Bertemu dengan Aung San Suu Kyi, apa yang dibicarakan Menlu Retno?

Rappler.com

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Bertemu dengan Aung San Suu Kyi, apa yang dibicarakan Menlu Retno?
Retno berharap Pemerintah Myanmar bisa menjunjung tinggi HAM dan memberikan perlindungan bagi semua warga yang bermukim di Rakhine State termasuk etnis minoritas Muslim

JAKARTA, Indonesia – Menteri Luar Negeri Retno Marsudi bertemu rekannya Menlu Aung San Suu Kyi di kota Naypyidaw, Myanmar pada Selasa, 6 Desember. Pertemuan keduanya membahas perkembangan situasi di Rakhine State yang melibatkan warga etnis Rohingya.

Publik menilai unsur militer Myanmar kembali menindas Rohingya yang notabene merupakan kaum minoritas di negara itu. Informasi itu diperoleh dari pengakuan sejumlah warga Rohingya yang melarikan diri dari Rakhine State menuju ke Bangladesh.

Mereka mengatakan personil militer membunuh dan memperkosa warga Rohingya.

“Saya kembali menyampaikan keprihatinan Indonesia kepada Menlu Aung San Suu Kyi terhadap situasi di Rakhine State,” ujar Retno usai bertemu rekannya itu seperti dikutip keterangan tertulis Kementerian Luar Negeri pada Rabu, 7 Desember.

Retno mengatakan situasi yang aman dan stabil menjadi modal yang penting bagi pembangunan berkelanjutan di Rakhine State. Mantan Duta Besar Indonesia untuk Belanda itu juga berharap agar Pemerintah Myanmar tetap menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM) dan memberikan perlindungan terhadap semua warga yang bermukim di Rakhine State termasuk etnis minoritas Muslim.

“Kunci menuju pembangunan inklusif yaitu semua warga memiliki hak dan kewajiban yang sama,” kata Retno.

Hak yang dimaksud Menlu perempuan pertama di Indonesia yaitu akses kepada pendidikan dan kewajiban. Sementara, semua warga yang ada di sana juga wajib mematuhi aturan hukum yang diberlakukan otoritas setempat.

Retno juga berharap akses bagi bantuan kemanusiaan ke Rakhine State tetap dibuka. Termasuk, bantuan dari Indonesia.

Permintaan itu rupanya memperoleh tanggapan yang positif dari Myanmar. Mereka memberikan akses bagi bantuan kemanusiaan dari Indonesia sejak tanggal 9 Oktober lalu.

“Pemerintah Myanmar telah membuka pintu bagi bantuan kemanusiaan dari Indonesia sehingga akses bantuan dari Pos Kemanusiaan Peduli Umat (PKPU) untuk sampai di Rakhine State,” kata Retno.

Sejauh ini Indonesia telah memberikan bantuan berupa pembangunan dua sekolah di wilayah Rakhine. Dua sekolah itu pun sudah rampung dibangun. Kini, Indonesia tengah membantu untuk membangun 6 sekolah lagi di wilayah Rakhine. Selain itu, Indonesia juga berencana untuk membangun rumah sakit di atas lahan seluas sekitar 4.000 meter persegi di wilayah tersebut.

Sementara, untuk terus meningkatkan sikap toleransi dan harmoni antar masyarakat di Rakhine state, kedua negara sepakat menggelar dialog antar kepercayaan. Dengan begini, Myanmar bisa mendengar langsung pengalaman Indonesia dalam isu tersebut.

“Indonesia akan secara konsisten membantu Myanmar dan Komisi Penasihat yang dipimpin oleh Kofi Annan secara intensif,” kata Retno.

Menurut juru bicara Kemlu, Arrmanatha Nasir, Indonesia menjadi satu-satunya negara yang diajak berdialog secara bilateral oleh Myanmar. Pria yang akrab disapa Tata itu mengatakan alasan dipilihnya Indonesia sebagai mitra dialog karena mereka menilai pemerintah konsisten menunjukkan niat baik dan tindakan untuk membantu membangun demokrasi di Myanmar.

Sikap Indonesia yang tidak ikut mengecam perbuatan militer Myanmar terhadap etnis Rohingya sempat dikritik publik di Tanah Air. Namun, pemerintah terlihat tak ingin mengedepankan “megaphone diplomacy”dalam menangani isu ini. 

Kemlu memilih cara pendekatan dengan berdialog, ketimbang ikut menyuarakan kecaman. Hal itu dinilai jauh lebih efektif ketimbang ikut berteriak-teriak dan berunjuk rasa menuntut Aung San Suu Kyi mengambil langkah nyata.

Paling tidak berkaca dari kebijakan yang diambil Pemerintah Malaysia, Myanmar justru tidak bersimpati. Saat Perdana Menteri Najib tun Razak memilih ikut berunjuk rasa bersama publik dan meminta agar tindak kekerasan dihentikan. 

“Apa mereka mau saya menutup mata? Ingin membungkam saya?” teriak Najib dalam unjuk rasa pada Minggu, 4 Desember seperti dikutip Channel News Asia.

Alhasil, ketika Najib mengutus Menlu Anifah Aman ke Myanmar untuk bertemu Suu Kyi, dia menolaknya. Penerima Nobel Perdamaian itu baru bersedia menerima Anifah, jika tak menyinggung isu Rakhine State. – Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!