Aksi unjuk rasa aktivis Papua Barat berakhir dengan penangkapan

Ursula Florene

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Aksi unjuk rasa aktivis Papua Barat berakhir dengan penangkapan

ANTARA FOTO

Polisi menangkap 10 pemimpin aksi masyarakat Papua karena di antara mereka membawa bendera bintang kejora

 

⁠⁠⁠JAKARTA, Indonesia — Hampir 200 orang peserta aksi mendukung referendum Papua Barat diangkut ke Polda Metro Jaya. Lebih dari 10 orang mengaku dipukul oleh aparat.

“Mereka tidak bilang kenapa mengangkut dan menangkap kami. Tiba-tiba saya ditarik dan diseret ke truk polisi,” kata Juru Bicara Front Rakyat Indonesia (FRI) for West Papua Surya Anta di lapangan Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan pada Kamis, 1 Desember 2016. Ia diangkut sekitar pukul 09:30 WIB dan lepas bersama 9 orang lainnya sekitar pukul 13.00 WIB.

Aksi damai yang menuntut hak rakyat Papua Barat untuk menentukan nasibnya sendiri ini diikuti oleh Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Jawa dan Bali, serta FRI-West Papua.

Mereka melakukan long march berawal dari kantor LBH Jakarta di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat menuju Bundaran HI dan berakhir di Istana Negara.

Namun, saat mencapai depan Graha Mandiri, mereka dicegat oleh pasukan dari Polres Jakarta Pusat yang melarang massa memasuki Bunderan HI. Alasannya, menurut Surya, karena membawa bendera AMP yang diduga mengandung unsur makar.

Bentrokan antara aparat dan massa pun tak terhindarkan. Beberapa orang menerima tendangan dan pukulan di hidung dan perut, bahkan sampai pelipisnya sobek. Akhirnya, polisi menembakkan water canon.

“Saya juga dipukul dengan pentungan di kepala bagian belakang,” kata Surya. Tampak memar berwarna keunguan di pelipis dan hidungnya.

Ketua AMP Jefry Wenda juga turut diciduk aparat. Ada pula Frans Wenda, Thomas, dan Galesh. Jefry juga mengatakan menerima pukulan, tetapi tidak sampai terluka.

Setelah mereka diangkut ke Polda, massa yang tersisa berorasi dan bernyanyi menuntut rekan mereka dibebaskan. Bahkan, mereka meminta supaya ikut dibawa ke Polda menyusul yang sudah ditangkap terlebih dahulu.

Kapolres Jakarta Pusat Kombes Pol Dwiyono menyanggupi permintaan tersebut dan memboyong mereka menggunakan 5 truk polisi. Massa tak kehilangan semangat, mereka tetap meneriakkan yel yel dan mengibarkan bendera AMP saat menaiki truk.

Polisi kemudian mendudukkan mereka di lapangan Polda Metro Jaya. Sembari menanti rekan-rekan dibebaskan, peserta aksi yang berasal dari warga Papua maupun non-Papua ini berorasi.

Akhirnya, Jefry, Surya, dan yang lainnya dilepaskan dan bergabung dengan peserta lainnya. “Kami hanya ditanyai soal identitas, kemudian dicatat,” kata Jefry.

Sementara itu, Kasubdit Jatanras Ditreskrimum Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Hendy F. Kurniawan menjelaskan penangkapan terhadap 10 pemimpin aksi masyarakat Papua ini dilakukan lantaran beberapa di antara mereka membawa bendera bintang kejora (Papua Merdeka). Mereka memang hanya dimintai keterangan, kemudian akan langsung dipulangkan.

“Kami mau fasilitasi di sini. Nanti juga akan dipulangkan,” katanya. Sebelumnya, mereka berencana menuntut pemerintah segera menerbitkan referendum demi kemerdekaan Papua dari Indonesia.

Sudah menduga

Baik Jefry dan Surya mengaku sudah tahu kalau aksi mereka akan dicegat polisi. Kejadian ini sudah berulang setiap tahunnya.

“Buktinya memang benar kan kami dicegat,” kata Jefry.

Tindakan polisi ini diangghap sebagai upaya membungkam kebebasan berekspresi warga Papua. Hal senada juga disampaikan pendamping hukum mereka sari LBH Jakarta, Veronika Koman.

“Pelarangan mereka ini tidak ada dasar hukumnya dan merupakan pembungkaman demokrasi,” kata dia.

Terkait izin, pihak peserta sudah menyerahkannya pemberitahuan ke Polda Metro Jaya sejak 3 hari lalu. Namun, pihak kepolisian tidak mengeluarkan surat penerimaan.

Veronika melihat tindakan ini seperti kesengajaan supaya aksi tak dapat berjalan. Setelah ini, ia akan berkonsolidasi dengan gerakan-gerakan lain yang berlangsung di Yogyakarta, Manado, Ternate, Palu, Jayapura, dan Manokwari.

Aksi di Yogyakarta pun, kata Veronika, juga dihadang oleh aparat kepolisian. “Laporan kawan-kawan di sana, mereka juga dibawa ke Polda Yogya,” kata dia.

Meski demikian, penghentian ini bukan berarti perjuangan para aktiis dan rakyat Papua Barat yang menginginkan penentuan nasib sendiri akan berhenti.—Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!