejak 2010, ia mulai aktif di komunitas difabel yang dibentuknya. Sejak itu pula, lelaki yang sudah berumah tangga dan memiliki satu anak itu menanggalkan pekerjaan menyemir sepatu. Ia bekerja sebagai petugas lapangan pada Pusat Pelatihan dan Pengembangan Rehabilitasi Bersumberdaya Manusia (PPRBM) Solo untuk wilayah Tegal, setelah berkompetisi dengan 15 orang lainnya saat rekrutmen.

Kesempatan terbuka lebar

Profesinya menjadi pengemudi Go-Jek tidak lain untuk menambah pendapatan untuk menghidupi keluarga dan mencari pengalaman baru. Sejak Oktober 2017 lalu, ia mencoba peruntungan baru tersebut. Kesempatan itu terbuka lebar bagi siapapun dan tidak dengan syarat kelulusan sekolah tertentu.

“Saya hanya disuruh mengumpulkan Kartu Tanda Penduduk (KTP), Surat Izin Mengemudi (SIM), Surat Tanda Motor Kendaraan (STNK), dan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK). Untuk SKCK saya harus membuat di polsek,” kata Dede yang hanya mengantongi ijazah kesetaraan SD.

Bekal pengalaman yang membawanya pada sebuah pilihan menjadi pengemudi Go-Jek adalah ketika ia melakukan advokasi hak dalam berkendara. Pada 2013, ia menggunakan motor roda tiganya bersama kawan-kawan difabel Kota/Kabupaten Tegal untuk mengadvokasi pihak kepolisian agar akses untuk memiliki SIM D diakomodir.

Bersama DSM, ia melakukan dialog dengan pihak polres setempat. Setelah melakukan audiensi, DSM yang didampingi sampai dengan proses pelatihan dari administrasi dan halang rintang.

Setelah melakukan empat kali pertemuan, akhirnya 25 anggota DSM mendapatkan kelulusan dan memperoleh SIM D. “Kegiatan di tahun itu masih berlanjut dan sampai sekarang jika ada permohonan, pihak Polres siap melayani,” katanya.

Ia mengatakan, pekerjaannya sebagai driver Go-Jek tidak mengganggu aktivitasnya dalam berorganisasi. Ia membiasakan diri untuk membagi waktu sesuai prioritas dari kedua pekerjaannya.

Kesempatan seperti ini bukan hanya terbatas pada Dede saja, tapi ada juga cerita-cerita lainnya. Baru-baru ini di media sosial, ada seorang pengguna internet yang memperlihatkan sebuah foto seorang difabel pengguna alat bantu kruk sedang ramai diperbincangkan di jagat maya. Dalam foto yang sempat viral tersebut, tergambar seorang driver Go-Jek lengkap menggunakan jaket warna hijau dan menggendong tas bertuliskan layanan Go-Send.

Para pengguna internet memberikan dukungan moril yang membanjiri melalui komentar positif untuk sang driver. “Keren, sukses ya bro, semangatmu luar biasa,” kicau akun dengan nama @GioNada. 

“Gojek spesialis Go-Send rata-rata lebih tangguh, hujan-hujan kirimkan olshop juga mau pick-up… salut dengan yang seperti ini,” tulis akun @qitmr.

Dukungan yang datang dari beberapa warga merupakan respon atas kondisi realitas yang dihadapi di dalam kehidupan orang-orang seperti Dede, ataupun driver lain yang dibanjiri pujian. Hal ini menunjukkan sebuah gambaran bahwa terdapat kesenjangan antara kaum difabel dengan akses pekerjaan. —Rappler.com

Artikel ini sebelumnya diterbitkan di solider.or.id, beranda inklusi dan informasi difabel Indonesia

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!